Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, teman-teman online ku.
Pada artikel kali ini kita sama-sama belajar mengenai pembiayaan yang menggunakan akad bai istisnha di bank syariah. mari kita belajar bersama yukkk
AKAD BAI' ISTISHNA adalah jenis perjanjian dalam hukum Islam yang digunakan untuk memfasilitasi transaksi jual beli barang yang belum ada atau belum diproduksi. Istishna berasal dari kata dalam bahasa Arab yang berarti "memesan" atau "mengarahkan seseorang untuk membuat sesuatu."
Dalam akad bai' istishna, ada dua belah pihak yang terlibat. Pihak pertama adalah pemesan atau pembeli yang ingin memiliki barang tertentu yang belum ada atau belum diproduksi. Pihak kedua adalah produsen atau penjual yang akan membuat atau memproduksi barang tersebut sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati.
Proses transaksi akad bai' istishna dimulai dengan pembeli dan penjual sepakat mengenai harga, spesifikasi, dan waktu penyelesaian barang yang akan diproduksi. Setelah kesepakatan dicapai, pembeli melakukan pembayaran sebagian atau sepenuhnya kepada penjual. Penjual kemudian bertanggung jawab untuk memproduksi barang sesuai dengan spesifikasi yang disepakati. Setelah barang selesai diproduksi, penjual mengirimkan barang kepada pembeli sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pembeli kemudian membayar sisa pembayaran yang belum dilunasi sesuai dengan harga yang telah disepakati. Akad bai' istishna memiliki peran penting dalam memfasilitasi transaksi bisnis, terutama di sektor konstruksi, manufaktur, dan industri lainnya di mana barang yang akan dibeli belum ada atau belum diproduksi.
apa saja landasan hukum bai istishna?
Dasar hukum bai' istishna dalam Islam adalah sebagai berikut:
1. Al-Quran: Prinsip-prinsip umum dalam Islam yang mengatur transaksi bisnis, seperti keadilan, kesepakatan sukarela antara pihak-pihak yang terlibat, dan larangan riba, memberikan dasar bagi akad bai' istishna.
2. Sunnah Rasulullah SAW: Nabi Muhammad SAW secara langsung terlibat dalam transaksi bai' istishna dan memberikan petunjuk terkait dengan prinsip-prinsip dan praktik yang berkaitan dengan jenis transaksi ini. Hadits-hadits yang menceritakan tentang transaksi bai' istishna memberikan dasar hukum yang kuat bagi pelaksanaannya.
3. Ijma' (Kesepakatan Para Ulama): Para ulama dari berbagai mazhab dalam sejarah Islam telah mencapai kesepakatan bahwa akad bai' istishna adalah sah dan diperbolehkan dalam Islam. Mereka mengakui perlunya transaksi semacam ini untuk memenuhi kebutuhan pasar dan memberikan fleksibilitas dalam transaksi bisnis.
4. Qiyas (Analogi Hukum): Beberapa ulama menggunakan qiyas untuk memperkuat dasar hukum bai' istishna. Mereka mengaitkan transaksi ini dengan prinsip-prinsip jual beli yang telah diatur dalam hukum Islam, seperti akad jual beli murabahah, dan menganggap istishna sebagai bentuk khusus dari transaksi jual beli.