Mohon tunggu...
Febbfbrynt
Febbfbrynt Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Dengan membaca kita masuk ke dunia baru, dengan menulis kita menciptakannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Pernah Khawatirkan Masa Depanmu Selagi Allah Ada di Hatimu

25 September 2023   23:13 Diperbarui: 25 September 2023   23:29 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta, 25 September 2023- Setelah belajar banyak hal di tempat tak terduga ini, aku menyadari akan sebuah kebetulan bukan hanya sekadar kebetulan. Tapi, ada hukum sebab akibat, dan tentu saja dengan rencana terbaiknya, Allah sengaja menempatkan ku di sini, kota ini, lingkungan ini, kampus ini, suatu tempat yang tak pernah terbayangkan aku datangi di usia menginjak dewasa.

Aku hanya gadis biasa dengan ekonomi pas-pasan, kecerdasan rata-rata, keluarga biasa saja, dan hidup di perkampungan yang masih saja udik akan hal-hal kecil yang belum pernah diketahui. Meskipun begitu, aku bersyukur karena bisa mengenal Allah lebih dekat, dan mengenal sesuatu yang dasar tentang agama karena faktor sekolah dan lingkungan. Yang paling penting, tidak pernah meninggalkan kewajiban lima waktu dengan sengaja, menghormati kiyai dan guru, dan begitu pun orang tua.

Sebuah ingatan berkelebat di benakku. Saat SD, aku hanya gadis kecil dengan penampilan jelek dan berantakan, serta otak yang sama sekali tidak pintar. Aku selalu diremehkan dan dijauhi 'circle' pintar dan kaya teman sekelasku saat itu. Mereka seenaknya dan selalu menyuruh ini itu layaknya raja. Tapi dengan bodohnya aku patuh saja. Tidak ada yang spesial di sekolah dasar. Karena bahkan aku tidak sekolah TK sehingga memiliki kecerdasan di bawah rata-rata.

Aku tumbuh dan menaiki jenjang SMP di sekolah berlatar belakang agama. Tidak ada yang spesial juga, aku hanya mendapat teman baru yang tidak selalu bersama. Tapi kelas dua SMP, aku mulai belajar di sebuah pesantren salafi kecil di dekat rumah sehingga aku tahu apa itu kitab kuning, menghafal, dan belajar bahasa arab, meskipun sama sekali tidak mengerti. Pencapaianku hanya hafal beberapa kitab yang dikaji saja, seperti Jurumiyyah, Yaqulu, Imriti, dll. Tapi aku selalu tidak mengerti penjelasan guru di pesantren yang di mana aku ngalong di sana.

Aku tidak pernah masuk rangking 10 dari sejak SD, SMP, saking bodohnya. Tapi, yang aku ingat dan sampai sekarang masih bangga yaitu saat kelas 3 SMP, aku masuk ke 3 besar. Aku sangat bahagia sehingga tidak pernah melupakannya. Tapi setelahnya, aku tidak pernah mendapatkan rangking apa-apa lagi, seolah itu hanya angin lewat saja. Prestasiku sangat rendah.

Masuk ke jenjang SMA, aku hanya siswa pasif yang bahkan seperti pejalan kaki di cerita orang lain. Memiliki dua teman yang benar-benar dianggap sahabat. Mengikuti ekskul di tengah pengabaian orang lain, seringkali tidur di kelas, tidak suka matematika, fisika, biologi, tidak ada yang aku suka semua pelajaran kecuali agama. Benar-benar tidak ada yang spesial. Selain itu, penampilanku seperti biasa, selalu jelek dan berantakan sehingga tidak dihargai orang lain.

Kenangan sekolah benar-benar tidak seseru cerita orang lain. Aku tidak pernah aktif, dan selalu paling malas dan paling bodoh. Bolos seenaknya, kesiangan, tak pernah ambisius untuk belajar. Di tengah ekonomi keluarga yang pas-pasan juga, bayaran SPP semenjak satu SMA selalu terlewatkan. Sejak SMA, pikiranku hanya 'aku harus bekerja setelah lulus sekolah agar aku bisa membantu kedua orang tua'.

Suatu waktu di tahun terakhir sekolah, kita dikunjungi kakak-kakak yang promosi tempat kuliah mereka. Dijelaskan sedetail-detailnya sehingga tiba-tiba sebuah pikiran ingin kuliah muncul. Hanya saja itu sangat mustahil bagiku. Tentu saja, ekonomi tidak memungkinkan, selain itu, otakku yang pas-pasan mana bisa lanjut belajar? Tugas kecil SMA juga susahnya minta ampun, apalagi kuliah. Bergidik aku jadinya.

Setelah hari berlalu, keinginan untuk kuliah langsung tersapu seolah tak pernah ada. Tujuanku untuk masa depan adalah kerja, kerja, dan kerja.

Setelah lulus tanpa kenangan berkesan yang dalam, aku benar-benar langsung bekerja selama hampir setengah tahun. Kerja benar-benar melelahkan secara fisik maupun mental, tapi aku tidak pernah menyerah atau pun mengeluh. Kedua kakakku sudah kenyang bekerja untuk orang tuaku sejak lama, sekarang giliranku.

Waktu berlalu begitu cepat, kembali ke masa sekarang, aku masih tidak menyangka berada di tempat ini.

Sebuah kota yang jauh puluhan KM dari kotaku, dan aku berada di sebuah asrama yang kini sudah sudah setahun aku tinggali.

Aku hanya gadis kampung yang bahkan tidak pernah keluar kota selama 18 tahun. Bagaimana bisa saat ini aku berada di depok dan kuliah di Jakarta Selatan? Hei, pikiranku dipenuhi pekerjaan semenjak SMA! Kenapa malah jadi kuliah? Dengan otak pas-pasan ini?

Aku selalu mengkhawatirkan masa depanku saat itu, apakah aku hanya bekerja tanpa henti sampai menikah? Tapi nyatanya, saat ini aku tidak akan menikah sampai lulus kuliah! Bagaimana ceritanya aku bisa sampai di sini? Bertemu dengan banyak orang baik? Bertemu dengan lingkungan baik? Dan bisa mengetahui ternyata aku tidak bodoh, tapi sangat bodoh karena baru menyadari betapa luasnya ilmu!

Semakin aku mengetahui, semakin bodoh aku!

Mengapa Allah begitu baik padaku? Di tengah kesadaran banyaknya dosa, Allah tetap mengatur masa depanku begitu baik?

Hidupku yang monoton saat itu, mengapa kini dipenuhi pikiran tugas yang menumpuk? Rasa lelah fisik karena bekerja seharian saat itu, kenapa saat ini menjadi lelah berpikir karena terkuras habis oleh berbagai tugas pula? Merasa jauh darimu dengan hanya melaksanakan kewajiban tanpa berdoa, kenapa sekarang malah tak melewati berjama'ah bersama dengan begitu banyak teman?

Ya Allah, apa itu rencanamu? Tahun lalu, apakah Engkau sengaja membuat kontrak kerjaku habis sehingga aku bisa langsung berangkat ke tempat ini empat hari kemudian? Apakah Engkau sengaja memutus rencanaku untuk mencari pekerjaan lagi dan malah digantikan dengan registrasi masuk kuliah begitu tiba-tiba? Apakah Engkau sengaja menempatkan ku di tempat kuliah yang full beasiswa karena ekonomi keluargaku yang rendah? Atau apakah Engkau memberikanku rezeki begitu berlimpah dengan cara ini?

Kejadian dan takdir ini merupakan hal pertama paling plot twist di kehidupanku. Anehnya, otakku yang pas-pasan bisa beradaptasi dengan jurusanku sendiri yang notabene nya berpikir, berpikir, dan berpikir. Apalagi, aku dikelilingi begitu banyak teman yang pintar dan cerdas, mereka membuatku termotivasi untuk selalu berkembang dan melangkah maju.

Aku tidak pernah mengkhawatirkan masa depanku lagi. Entah masa depan besok, minggu depan, bulan depan, tahun depan, atau 5-20 tahun kemudian. Sesungguhnya masa depan yang sebenarnya adalah kematian, siapapun pasti sadar akan hal itu. Namun, manusia juga memiliki banyak harapan hidupnya di dunia, begitu pun aku.

Selagi kita berpikir positif, selagi kita melaksanakan kewajiban sebagai hamba, sebagai rakyat, sebagai keluarga, sebagai mahasiswa, dan sebagai diri sendiri, tidak perlu khawatir lagi.

Rencana terbaikmu, tidak sebaik rencana Allah yang bahkan mungkin berkali lipat lebih baik dari rencanamu.

Don't worry, Allah is always with me and ... you.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun