Setelah selesai berjualan, Gendis dan ibunya pulang ke rumah. Di perjalanan pulang, Gendis bertanya kepada ibunya tentang asal-usul variasi bahasa tersebut.
"Bu, kenapa ya kita bisa ngomong beda-beda? Apa sebabnya?" tanyanya penasaran.
Ibu Gendis tersenyum dan menjelaskan, "variasi bahasa itu muncul karena pengaruh sejarah dan budaya masing-masing daerah. Misalnya, logat Ngapak berasal dari daerah Banyumas yang terkenal dengan cara bicara yang lugas dan sederhana."
Gendis mendengarkan dengan seksama. Ia semakin tertarik untuk mempelajari lebih dalam tentang dialek-dialek yang ada di Jawa. Ibu Gendis melanjutkan penjelasannya tentang bagaimana interaksi antar daerah juga memengaruhi perkembangan bahasa.
Beberapa minggu kemudian, Gendis mendapatkan tugas sekolah untuk menulis tentang budaya lokal. Ia memutuskan untuk menulis tentang variasi bahasa Jawa di desanya. Dengan semangat, ia mulai mewawancarai tetangganya tentang variasi dan makna di balik kata-kata yang sering mereka gunakan.
"Saya suka sekali menggunakan kata 'kulo' saat berbicara," kata Bu Siti, seorang nenek berusia 70 tahun. "Itu artinya 'saya' dalam bahasa Jawa halus."
Gendis mencatat semua informasi dengan antusias. Ia menyadari bahwa setiap kata memiliki nuansa tersendiri tergantung pada konteksnya. Misalnya, kata "mangan" berarti makan dalam bahasa Jawa sehari-hari, tetapi jika diucapkan dalam konteks tertentu bisa menjadi lebih formal atau santai.
Setelah itu pada suatu hari, desa Sumber Rejo mengadakan festival budaya untuk merayakan keberagaman variasi bahasa dan budaya lokal. Gendis sangat antusias untuk ikut serta dalam acara tersebut. Ia bersama teman-temannya mempersiapkan pertunjukan teater yang mengangkat cerita rakyat dengan menggunakan berbagai bahasa.
Hari festival tiba dengan meriah. Warga desa berkumpul di alun-alun sambil mengenakan pakaian adat. Berbagai pertunjukan mulai ditampilkan; dari tari tradisional hingga pementasan drama oleh anak-anak sekolah.
Ketika giliran Gendis dan teman-temannya tampil, mereka membawakan cerita tentang legenda Roro Jonggrang dengan dialog-dialog lucu menggunakan berbagai dialek dari seluruh Jawa Tengah. Penonton tertawa riuh mendengar permainan kata-kata dan intonasi khas masing-masing tokoh.
Setelah festival berakhir, Gendis merasa bangga melihat antusiasme warga terhadap budaya lokal mereka. Ia menyadari bahwa keberagaman dialek adalah kekuatan yang harus dijaga dan dilestarikan.