Mohon tunggu...
Fazil Abdullah
Fazil Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulislah bila itu cahayamu. (Instagram/fazil.abdullah

Cerpen Perempuan yang Meminta Rokokmu dan Mogok di Hutan mendapat penghargaan dari Kompasiana (2017 dan 2018). _____________________________________________ linktr.ee/fazilabdullah 👈 merupakan pintu masuk menuju dunia karya saya. silakan masuk dan jelajahi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Melayang di Lautan Ilusi

27 Juli 2024   17:56 Diperbarui: 31 Juli 2024   21:50 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Kapal mainan Adventure mengarungi lautan hampir setahun. (Sumber: Oddity Central-Facebook via kompas.com)

Matahari jelang siang itu menyengat. Kapal membelah lautan, meninggalkan pelabuhan Banda Aceh menuju Sabang. Di antara penumpang, ada Akmal. Wajah anak muda itu sendu. Pandangannya kosong. 

"Akun Mobile Legends-ku, hilang. Omak oi... " rintihnya lirih, mengingat tragedi beberapa hari lalu. Akun game Mobile Legendsnya yang menjadi simbol kehebatannya, tempat pelariannya, direnggut peretas. Jiwanya pun dirasa runtuh. Ambruk seperti rumah kehilangan pondasi. 

Kapal terus melaju. Ombak terbelah. Angin berdesir. Pikiran Akmal pun masih terbelah. Ke akun yang hilang. Ke identitas yang terenggut. Ke hidup yang tak lagi berarti.

"Gak semangat aku hidup. Omak oi.. Hampa kali jiwaku," lirihnya.

Tiba-tiba, Akmal berdiri. Wajahnya tegang. Matanya nanar. Dia berjalan ke tepi kapal. Lalu, tanpa ragu, dia melompat. 

Jeritan penumpang memecah kesunyian. Awak kapal siaga. 

***

Kapten kapal berbalik arah. Mencari penumpang yang melompat dari kenyataan.  Akmal, sang legenda Mobile Legends, kini terombang-ambing di lautan. Antara hidup dan mati. Antara dunia maya dan nyata.

Air laut memeluk tubuh Akmal. Ombak mengombang-ambing tubuhnya. Teriakan penumpang kapal terdengar samar. Tapi Akmal menutup inderanya dari kenyataaan. Ia membiarkan tubuhnya terombang-ambing. Menunggu tenggelam. Hilang dari kenyataan. 

Tiba-tiba, seutas tali melingkar di pinggangnya. Akmal ditarik ke atas. Ke permukaan. Ke kenyataan meski di perahu kecil. Seorang nelayan menyelamatkan Akmal. 

Akmal terbatuk-batuk. Air laut keluar dari mulutnya. Dia membuka mata. Wajah cemas si Nelayan tua menatapnya. Akmal terpekur. Tak berani menatap balik. 

"Nak, meski hidup terasa berat kau rasa, terasa sia-sia, jalani saja dulu. Daripada mati sia-sia, itu sudah tertutup kesempatan berubah. Berubah menjadi berarti," katanya dengan keras. Bila tak keras, kata-kata di bawa angin lalu. 

Kata-kata Nelayan Tua berwajah getir cuma itu saja. Dinyalakan mesin perahu, diarahkan ke kapal yang ditumpangi Akmal. Kapal itu juga menuju ke arah mereka. 

Hati Akmal lengang. Namun ada gema suara Nelayan Tua berwajah getir dan gosong dipanggang matahari. Menalu-nalu jantung Akmal.

Dia mulai berpikir. Tentang mimpi-mimpinya yang terlupakan. Tentang keinginannya yang mau berubah.   

Akmal mendapat penglihatan jauh melampaui lautan. Menuju kehidupan lebih baik yang menunggunya di depan. 

Dia menyala spirit. Ia harus jalani saja dulu hidup. Dia harus bangkit, mungkin dengan sedikit atau banyak berjuang. Banyak atau sedikit, tergantung punya modal kuat seperti di dalam game Mobile Legends. Jadi untuk di dunia nyata, ia pun harus begitu. 

Ilustrasi. dokpri (Desain by canvaAI) 
Ilustrasi. dokpri (Desain by canvaAI) 

Kapal yang ditumpangi Akmal menjemputnya. Mengambil dan menaikkan Akmal ke kapal. Akmal duduk di sudut dek, dikerumuni para penumpang dan awak kapal. Karena penumpang ribut dan riuh bertanya, Akmal dibawa ke ruang lebih aman. Dijauhkan dulu dari kenyataan yang riuh. 

Akmal dikasih handuk dan baju ganti seadanya. Awak kapal tak banyak tanya. Pernah dilatih untuk bersikap empati sama orang depresi. Ia sebenarnya kesal sama-sama orang-orang yang mau bunuh diri. Tapi. Pelatihan yang diterima, mengajarinya mengesampingkan perasaannya dan mengembangkan empatinya pada pelaku. 

Akmal sambil duduk, mengelap rambut dan melepas baju. Ia tak bicara juga. Diam. Tapi, kali ini ada perbedaan. Sudah ada nyala energi. 

***

Sabang menyambut kapal dengan garang matahari. Kapal merapat di dermaga. Para penumpang turun. Akmal masih di ruang pengamanan. Belum boleh turun.

 "Tunggu Polisi dan orang tuamu yang jemput," kata awak kapal. 

Akmal mendadak panik. Ia seperti kesurupan. Mendobrak para awak kapal. Hendak ia melompat lagi ke laut. Tapi berhasil disergap awak kapal. 

Awak kapal bila tidak mengingat si anak muda sedang stres, mau ditimpuk kepala Akmal."Kau takut orang tua atau polisi?" 

"Keduanya," sahut Akmal lirih. 

Awak kapal geram dalam hati. Mau dijitak, tapi berhasil ia tahan diri.

"Entah apa di pikiranmu terhadap mereka," kata Awak kapal lunak. Dia cengkeram bahu Akmal erat. "Tapi ingat dan camkan kata-kataku, ya. Mereka itu pelindung! Kau ngerti pelindung?! Ngerti kan? Jadi, apapun kata dan perbuatan mereka sama kau itu artinya melindungimu! Jangan kau pikir laen dari itu. Ingat aja, artinya melindungimu! Ngerti?!" 

Akmal kini mendadak mematung. Seperti telah jinak. (*) 

---

Note: cerita ini dibuat secara fiktif berdasarkan peristiwa nyata. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun