Mohon tunggu...
Fazil Abdullah
Fazil Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulislah bila itu cahayamu. (Instagram/fazil.abdullah

Cerpen Perempuan yang Meminta Rokokmu dan Mogok di Hutan mendapat penghargaan dari Kompasiana (2017 dan 2018). _____________________________________________ linktr.ee/fazilabdullah 👈 merupakan pintu masuk menuju dunia karya saya. silakan masuk dan jelajahi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Para Tamu Rumah Kami

12 Januari 2023   18:14 Diperbarui: 1 Februari 2023   22:55 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Awalnya, cukup masuk akal alasan Mama ketika menyuruhku mematikan semua lampu di teras rumah. Lampu jalan yang berada tepat di depan rumah  komplek kami sudah cukup memberi penerangan, kata Mama.

Saat Mama mulai menambah perintah untuk mematikan seluruh lampu dalam rumah besar kami supaya hemat listrik, aku juga masih bisa mengerti. Kami mulai berat membayar listrik karena tidak ada pemasukan.

Lalu saat listrik akhirnya diputus PLN hingga rumah kami gelap gulita, itu pun masih wajar meski berat kuterima. Namun, mulai sulit untukku, ketika Mama mulai bicara dengan tamu kegelapan.

--

Keuangan sudah kritis. Perlahan isi rumah kami jual bertahap. Mama menyuruhku jual ke tetangga atau siapa saja yang mau. Awalnya lemari, kemudian sofa, meja, dan perabot-perabot yang bernilai jual tinggi. Merambah ke ranjang, kasur, dan peralatan dapur. Aku juga menjual boneka atau mainanku yang menggunung di kamar. Dua tahun saja isi rumah mampu membantu keuangan kami. Selanjutnya kosong.

Rumah besar dan bertingkat kami pun akhirnya kosong. Seperti hatiku. Kosong bertingkat-tingkat. Kosong ditinggal Papa yang pergi; kosong ditinggal jiwa Mama yang pergi, ke dunia gelap; kosong dari pendidikan yang telah kutinggalkan; dan kosong dari keuangan.

Agar tak kosong sekali ini hati, aku masuk ke dunia maya. Melalui handphoneku. Nonton video, bermain game, chatan dengan teman medsos, membaca online, atau menulis khayalan

--

Akan tetapi, perbuatanku dilarang Mama. Handphone yang nyala itu memancarkan cahaya. Sementara Mama mulai membenci cahaya, mencintai dan menikahi gelap. Mama dan gelap kini telah sepasang pengantin baru. Aku sering mendengar mereka bercengkrama, tertawa, bertengkar, berteriak, dan berdiam-diaman.

Pernah sekali Mama kudengar menangis panjang dan menyayat dalam gelap, tetapi setelah itu tidak pernah lagi. Aku pun pernah menangis tersedu, tapi Mama memarahiku. "Jadi laki jangan cengeng. Lemah kamu! Kayak Bapakmu!"

Aku sudah tidur sekasur bersama Mama. Di satu ruangan. Ruangan lain sudah kosong. Sangat tidak nyaman sebenarnya bagiku; remaja lima belas tahun usia tidur sekasur dengan ibunya. Akan tetapi, aku terpaksa. Biar Mama tak terlalu kekosongan. Lagipula aku pun tak punya kasur lagi, sudah terjual segala kenyamanan. Pergi sudah. Yang tinggal adalah kekosongan dan kegelapan.

Perlahan di rumah kami, aku mulai berteman dan menerima kekosongan dan kegelapan. Pada giringan waktu selanjutnya, kami kedatangan dan dihadirkan tamu-tamu lain.

---

Mama mulai jarang mandi, hemat air katanya. Akupun di suruh berhemat. Tak perlu mandi kalau bisa. Aku tak bisa. Paling tidak mandi sehari sekali. Kalau tidak, tubuh ini gerah, berdaki, dan kering.

Rumah kami pun gerah, berdebu, kering, serta berjaring laba-laba. Aku tak sanggup membersihkan. Alat pembersih pun cuma sapu, tanpa air, tangga, atau sapu panjang untuk menggapai plafon dan sudut-sudut langit rumah.

Kolam mandi di belakang rumah sudah lama kosong dari air. Terisi dedaunan pohon yang berguguran. Yang jatuh dan kering mengisi kolam. Sementara pohon makin naik meninggi tanpa dipangkas. Semak dan rumput menyeruak dan menjalar. Begitu pun depan rumah. Tanaman merambat menutupi pagar. Cabang dan rating pohon makin melebarkan diri merengkuh rumah kami. Bunga dan tanaman hias mulai layu. Sedih. Tersimpuh ke lantai. Lalu mati menjadi debu. Lalu bergentayangan mengisi rumah. Betah sekali. Tak pergi-pergi.

Petugas air datang. Mau mematikan aliran air ke rumah karena tak bayar-bayar. Mama tak protes. Cuma marah-marah ke petugas karena masuk ke pekarangan rumah kami. Pada giliran waktu selanjutnya, siapa pun yang datang akan diteriaki dan diusir Mama.

Yang boleh datang bertamu dan boleh menginap di rumah hanya kekosongan, kegelapan, dan kotoran. Selain itu, silakan pergi. Aku tak memprotes. Selama Mama merasa nyaman seperti itu, silakan.

---

Para tetangga yang mau menjenguk, kena damprat Mama. Maling dituduh Mama.  Tetangga pun akhirnya pergi. Pak RT tidak hanya diteriaki, tetapi juga diludahi. Pak RT menyarankan rumah besar kami dijual saja, juga Mama diminta berobat.

Hatiku menciut, sesak. Tersudut dan tertunduk. Pak RT bicara empat mata denganku. "Bujuk Mama mau dibawa ke rumah sakit." Biaya akan ditanggung bersama dengan iuran warga atau BPJS. Soal kebutuhan hari-hariku dan Mama, Pak RT dan tetangga sudah cukup membantu. Ia juga memberi pekerjaan ringan untuk saya.

--

Mama tak mau dibujuk. Ia sudah nyaman dengan kekasih gelapnya. Aku pun sudah menerima keadaan. Menerima para tamu yang betah menginap di rumah atau yang telah pergi. Semua kuterima saja.

Pada giliran waktu selanjutnya, nasibku sudah serasa biasa. Termasuk para tetangga sudah biasa melihat nasib kami. Tak lagi aneh atau mengagetkan. Semua menjalani hari seperti biasanya dan menemui beragam tamu kehidupan dengan nasib berbeda-beda.  *** (Bener Meriah, Aceh, Kamis,12/1/23)

---

Tambahan:

Kisah ini merupakan kepingan dari kisah-kisah lain yang saling terkait. Acak dan kepingannya bisa dibaca dari manasuka. Bila tertarik, kepingan lain bisa dibaca di tautan berikut ini:

Pengertian yang Tak Mudah

Ely, Ely, Temui Aku.... 

Keluarga Cahaya

Putri Nikah Siri

Ibu Menunggumu di Pantai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun