"Sepertinya pingsan." sahutku. Aku ke belakang, ke laci pantri.
"Ke mana kamu?"
"Mengambil tali kabel."
Kembali ke ruang depan, kuikat kedua tangan lelaki itu ke belakang tubuhnya. Kedua kakinya juga.
Selesai mengikat, aku duduk di sofa. Siapakah dia Mama? Pacar baru Mamakah? Lelaki itu sempat memberitahu dirinya, "Ini aku!" Hanya Mama dan Tuhan yang tahu siapa identitas lelaki itu. Malas saja kutanyakan. Pada Mama, pada Tuhan. Siapapun dia, aku tak pernah tertarik mengenalnya.
Mama masih berdiri.
Setahun lalu Ayah telah diceraikan. Selingkuh katanya. Aku pun tahu Mama juga selingkuh. Entah siapa yang memulai.
Ayah bekerja di luar kota. Mama bekerja di perusahaan di sini dengan jabatan tinggi. Sabtu Minggu Ayah pulang. Tak ada masalah kukira dengan hidup kami.Â
Sabtu Minggu adalah hari bahagiaku, berjumpa Ayah. Setiap minggu merindukan Ayah. Lalu Sabtu Minggu kami jalan-jalan. Selalu begitu.
Lalu keadaan berubah. Mereka berdiaman. Jalan-jalan tak lagi. Ayah tak lagi pulang Sabtu Minggu. Aku hanya disapa lewat android. "Datang saja ke mari. Ayah ongkosi!" Tapi Mama melarang.
Enam bulan kemudian, Mama menikah lagi. Nikah di bawah tangan, katanya. Pindah agama juga, ikut suami baru. Lelaki itu tinggal di rumah kami. Ayah pun diam-diam datang ke rumah kami. Lelaki itu dan Ayah menjadi kucing jantan. Memperebutkan betina dan wilayah kekuasaan.