Dalam dongeng tidak semata kejadian bombastis, melampaui nalar saja disuguhkan. Namun kejadian dalam dongeng, di dalamnya ada nilai-nilai ideal yang diterima umat manusia. Seperti kebaikan, kebenaran, keindahan, kebahagiaan. Nilai ideal ini ditunjukkan jelas dan tegas.
Nilai-nilai ideal ini bisa dilihat misalnya dari dongeng Beauty and the Beast. Seorang lelaki berstatus pangeran rupawan tak mau menolong seorang perempuan tua. Karena tak mau menolong, lelaki ini dikutuk menjadi buruk rupa.
Bisa disimak, memang kejadian di dalam dongeng dibangun sedemikian imajinatif, melampaui nalar, tetapi tidak kosong tanpa membawa nilai. Kejadian-kejadian khayal itu hanya sebagai metode dongeng untuk menyampaikan nilai ideal; kebaikan, keindahan, kebenaran.
Kejadian yang dikawinkan dengan nilai ideal inilah yang mengakibatkan manusia tak mudah melupakan, melekat di benak terhadap dongeng. Ini catatan pertama  kenapa dongeng menarik dan disukai serta terus bertahan.
2. Alur cerita
Awal kehadirannya, dongeng disampaikan dengan media lisan. Penyampaian dengan media lisan, tentu dibutuhkan metode agar mudah ditangkap, diingat, dan diceritakan kembali. Mudah diceritakan kembali dongeng, menyebabkan dongeng tak putus antargenerasi. Kemudahan ini berkait dengan alur cerita (kejadian antar-kejadian). Ini catatan kedua kenapa dongeng digemari.
Dalam mengalurkan kejadian, dongeng konsisten mengolah nilai ideal yang diadu dengan kebalikannya. Misalnya nilai baik-buruk, benar-salah, susah-senang, pintar-bodoh. Pengaluran kejadian ini memakai hukum sebab akibat dan urutan waktu (kronologis). Dengan alur sebab akibat dan urutan waktu, pembaca mudah mengikuti antar-kejadian.
Misalnya dalam dongeng Beauty and the Beast. Karena buruk rupa, lelaki ini hidup sendiri tak bahagia di istana. Harta dan pelayannya tak lagi membuatnya bahagia. Orang-orang takut dan tak menyukainya.
Kejadian-kejadian berurutan dialurkan sampai kelak ia bertemu putri. Pertemuan dengan putri ini menjadikan ia kembali ke rupa tampan.
3. Gaya bertutur
Gaya bertutur dongeng disampaikan dengan sederhana, jelas, tapi tegas. Dalam penuturan bagian cerita, dongeng tidak berbuih-buih, merumitkan penyampaian, atau bermetafora. Gaya bertuturnya langsung menjelaskan suatu  ide, perasaan, pikiran, benda-benda, dan hubungan-hubungan semua itu.