Namun, patut dipahami adalah bahwa, masing-masing relasi diatas menyimpan persoalan-persoalan yang sebagian besar merupakan efek tak terhindarkan dari rendahnya kualitas komunikasi, kompetisi masyarakat yang tidak disikapi secara dewasa, karakter sosial-budaya masyarakat Indonesia yang menjadi habit secara perlahan namun pasti. Tentu banyak persoalan lain yang terkait dengannya.
Ala kulli hal, yang jelas, bila tidak lagi memberikan peran dan kontribusi nirlaba bagi umat dan masyarakat, maka "habib" dan "sayid" tidak patut disandang karena ia telah kehilangan fungsinya sebagai pemimpin (sayid) atau sang kekasih (habib). Lebih-lebih bila simbol itu disalah gunakan atau disandang oleh orang yang mengabaikan moralitas. Namun hukum ini tidak bisa digeneralisasikan.
Bung Karno dalam memperingati lahirnya Pantjasila mengatakan, "Mendirikan negara Indonesia, yang kita semua mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, semua buat semua!". Dan saya bilang, Indonesia adalah buat semua, Indonesia bukan dan tidak boleh di-Arabisasikan atau di Saudisasikan atau di Wahabisasikan!. Indonesia untuk semua, bukan untuk di Arabkan!.[Math Kadhal]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H