Hai angin, kemana kekasihku rembulan mengapa tak ku lihat wajahnya
Tak tahukah dia betapa aku merindu sampai tubuhku kering
Angin berbisik ribut kala dia dengar suara pungguk yang memanggilnya
Wahai pungguk, siapa engkau?
Berani sekali engkau merindukannya dan berangan-angan tentangnya
Engkau terlalu jauh di dasar bumi sedangkan rembulan terlalu tinggi di atasmu
Tapi bukan salahku wahai angin
Tuhanku menciptakan rasa rindu ini kepadaku
Dan aku begitu begitu tersandera dengan rindu ini yang serupa api membakar diriku setiap  hari
Wahai pungguk
Berani sekali kau menyalahkan Tuhan mu, Tuhan kita
Bukan cinta yang salah letak di hatimu
Itu karena engkau terlalu lama menengadah sehingga kau lupa dimana kakimu kau pijak
Dan saat wajah rembulan menampakkan  di balik mega
Pungguk pun bersenandung lirih
Wahai kekasihku wahai pujaan hatiku
Aku begitu mendambamu
Mengapa aku menjadi serupa angin yang tak kau rasa kehadiranku
Sedangkan matamu sedikitpun  tidak tertuju padaku
Aku mabuk akan cantik mu
Pada setiap saat memandangmu aku seolah-olah mati ribuan kali
Tanpa kau arahkan panahmu ke jantungku
Wahai punggukÂ
Ranting tempat mu berpijak ini ikut mengering mendengar rintihmu
Cukuplah kau siksa dirimu pada sesuatu yang tak mampu kau raih
Jangan kau panjangkan anganmu
Cukuplah semesta merasa kasihan padamu
Si pungguk cuma terdiam  kala ranting menasihatinya
Dia terus mematung dengan rindu yang tak pernah di dengar dan di rasa rembulan
Fay.......28 Juli 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H