Mohon tunggu...
FAYAKUNARTO
FAYAKUNARTO Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana

NIM : 55522120033 - Mahasiswa Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen : Prof. Dr. Apollo M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Diskursus Hannah Arendt pada Fenomena Pajak Internasional dan Kondisi Manusia (The Human Condition) - Prof Apollo

6 Juli 2024   22:49 Diperbarui: 6 Juli 2024   23:00 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pajak internasional merupakan salah satu isu yang semakin penting dalam konteks globalisasi dan integrasi ekonomi internasional. Fenomena ini mencakup berbagai aspek seperti penghindaran pajak, perencanaan pajak agresif, dan kerja sama internasional dalam perpajakan. Berikut adalah analisis mendalam mengenai beberapa isu utama dalam pajak internasional.

Penghindaran Pajak dan Perencanaan Pajak Agresif

Salah satu fenomena utama dalam pajak internasional adalah penghindaran pajak dan perencanaan pajak agresif oleh perusahaan multinasional. Perusahaan multinasional sering memanfaatkan perbedaan sistem pajak antar negara untuk meminimalkan kewajiban pajak mereka. Teknik-teknik seperti transfer pricing, penggunaan perusahaan cangkang di yurisdiksi pajak rendah, dan pengalihan keuntungan ke negara-negara dengan tarif pajak rendah adalah beberapa strategi yang umum digunakan.

Menurut OECD (2013), "Base erosion and profit shifting (BEPS) mengacu pada strategi perencanaan pajak yang mengeksploitasi kesenjangan dan ketidakcocokan dalam aturan pajak untuk secara artifisial mengalihkan laba ke lokasi rendah atau tanpa pajak di mana ada sedikit atau tidak ada kegiatan ekonomi". Fenomena ini mengurangi basis pajak negara-negara di mana perusahaan-perusahaan ini beroperasi secara substantif, merugikan penerimaan pajak domestik.

Perjanjian Pajak Internasional

Untuk mengatasi masalah penghindaran pajak, banyak negara telah menandatangani perjanjian pajak bilateral atau multilateral. Perjanjian pajak ini bertujuan untuk menghindari pemajakan berganda dan mencegah penghindaran pajak. Perjanjian ini juga mengatur pertukaran informasi pajak antar negara untuk meningkatkan transparansi dan kerja sama dalam penegakan pajak.

Sebagai contoh, Perjanjian Pajak Model OECD (OECD Model Tax Convention) adalah kerangka umum yang digunakan oleh banyak negara dalam merumuskan perjanjian pajak mereka. OECD (2017) menjelaskan bahwa "Konvensi Pajak Model OECD adalah dasar untuk negosiasi dan penerapan perjanjian pajak bilateral antar negara"

Upaya Global: Inisiatif BEPS dan CRS

Salah satu upaya global yang signifikan dalam menangani penghindaran pajak adalah inisiatif BEPS yang dipimpin oleh OECD. Inisiatif ini terdiri dari 15 tindakan yang dirancang untuk memperkuat peraturan perpajakan internasional dan memastikan bahwa keuntungan dikenakan pajak di tempat kegiatan ekonomi yang menghasilkan keuntungan tersebut.

OECD (2015) menyatakan bahwa "Paket BEPS memberi negara-negara alat yang mereka butuhkan untuk memastikan bahwa laba dikenakan pajak, di mana kegiatan ekonomi yang menghasilkan laba dilakukan, dan di mana nilai diciptakan".

Selain itu, Common Reporting Standard (CRS) yang dikembangkan oleh OECD bertujuan untuk meningkatkan transparansi dengan mengharuskan negara-negara untuk saling bertukar informasi tentang rekening keuangan yang dimiliki oleh wajib pajak asing. CRS mulai berlaku pada tahun 2017 dan telah diadopsi oleh banyak negara di seluruh dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun