Mohon tunggu...
FAYAKUNARTO
FAYAKUNARTO Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana

NIM : 55522120033 - Mahasiswa Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen : Prof. Dr. Apollo M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB1 Pajak Internasional - Fenomena Hubungan Subjek Objek Pajak Dalam Negeri dan Luar Negeri - Prof. Apollo

18 April 2024   09:18 Diperbarui: 18 April 2024   09:32 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebijakan suatu negara yang tidak mengenakan pajak atau mengenakan pajak dengan sangat rendah sering disebut dengan istilah tax haven. Tentu saja keberadaan tax haven country akan merugikan negara lain yang tidak menerapkan kebijakan yang sama. Adanya tax haven country merupakan cikal bakal terjadinya praktik yang tidak sehat di bidang perpajakan internasional, di antaranya transfer pricing, controlled foreign corporation dan treaty shopping (Nataherwin et al., 2023).

Era globalisasi membuat perkembangan transaksi ekonomi antar negara semakin masif. Subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri sering terlibat dalam transaksi global terutama bagi perusahaan multinasional. Akibat dari globalisasi ekonomi tidak sedikit juga perusahaan nasional yang melakukan transaksi dengan perusahaan asing. Untuk menciptakan keadilan dalam aspek pemajakan beberapa negara menjalin kerjasama khususnya dibidang perpajakan yang tertuang dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (Tax Treaty). Hal ini menjadi fenomena yang terjadi dalam sistem perpajakan global.

Subjek Pajak adalah segala sesuatu yang dituju oleh Undang-Undang Perpajakan untuk dikenakan pajak, sehingga subjek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai penghasilan untuk dijadikan sasaran pengenaan pajak (Budiman et al., 2019). Subjek Pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan. Sedangkan Subjek pajak luar negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak, sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan kata lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif (Sihombing & Alestriana, 2020).

Dalam ruang lingkup pajak internasional fenomena hubungan antara subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri terletak pada objek pajaknya. Subjek pajak dalam negeri yang memperoleh penghasilan dari subjek pajak luar negeri, maka penghasilan tersebut termasuk dalam objek pajak luar negeri. Atas objek pajak luar negeri tersebut beban perpajakan menjadi kewajiban subjek pajak dalam negeri (wajib pajak). Sedangkan subjek pajak luar negeri yang menerima penghasilan dari subjek pajak dalam negeri, maka penghasilan tersebut merupakan objek pajak dalam negeri. Atas objek pajak dalam negeri yang diterima subjek pajak luar negeri (wajib pajak), maka beban perpajakan atas penghasilan tersebut menjadi beban subjek pajak luar negeri. Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak luar negeri dihitung dalam UU PPh pasal 17 dan dapat dikurangi dengan kredit PPh pasal 24 (jika ada) dari lawan transaksi (subjek pajak luar negeri) yang dapat digunakan oleh wajib pajak (subjek pajak dalam negeri). Sedangkan objek pajak dalam negeri yang diterima wajib pajak (subjek pajak luar negeri) dikenakan tarif pajak UU PPh Pasal 26. Persentase tarif untuk objek pajak dalam negeri yang diterima subjek pajak luar negeri akan berbeda-beda bagi tiap subjek pajak luar negeri yang disesuaikan dengan tax treaty antara negara pemberi penghasilan dengan negara asal subjek pajak luar negeri. Dalam hal negara asal subjek pajak luar negeri tidak memiliki tax treaty maka digunakan persentase tarif umum yaitu sebesar 20% dari penghasilan bruto yang diterima subjek pajak luar negeri. Disisi lain wajib pajak dalam negeri yang menerima penghasilan (objek pajak) luar negeri wajib menyampaikan SPT Tahunan Badan di Indonesia. Sementara subjek pajak luar negeri tidak perlu menyampaikan SPT karena merupakan wajib pajak luar negeri, dimana kewajiban tersebut dilakukan sesuai ketentuan negara asalnya. Namun hal tersebut tidak berlaku jika subjek pajak luar negeri mendirikan BUT di Indonesia, sehingga ketentuan perpajakan disamakan dengan wajib pajak badan di Indonesia.

Citasi :

  • Budiman, N. A., Mulyani, S., & Wijayani, D. R. (2019). Perpajakan. Badan Penerbit Universitas Muria Kudus.
  • Harjo, D. (2019). Perpajakan Indonesia sebagai Mata Perkuliahan di Perguruan Tinggi (Edisi Ke-2). Mitra Wacana Media.
  • Mustaqiem. (2014). Perpajakan Dalam Konteks Teori dan Hukum Pajak di Inddonesia. Buku Litera Yogyakarta.
  • Nataherwin, Dewi, S., & Widyasari. (2023). Pajak Internasional. Uwais Inspirasi Indonesia.
  • Sihombing, S., & Alestriana, S. S. (2020). Perpajakan Teori dan Aplikasi. Widina Bhakti Persada Bandung.
  • Supriatiningsih, & Darwis, H. (2020). Perpajakan I. Mujahid Press.
  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun