Problem pertama, ketersediaan infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Menurut data, dari sekitar 9.599 puskesmas dan 2.184 rumah sakit yang ada di seluruh Indonesia, sebagian besarnya masih berpusat di kota-kota besar. Di Indonesia, perbandingan tempat tidur rumah sakit yang tersedia per penduduk adalah 0,9 : 1000. Artinya, setiap 1000 orang penduduk, rumah sakit hanya bisa menampung tidak sampai 0.1%. Angka ini lebih buruk daripada di negara berkembang lain seperti Brasil dan Vietnam. Sementara angka tenaga medis per penduduk di Indonesia juga sangat rendah, yaitu 0.2% tenaga medis untuk setiap 1000 penduduk.
Problem kedua, soal distribusi tenaga kesehatan yang belum merata. Menurut data terakhir Kementerian Kesehatan RI, sebanyak 52,8 persen dokter spesialis berada di Jakarta, sementara di wilayah bagian Timur Indonesia hanya sekitar 1-3 persen saja. Data Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Kementerian Kesehatan menunjukkan dari 668.522 tenaga kesehatan, sebaran terbanyak berada di Jawa dan Bali (45,08 persen), Sumatera (27 persen), Nusa Tenggara dan Papua (3,91 persen dan 2,44 persen).
Problem ketiga, terkait dengan pendanaan. Pada tahun 2014, pemerintah hanya mengalokasikan 2,4 persen dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk bidang kesehatan. Padahal Undang-undang Kesehatan Nomor 36/2009 mengamanatkan dana kesehatan sebesar 5 persen.
Tiga problem tersebut berdampak pada lemahnya fungsi pencegahan dalam sistem kesehatan masyarakat kita. Kita seperti terus diburu oleh target penyembuhan, sementara sistem pencegahannya sangat lemah. Akibatnya, anggaran negara banyak terkuras untuk meladeni penyembuhan yang dari tahun ke tahun semakin kompleks dan tinggi biayanya.
Ketersediaan infrastruktur yang memadai merupakan prasyarat mutlak untuk membentuk sistem pencegahan yang efektif dan komprehensif. Kelemahan pada aspek infrastruktur akan melemahkan sistem pencegahan. Jadi, secara keseluruhan, sistem kesehatan kita memiliki dua kelemahan mendasar, yaitu suprastruktur (kesadaran perilaku hidup sehat) dan infrastruktur (sarana dan sumber daya manusia).
Kebijakan kesehatan Kementerian Kesehatan hendaknya mengedepankan visi pencegahan ketimbang pengobatan. Dalam jangka panjang, negara-negara yang sejak saat ini fokus pada visi pencegahan akan memiliki ketahanan yang tinggi dalam aspek kesehatan masyarakatnya. Dan ini modal penting dan berharga di masa depan. Yaitu era dimana ketahanan terbaik sebuah negara adalah kualitas sumber daya manusianya, bukan sumber daya alamnya. Kualitas kesehatan adalah salah satu bagian terpenting pertahanan seorang warga negara.**Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H