Mohon tunggu...
Fayakhun Andriadi
Fayakhun Andriadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Fayakhun Andriadi, Ketua Partai Golkar Prov DKI Jakarta. Anggota Komisi I DPR RI 2009 - 2014 dan 2014-2019. Lahir 24 Agustus 1972. Sarjana Elektro Universitas Diponegoro, Magister Komputer Universitas Indonesia (UI) dan menyelesaikan program Doktor Ilmu Politik UI (2014) dengan disertasi Demokrasi di Era Digital. Pemilik website www.fayakhun.com. Twitter: @fayakhun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dua Opsi untuk BNP2TKI

27 Juni 2011   06:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:08 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesemua penjelasan di atas ini membuktikan sangat jelas kegagalan pemerintah dalam melindungi warga negaranya. Negara telah melakukan pelanggaran secara sistematis terhadap konstitusi. Lalu siapa yang harus bertanggung jawab.

Dualisme
Selama ini, ketentuan perlindungan bagi TKI diatur dalam Undang-Undang No 39/2004 tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. UU itu pula yang mengamanatkan dibentuknya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) (pasal 94 ayat 1 dan 2). Sebuah badan yang bertugas melaksanakan program pelayanan penempatan dan perlindungan TKI G to G dan G to P, berkoordinasi, mengawasi dokumen, pembekalan dan pemberangkatan akhir, penyelesaian masalah, sumber pembiayaan, pemberangkatan sampai pemulangan, meningkatkan kualitas calon TKI, informasi, kualitas pelaksana penempatan TKI, dan peningkatan kesejahteraan TKI dan keluarganya.

BNP2TKI relasinya dengan Kemenakertrans sebagai pelaksana teknis dari kebijakan yang dikeluarkan kementerian dalam penempatan TKI di luar negeri. Dalam kenyataannya, selama ini kedua lembaga ini, karena menyangkut “lahan rezeki”, seringnya berebut peran dalam penempatan TKI. Bahkan keduanya terkesan kuat ada dualisme kepemimpinan dalam menyediakan pelayanan TKI.

Dalam UU No 39 tahun 2004, BNP2TKI melakukan penempatan dan perlindungan TKI yang dilaksanakan pemerintah G to G dan G to P. Artinya, lembaga ini melayani penempatan TKI yang dilaksanakan pemerintah, Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (PPTKIS), TKI mandiri dan penempatan perusahaan sendiri.

Dalam kenyataannya, terbitnya Peraturan Mennakertrans No 22 tahun 2008 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri dan Peraturan Menakertrans No 23 tahun 2008 tentang Asuransi TKI, berdampak pengalihan sejumlah pelayanan administrasi yang selama ini dilakukan oleh BNP2TKI. Sekalipun, kemudian pihak Kementerian mencabut peraturan No 22 tersebut, menggantinya dengan Peraturan Menteri No 15 tahun 2009, namun pihaknya kembali membuat tiga peraturan No 16, 17, dan 18 yang isinya tidak jauh beda dengan peraturan No 22 yang telah dicabut itu.

Dengan adanya peraturan itu, yang selama ini menjadi lahan rezeki BNP2TKI dalam pelayanan administrasi terpaksa harus diambil oleh pemerintah provinsi, kabupaten/kota. Pelayanan administrasi itu tentu saja sangat “basah” karena meliputi: pembuatan surat izin pengerahan, penyelenggaraan pembekalan akhir penempatan (PAP), pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN), sistem komunikasi KTKLN, rekomendasi fiskal, pengawasan lembaga pelatihan, klinik pemeriksaan kesehatan, sertifikasi, asuransi, dan pengelolaan terminal khusus TKI.

Dengan begitu juga, BNP2TKI hanya menempatkan TKI sesuai dengan perjanjian negara asal dan negara tujuan (G to G) yang selama ini terbatas pada penempatan ke Korea Selatan dan Jepang. Sementara negara penempatan lainnya dikelola oleh pemerintah daerah dan sejumlah pihak swasta (PPTKIS) yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintah.

Kendati belum lama ini, ikhtiar untuk mengatasi konflik itu berusaha ditempuh oleh Muhaimin dengan terbitnya Peraturan Menteri No 14 tahun 2010 tentang Pelaksanaan dan Penempatan TKI di luar negeri, namun substansinya tetap tidak jauh berbeda dengan peraturan sebelumnya. Artinya, pihak kemenakertrans masih belum rela memberikan sebagian lahan rezekinya dikelola oleh BNP2TKI.

Bila dilihat dari konteks kemunculan badan organisasi, konflik kepentingan itu sebetulnya tidak lebih dari kelanjutan konflik yang sudah sangat berlangsung lama. Yaitu pada masa Erman Suparno menjadi Menakertrans terbit UU penempatan dan perlindungan TKI yang selama ini dijadikan acuan (No 39/2004). UU itu mengamatkan dibentuknya BNP2TKI sebagai bentuk politik akomodasi pemerintah atas konflik yang terjadi antara lembaga-lembaga pengelola TKI yang pada saat itu di bawah payung APJATI (Asosiasi Pengusaha Jasa TKI) dengan kementerian. Sesuai dengan Perpres No 81 tahun 2006 tentang Pembentukan BNP2TKI, maka struktur operasional kerjanya berusaha melibatkan banyak unsur: antara lain Kemenlu, Kemenhub, Kemenakertrans, Kepolisian, Kemensos, Kemendiknas, Kemenkes, Imigrasi (Kemenhukam), Sesneg, dan lain-lain. Dengan harapan, dapat menjembatani berbagai kepentingan itu.

Dalam kenyataannya, kedua insitusi itu hingga kini masih berseteru dalam kepentingannya masing-masing. Bila sudah begini, jangan harap BNP2TKI dapat maksimal bertugas melakukan tugasnya dalam penempatan dan perlindungan terhadap TKI di luar negeri. Sampai pada titik inilah, TKI yang hanya jadi korban, karena tidaknya ada komitmen dan keseriusan dari para pemangku kebijakan dalam menangani mereka.

Jelas, sejak terbentuknya BNP2TKI itu, kondisi perlindungan TKI hingga kini belum juga cukup mengalami perbaikan, sebaliknya malah tambah parah. Tidak ada dalam sejarah penanganan TKI dari tahun 1980 yang begitu buruk justru terjadi setelah dibentuknya BNP2TKI. Meski tidak dapat disebut memiliki hubungan kausalitas, namun faktanya, memang sejak didirikan lembaga yang dalam konstitusinya bertugas melindungi TKI, dalam kenyataannya angka kekerasan yang dialami TKI setiap tahunnya terus meningkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun