Semenjak menikah, saya tinggal di daerah Kabupaten Bandung Barat (KBB) bersama istri. Karena tinggal di KBB pula, rutin mengkonsumi jamu yang dibuat oleh "Buddhe" sang penjual jamu dorong. Kenapa koq jamu dorong, bukan jamu gendong? Karena Buddhe memang menjaul dengan gerobak dorong, namun pembuatannya tetap menunggunakan metode tradiosional.
Saya tidak begitu paham mengapa jamu yang dibuat oleh Buddhe cocok di lidah ini, padahal sejak kecil saya tidak begitu suka jamu, karena sudah punya stigma bahwa jamu itu pahit, rasanya aneh, dan lain sebagainya. Tapi yang saya ingat, kebiasaan minum jamu di KBB itu karena Istri berlanggan jamu Buddhe, jadilah saya ditawari dan mulai mencoba pelan-pelan.
Pernah saat awal bertemu Buddhe menawari, tapi saya tolak. Beliau bilang, "Jamu buatan Buddhe manis koq, bisa disesuaikan rasa pahit atau manisnya". Awalnya saya tidak begitu percaya, namun saat berani mencoba malah jadi ketagihan.
Awalnya, rasa jamu yang pahit dan pedas memang tidak selalu menyenangkan. Namun, seiring waktu, saya mulai merasakan manfaatnya yang luar biasa bagi kesehatan. Karena kebiasaan itu pulalah, saya selalu mencari jamu dorong atau gendong di pasar-pasar tradisional, atau tempat lainnya yang saya singgahi.
Selain suka jamu buatan Buddhe penjual jamu dorong, belakangan saya juga menjadi suka jamu buatan Buddhe (Kakak dari Almarhum Ayah) yang beliau sebut jamu pokka, atau ramuan rempah-rempah khas Madura. Setelah minum jamu buatan kedua Buddhe itu pula biasanya, saya merasa badan lebih segar, bahkan tak jarang buat tidur lebih berkualitas. Hehe.
Pengalaman Sehat dengan Jamu Dorong
Minum jamu dorong setiap hari telah memberikan banyak dampak positif bagi kesehatan saya. Tubuh saya terasa lebih fit dan berenergi, stamina rasanya menjadi lebih baik. Jamu ini juga membantu meningkatkan daya tahan tubuh saya, sehingga saya jarang terserang penyakit.Â
Saya mulai mengenal berbagai jenis jamu yang ditawarkan Buddhe, seperti kunyit asam, beras kencur, dan temulawak. Masing-masing memiliki rasa dan khasiat yang unik. Kunyit asam, misalnya, terkenal untuk membantu mengatasi masalah pencernaan dan sebagai antioksidan yang kuat. Beras kencur, di sisi lain, dikenal untuk meningkatkan nafsu makan dan mengurangi rasa lelah.
Jamu temulawak adalah yang tidak begitu cocok dengan lidah saya. Rasanya bagi saya benar-benar pahit, tapi memang tidak sepahit julidan tetangga, namun setelah mengkonsumi temulawak biasanya tubuh terasa lebih ringan dan bertenaga. Kalau kata Budhhe, "temulawak itu bagus untuk jaga kesehatan hati dan imun alami mas". Jadi tidak heran siapa saja yang minum temulawak dengan rutin, merasa jarang sakit.
Istri saya juga merasa lebih sehat dan bugar sejak rutin mengkonsumsi jamu dari Buddhe. Selain efek fisik, minum jamu juga memberikan dampak positif pada kesehatan mental saya. Setiap kali minum jamu, saya merasa lebih rileks dan tenang.
Buddhe selalu menyajikan jamu dengan senyum hangat dan obrolan ringan. Beliau sering bercerita tentang manfaat dari setiap ramuan yang beliau racik. Dari cerita Buddhe, saya belajar bahwa setiap bahan yang digunakan memiliki berbagai khasiat. Dari beliau pula saya mengetahui dan menghargai proses pembuatan jamu yang ternyata tidak mudah. Setiap langkah membutuhkan kesabaran dan ketelitian, dari pemilihan bahan, proses pengolahan, hingga penyajiannya.
Satu diantara yang saya tidak habis pikir adalah, proses memarut berbagai bahan. Bagi saya pribadi, yang kadang membantu Istri memasak dan diberikan tugas untuk memarut, rasanya di kepala udah pengen bilang "aduh", hal yang menakjubkan Buddhe penjual jamu melakukan itu setiap hari, untuk memenuhi kebutuhan pelanggannya.
Pengalaman ini membuka mata saya tentang pentingnya menjaga kesehatan dengan cara alami. Jamu bukan hanya sekadar minuman tradisional, tetapi juga warisan budaya yang kaya akan nilai-nilai kesehatan. Saya merasa beruntung bisa menikmati jamu setiap hari dan merasakan manfaatnya secara langsung.
Kebiasaan minum jamu ini akhirnya menjadi bagian dari gaya hidup saya. Setiap pagi atau sore, sebelum memulai atau sesudah aktivitas, saya selalu menyempatkan diri untuk minum segelas jamu buatan Buddhe. Rasanya seperti memberikan suntikan energi alami yang membuat saya siap menghadapi hari. Bahkan ketika sedang bepergian, saya selalu mencari penjual jamu dorong atau gendong untuk memastikan saya tetap bisa menikmati minuman sehat ini.
Minum jamu juga mengajarkan saya tentang pentingnya menjaga keseimbangan dalam hidup. Tubuh kita adalah cerminan dari apa yang kita konsumsi. Dengan memilih minuman dan makanan yang sehat, kita memberikan yang terbaik untuk tubuh kita. Jamu, dengan segala manfaatnya, menjadi salah satu cara saya untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh.
Kini, minum jamu bukan lagi sekadar rutinitas, tetapi menjadi bagian penting dari kehidupan saya dan istri. Kami berdua menikmati momen-momen minum jamu bersama, berbagi cerita dan pengalaman. Jamu telah menjadi jembatan yang menghubungkan kami dengan tradisi dan kesehatan alami. Dengan terus menjaga kebiasaan ini, kami berharap bisa terus menikmati manfaatnya hingga tua nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H