Pada bulan agustus, seluruh rakyat di Indonesia melakukan pelbagai kegiatan dan perayaan, dalam memaknai kemerdekaan yang diraih bangsa.Â
Bicara tentang pemaknaan kemerdekaan, ternyata hal tersebut juga dilakukan oleh kawan-kawan OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta) dan Disabilitas, dalam Ruang Publik KBR melalui siaran Youtube pada selasa (24/8) yang dipandu oleh Rizal Wijaya dengan narasumber Marsinah Dhedhe (OYPMK/Aktivis Disabilitas & Perempuan) serta Dr. Mimi Mariani Lusli (Direktur Mimi Institute)
Ada beberapa hal yang disampaikan kedua narasumber dalam kesempatan tersebut, antara lain tentang pemaknaan kemerdekaan dan kebebasan berkarya kawan-kawan OYPMK dan disabilitas, selain itu berbincang tentang kesejahteraan mental dan perlunya sosialisasi juga peran serta masyarakat agar dapat menjadi mendukung dan pemberdayaan kawan-kawan disabilitas dan OYPMK.
Hal yang menarik disampaikan oleh Marsinah Dhedhe karena mendapatkan kusta saat kecil, dan identifikasi berpenyakit kusta dilakukan secara mandiri, karena sempat mendengarkan edukasi yang ada di radio daerah.
 Identifikasi yang dilakukan anak berumur 8 tahun, bagi saya itu sangat progresif dan kritis karena apa yang disampaikan oleh narasumber radio, didengarkan oleh Marsinah dengan baik, sehingga ia dapat mengidentifikasi bahwa dia kusta, dan segera minta orang tuanya mengantarkan ke puskesmas karena menderita kusta.
Setelah melakukan pengecekan di puskesmas, Marsinah divonis menderita kusta yang kemudian harus menjalani pengobatan  selama dua tahun lamanya.
"Setelah divonis menderita kusta, di rumah orang tua saya mendukung proses penyembuhan, dan saya tidak merasa terjadi apa-apa, karena orang tua serta keluarga merasa penyakit saya dapat sembuh, dengan proses pengobatan yang dilakukan di puskesmas.Â
Namun, dua langkah saya keluar dari rumah, saya mendapatkan banyak perisakan baik dari teman dan lainnya", ungkap Marsinah.
Marsinah mengalami berbagai perisakan saat divonis menderita kusta, karena ada beberapa perubahan fisik yang harus dialami dalam proses pengobatan. Namun perisakan yang paling diingat oleh Marsinah, bukan dari teman-temannya melainkan dari guru di sekolahnya, yang tidak mengizinkan Marsinah masuk sekolah dan disuruh pulang ke rumah oleh salah seorang guru.
"Saya masih ingat sekali, saat guru tersebut menyuruh pulang, saya pulang dengan menangis dan bapak mengetahuinya. Langsung bapak saya itu datang ke sekolah membawa parang, karena merasa sangat kecewa terhadap perlakuan yang salah seorang guru terhadap saya.Â
Bapak saya merasa bahwa saya tetap berhak mendapatkan pendidikan walaupun menderita kusta", cerita Marsinah. Beruntung pada saat itu ada beberapa guru yang paham tentang kusta, dan memberikan edukasi di sekolah sehingga Marsinah tetap mendapatkan hak pendidikannya hingga selesai.
Dari paparan Marsinah saya merefleksikan beberapa hal tentang apa yang harus dihadapi secara khusus oleh kawan-kawan OYPMK, pertama, perlunya ada edukasi yang baik kepada masyarakat sehingga informasi tersebut dapat mendukung proses penyembuhan penderita, bukan justru mendapatkan stigma atau pengucilan seperti yang diterima oleh Marsinah. Kedua, keluarga merupakan sistem pendukung pertama yang harus bersikap positif, agar mental penderita stabil sehingga dapat mendukung penyembuhan secara baik. Terakhir, bijak dan kritis dalam menerima informasi agar dapat bertindak dengan baik, sehingga tidak memberikan prasangka tertentu kepada seorang penderita. Maka dari itu, marilah kita memaknai kemerdekaan dengan memberikan dukungan dan bersikap positif kepada kawan-kawan disabilitas dan OYPMK.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H