"Assyafaru Madrasatun Kaburatun, perjalanan ada sekolah yang paling luas”.
Itulah kalimat yang terlontar dari Kakek saya, saya kurang ingat tepatnya kapan. Namun entah mengapa, kalimat tersebut begitu kuat dalam ingatan saya, bahkan saya menyandingkan kalimat tersebut dengan ungkapan Andrea Hirata yang begitu puitis.
Bunyinya seperti ini, “Bermimpilah, maka mimpi mu akan dipeluk oleh Tuhan”. Ah, rasanya, kedua kalimat tersebut yang terus menjadi mantra dalam ingatan saya hingga saat ini.
Perjalanan atau yang lebih akrab dengan istilah travelling, dalam sudut pandang saya, merupakan sebuah kontemplasi. Ya sebuah cara saya untuk lebih memusatkan pikiran kepada diri sendiri, alam dan Pencipta.
Benarlah ungkapan kata mutiara yang disampaikan oleh Kakek saya, dimana perjalanan merupakan sekolah yang paling luas. Ya, seluas kita melewati cakrawala yang kita inginkan, dari berbagai cakrawala itulah kita mendapatkan banyak pembelajaran.
Tentunya, dalam setiap perjalanan kita akan mendapatkan berbagai hal baru, entah itu berbentuk pengalaman, kegiatan, sudut pandang hingga kultur yang ada pada sebuah daerah. Tak ayal, hal tersebut memberikan banyak efek kepada diri sang pejalan.
Kegemaran tersebut disemai oleh Kakek yang dalam kesehariannya, banyak mengunjungi berbagai tempat di Indonesia, bahkan tidak hanya Indonesia, namun juga berbagai negara yang memiliki sejarah kuat akan peradaban manusia.
Sayangnya, dari berbagai perjalanan tersebut, Kakek saya tidak memiliki banyak dokumentasi. Sehingga saya hanya dapat mendengarkan berbagai cerita tentang keindahan tempat-tempat yang pernah ia singgahi, tanpa dapat melihat aslinya.
Untuk menghindari kejadian tersebut dimasa mendatang, dalam setiap perjalanan saya, diri saya mewajibkan untuk membawa kamera digital, dengan resolusi gambar terbaik. Agar memberikan kenyaman dalam pengambilan gambar, dan puas dengan hasil yang didapatkan.
Tak kalah penting adalah, notebook. Ya, bagi saya notebook alat wajib dalam setiap perjalanan. Walau memiliki peran kedua, namun peran notebook begitu penting dalam setiap perjalanan saya, entah sebagai alat penyimpanan berbagai foto, atau sebagai alat menuliskan berbagai pengalaman yang saya dapatkan.
Salah satu tempat yang turut andil memberikan kekuatan pulih pada diri saya adalah, Sukabumi. Ya, Sukabumi, sebuah daerah yang berada tidak jauh dari Jakarta. Atau lebih tepatnya Pelabuhan Ratu, tempat dimana berbagai keindahan alam hadir.
Alam Sukabumi begitu lengkap, dari bukit, gunung, sungai, hingga laut. Namun saat itu saya putuskan untuk pergi kelaut, ya sayang ingin ombak membawa berbagai kesedihan hati saya, dan membuangnya menuju samudra terdalam.
Saya habiskan waktu tiga hari, kegiatan yang saya lakukan adalah berjalan menyusuri berbagai pantai yang ada di Sukabumi. Mulai dari Pantai Pelabuhan Ratu, Citepus, Karang Hawu, Cimaja, Karang Sari, Karang Papak, hingga pantai Amanda Ratu.
Di Pantai-pantai tersebut, saya hanya berjalan sendiri, sambil melihat berbagai kegiatan yang dilakukan oleh banyak orang. Entah mengapa, hal yang tidak terlewatkan dari perjalanan tersebut adalah dokumentasi.
Namun dari berbagai kegiatan yang banyak memberikan pengaruh kepada diri saya adalah, dengan menulis dinotebook. Ya, berbagai tulisan saya buat untuk menghilangkan rasa tak nyaman dalam hati.
Bahkan saya banyak mengumpat Tuhan saat itu, ada rasa tidak terima yang begitu sangat kala itu. Namun perlahan hal itu hilang dalam perjalanan, saya ketika di Karang Hawu. Dimana ada seorang ibu penjual es kepala muda memberikan nasihat yang begitu indah, bahkan hingga saat ini yang cukup berterima kasih kepada beliau.
Setelah mendengarkan apa yang disampaikan oleh Ibu tersebut, saya hanya membisu. Saya kembali ke hotel dengan perasaan nyaman, dan berkata “Ya, saya harus lebih sadar diri siapa diri saya”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H