Pak Jarot mengatakan, bahwa ketinggian Gunung Ijen sendiri kurang lebih sekitar 2.600 mdpl. Dalam perjalanan menuju puncak, para wisatawan harus berjalan menanjak sekitar 3 km dan 400 meter berputar mengelilingi bukit dengan jalan yang landai/datar.
Langkah perlahan-lahan menuju puncak adalah sesuatu hal yang paling baik, selain tidak terlalu menguras tenaga, langkah perlahan juga akan memberikan efek kepada badan untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Ya, setidaknya itu yang saya rasakan ketika mendaki Gunung Ijen saat itu.
Entah sejak kapan rombongan kami terpecah-pecah, yang saya ingat pukul 03.45 wib di puncak Gunung Ijen, saya hanya bertemu 4 orang. Mereka adalah Pak Jarot, Mas Him salah seorang tim dari Ind.Travel, Mas Bagus seorang Blogger Jogja yang hobi gowes dan Mas Karmin seorang Blogger dari Jakarta yang sudah cukup senior. Ketika bertanya dimana teman-teman lain, kami hanya terdiam satu sama lain.
Ada rasa sesal ketika hal itu keluar dari ucapan Pak Jarot, namun pun kami memaksakan untuk tetap turun menuju kawah, banyak resiko yang harus diambil. Terlebih kondisi alam tidak mendukung sama sekali untuk turun menuju kawah. Alternatif lain yang ditawarkan beliau adalah, rombongan kami menunggu teman-teman lain, kemudian melihat keindahan pagi di Puncak Gunung Ijen.
Ya, biar lah itu menjadi obat kecewa kami yang tidak mendapatkan bluefire, keyakinan yang ada dalam hati ini adalah bahwa, Gunung Ijen akan mengundang saya kembali untuk memperlihatkan keindahan blue fire yang tersohor hingga mancanegara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H