Siapa sangka, ternyata Banyuwangi mempunyai suku asli yang tetap ada hingga saat ini. Suku tersebut bernama Suku Osing, mungkin bagi kebanyakan kita, suku tersebut terdengar sangat asing, berbeda dengan Suku Baduy dan Suku Bajo yang lebih akrab di telinga. Akan tetapi, terlepas dari apapun itu, mengenal dan belajar kepada Suku Osing secara lebih dekat menjadi pengalaman yang begitu mengesankan bagi saya.
Ketika bertanya tentang sejarah Suku Osing, yang saya paham dari pemaparan Pak Ridho adalah bahwa, Suku Osing adalah pecahan dari kerajaan Majapahit yang melarikan ke daerah timur Jawa. Dari pelarian tersebut, masyarakat yang ikut menyebar ke beberapa daerah yang ada di Banyuwangi hingga menetap begitu lama.
Akan tetapi, versi tersebut sangat berbeda dengan yang dipaparkan oleh Pak Eka yang menjadi pengantar saya dan teman-teman dalam acara yang didukung oleh Kementrian Pariwisata, yang berpartisipasi untuk meramaikan event International Tour de Banyuwangi Ijen, beliau menyatakan bahwa Suku Osing adalah suku asli yang dahulunya ingin diberantas oleh Belanda, akan tetapi Belanda tidak mampu untuk memberantas suku tersebut karena kekuatan yang di miliki Suku Osing.
Ternyata rencana penyerangan telah diketahui oleh Suku Osing, baru diketahui belakangan oleh Belanda bahwa, Suku Osing menyamar di berbagai perkampungan yang ada di Banyuwangi untuk menyelamatkan diri. Tak hilang akal, akhirnya Belanda tetap mencari keberadaan Suku Osing tersebut, hingga setiap masyarakat yang ada disisir secara satu-persatu untuk mencari keberadaan Suku Osing. Namun apapun usaha yang dilakukan oleh Belanda tetap nihil hasil-nya, hingga mereka menyerah untuk mencari keberadaan Suku Osing. Dari penyamaran Suku Osing beberapa tahun itulah, Suku Osing tetap bertahan hingga saat ini.
Itulah dua versi sejarah yang saya dapatkan tentang Suku Osing, dari dua versi sejarah tersebut sebenarnya Suku Osing tidak terlalu memusingkan hal tersebut, menurut Suku Osing, melestarikan kebudayaan yang diwarisi oleh leluhur adalah sesuatu yang lebih utama dari apapun.
Tarian Barong Prejeng memiliki filosofi yang begitu menarik, dimana Barong memberikan tanda kekuatan positif yang mampu mengusir aura-aura negatif. Oleh karenanya, Tarian Barong Prejeng dihadirkan dihadapan para tamu agar para tamu tetap pada keselamatan, dan bentuk perlindungan tuan rumah atas hal-hal yang tidak diinginkan oleh tamu.
Setelah sampai di suatu sudut kampung, kami para tamu disuguhi jajanan khas Indonesia, seperti kacang rebus, tape, lontong dan lain sebagainya. Tak lupa ada yang sangat menarik perhatian saya saat itu, hal itu adalah air dalam kendi yang sangat segar ketika diminum.
Sambil menyantap jajanan ada beberapa sambutan dari pihak tuan rumah, termasuk dari ketua Suku Osing yang menjelaskan panjang lebar tentang apa yang ada di Desa Kemiren. Beliau mengenakan pakaian yang sangat khas, baik dari baju, celana dan iket kepala. Begitu khas, bahkan saya sangat tertarik dengan ikat kepala-nya hingga sempat bertanya apakah saya boleh memiliki ikat tersebut, tapi sayangnya ikat yang saya inginkan tak diberikan, karena ikat tersebut adalah ikat kepala yang turun-temurun dari Suku Osing.