Siapa sangka, ternyata Banyuwangi mempunyai suku asli yang tetap ada hingga saat ini. Suku tersebut bernama Suku Osing, mungkin bagi kebanyakan kita, suku tersebut terdengar sangat asing, berbeda dengan Suku Baduy dan Suku Bajo yang lebih akrab di telinga. Akan tetapi, terlepas dari apapun itu, mengenal dan belajar kepada Suku Osing secara lebih dekat menjadi pengalaman yang begitu mengesankan bagi saya.
Ketika bertanya tentang sejarah Suku Osing, yang saya paham dari pemaparan Pak Ridho adalah bahwa, Suku Osing adalah pecahan dari kerajaan Majapahit yang melarikan ke daerah timur Jawa. Dari pelarian tersebut, masyarakat yang ikut menyebar ke beberapa daerah yang ada di Banyuwangi hingga menetap begitu lama.
Akan tetapi, versi tersebut sangat berbeda dengan yang dipaparkan oleh Pak Eka yang menjadi pengantar saya dan teman-teman dalam acara yang didukung oleh Kementrian Pariwisata, yang berpartisipasi untuk meramaikan event International Tour de Banyuwangi Ijen, beliau menyatakan bahwa Suku Osing adalah suku asli yang dahulunya ingin diberantas oleh Belanda, akan tetapi Belanda tidak mampu untuk memberantas suku tersebut karena kekuatan yang di miliki Suku Osing.
![Dok. Pri | Jajanan yang disuguhkan oleh Suku Osing, Banyuwangi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/14/dscn0224-jpg-5736f41390fdfd5207fe950a.jpg?t=o&v=770)
Ternyata rencana penyerangan telah diketahui oleh Suku Osing, baru diketahui belakangan oleh Belanda bahwa, Suku Osing menyamar di berbagai perkampungan yang ada di Banyuwangi untuk menyelamatkan diri. Tak hilang akal, akhirnya Belanda tetap mencari keberadaan Suku Osing tersebut, hingga setiap masyarakat yang ada disisir secara satu-persatu untuk mencari keberadaan Suku Osing. Namun apapun usaha yang dilakukan oleh Belanda tetap nihil hasil-nya, hingga mereka menyerah untuk mencari keberadaan Suku Osing. Dari penyamaran Suku Osing beberapa tahun itulah, Suku Osing tetap bertahan hingga saat ini.
Itulah dua versi sejarah yang saya dapatkan tentang Suku Osing, dari dua versi sejarah tersebut sebenarnya Suku Osing tidak terlalu memusingkan hal tersebut, menurut Suku Osing, melestarikan kebudayaan yang diwarisi oleh leluhur adalah sesuatu yang lebih utama dari apapun.
![Dok. Pri | Sajian Pecel Pitik yang hanya ada dan disajikan oleh Suku Osing Banyuwangi.](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/14/dscn0264-jpg-5736f4503cafbd0c0fcf66e0.jpg?t=o&v=770)
Tarian Barong Prejeng memiliki filosofi yang begitu menarik, dimana Barong memberikan tanda kekuatan positif yang mampu mengusir aura-aura negatif. Oleh karenanya, Tarian Barong Prejeng dihadirkan dihadapan para tamu agar para tamu tetap pada keselamatan, dan bentuk perlindungan tuan rumah atas hal-hal yang tidak diinginkan oleh tamu.
Setelah sampai di suatu sudut kampung, kami para tamu disuguhi jajanan khas Indonesia, seperti kacang rebus, tape, lontong dan lain sebagainya. Tak lupa ada yang sangat menarik perhatian saya saat itu, hal itu adalah air dalam kendi yang sangat segar ketika diminum.
Sambil menyantap jajanan ada beberapa sambutan dari pihak tuan rumah, termasuk dari ketua Suku Osing yang menjelaskan panjang lebar tentang apa yang ada di Desa Kemiren. Beliau mengenakan pakaian yang sangat khas, baik dari baju, celana dan iket kepala. Begitu khas, bahkan saya sangat tertarik dengan ikat kepala-nya hingga sempat bertanya apakah saya boleh memiliki ikat tersebut, tapi sayangnya ikat yang saya inginkan tak diberikan, karena ikat tersebut adalah ikat kepala yang turun-temurun dari Suku Osing.
![Dok. Pri | Tetua Suku Osing Banyuwangi yang menggunakan ikat kepala khusus](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/14/dscn0197-jpg-5736f4d20f97736c076bf893.jpg?t=o&v=770)
Setelah pemaparan yang disampaikan oleh pihak terkait, kami para tamu dipersilahkan untuk menyantap ramah-tamah yang telah disiapkan oleh Suku Osing. Kabarnya sajian yang disuguhkan adalah sajian sangat spesial, karena sajian tersebut tidak diperjual-belikan dan hanya mampu dibuat oleh Suku Osing. Pun sajian tersebut dikenal dengan Pecel Pitik, adapun cerita dibalik Pecel Pitik yang ada di Suku Osing akan saya buat tulisan secara terpisah.
Setelah sajian Pecel Pitik kami santap dengan begitu lahap, suguhan terakhir adalah Tarian Jejer Gandrung Semi. Tarian ini dibawakan oleh dua orang perempuan yang memakai baju khusus, tak lupa sebuah selendang merah memberikan polesan begitu apik, ditambah dengan sebuah mahkota yang cantik menghiasi kepala para penari Jejer Gandrung Semi.
Tarian Gandrung Semi tak terasa begitu cepat berlalu, padahal saya masih betah melihat tarian tersebut. Sayangnya waktu membatasi kami para tamu, hingga akhirnya kami harus meninggalkan Desa Kemiren dan Suku Osing.
![Dok. Pri | Penari Gandrung Semi yang menawan dalam tampilannya](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/14/dscn0282-jpg-5736f5350f977359076bf87c.jpg?t=o&v=770)
![Dok. Pri | Tetua Suku Osing Banyuwangi sedang memperikan pemaran tentang Suku Osing, Tarian Barong dan Tarian Gandrung Semi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/14/dscn0309-jpg-5736f5730f97736c076bf898.jpg?t=o&v=770)
![Dok. Pri | Para pemuda dan pemudi Suku Osing yang masih memegang teguh adat-istiadat sukunya sendiri, kecintaan kepada sukunya menghadirkan rasa kepedulian akan kesenian dan kebudayaan yang masih tetap di pegang teguh oleh setiap generasinya.](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/14/dscn0323-jpg-5736f5c490fdfdfc06fe950d.jpg?t=o&v=770)
![Dok. Pri | apabila ingin mengetahui lebih banyak tentang Suku Osing Banyuwangi, bisa hubungi nomer tersebut dan apapun tentang pertunjukan lainnya bisa ditanyakan lebih detail.](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/14/dscn0188-jpg-5736f64505b0bd8a062f6e77.jpg?t=o&v=770)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI