Mohon tunggu...
Fawwaz Ibrahim
Fawwaz Ibrahim Mohon Tunggu... Lainnya - Aktivis Pendidikan

Belajar untuk menulis kembali

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pulau Bidadari: Wisata untuk Membangun Rasa Cinta Akan Sejarah

7 November 2015   12:35 Diperbarui: 7 November 2015   12:53 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dok. Pri | Para peserta eksplorasi Pulau Bidadari bersama kompasiana"][/caption]

Pagi itu cukup terik, waktu sudah menunjukkan pukul 8, tulisan dermaga 15 yang terlihat jelas, ramai memang saat itu, namun tidak satu wajah yang ku kenal pagi itu. Mungkin aku datang terlalu pagi, akan tetapi lebih baik datang terlalu pagi dari pada harus terlambat. Sambil menunggu kedatangan teman-teman lain, aku putuskan untuk berjalan-jalan terlebih dahulu, setidaknya berjalan sambil mencari sarapan yang tepat untuk tubuh.

Setelah dirasa puas sarapan dan berjalan-jalan, ku kembali menuju dermaga 15, dari kejauhan terlihat salah seorang yang aku kenal. Benar saja, ternyata salah seorang Kompasianer dari Bandung, yaitu, Ali Muakhir. Setelah menunggu beberapa saat, para peserta lainnya pun berdatangan satu persatu. Salah seorang admin pun mengajak kami para peserta untuk berkumpul disalah satu kantor agent wisata, yang menjadi rekanan Kompasiana dalam acara kali itu.

Acara Kompasiana kali itu bekerja sama dengan Kementrian Pariwisata, dimana para peserta yang terpilih mendapatkan kesempatan untuk mengekplorasi beberapa pulau disekitaran Pulau Bidadari. Aku termasuk salah satu dari peserta tersebut, cukup istimewa memang saat itu, karena itu pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Pulau tersebut.

Dari Dermaga 15 Marina Ancol Jakarta, kami para peserta menggunakan sebuah kapal cepat, butuh waktu sekitar 30-40 menit dari Dermaga tersebut menuju Pulau Bidadari. Tetapi aku tidak tahu tepatnya waktu perjalanan kemarin, karena ketika aku sudah sampai kapal dan duduk, posisi untuk tidur lebih nyaman untuk ku ambil. Ya, karena memang perjalanan laut belum bisa berdamai dengan ku.

Pulau Sakit Kini Menjadi Pulau Wisata

Mata ku saat itu masing terasa buram, namun terlihat bahwa kapal yang mengantar ku sudah merapat di dermaga kecil di sebuah pulau. Cepat sekali pikirku, barang-barang ku bawa keluar kapal dan pasir Pulau Bidadari pun aku injak pertama kalinya. Senang rasanya sudah sampai, salah seorang petugas Bidadari Eco Resort memberikan arah kemana para peserta harus berkumpul. Ternyata para peserta berkumpul terlebih dahulu di front office Bidadari Eco Resort, welcome drink tersedia dengan rapih, satu persatu peserta pun mengambil minuman tersebut untuk menghilangkan dahaga.

[caption caption="Dok. Pri | Beberapa saat setelah sampai di pulau Bidadari"]

[/caption]

Yosh Aditya membuka acara tersebut dengan begitu meriah, penuh canda dan tawa. Akan tetapi hal tersebut tidak mengurangi pokok acara, karena hadir beberapa sambutan antara lain dari pihak Kementrian Pariwisata yang di wakili oleh Leonita Simbolon, Bidadari Eco Resort, juga dari pihak Kompasiana. Setelah semua sambutan selesai, pihak Kompasiana memperkenalkan Candrian Attahiyyat, seorang arkeolog yang namanya cukup terkemuka di lingkungan pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Pak Candrian inilah yang memberikan banyak pengetahuan sejarah kepada para kompasianer, tentang beberapa pulau yang diekprolasi hari itu.

Setelah acara pembukaan dan beberapa sambutan di front office, pak Candrian mengajak para kompasianer menuju Benteng Martello. Benteng tersebut adalah salah satu peninggalan Belanda yang bisa dikatakan, sebagai cagar budaya yang dijaga keasliannya. Dalam perjalanan menuju Benteng Martello tersebut, pak Candrian memberikan pengetahuan sejarah dari pulau Bidadari itu sendiri.

Pertama yang beliau paparkan adalah tentang luasnya pulau tersebut, luas dari pulau Bidadari data terakhir adalah seluas 6 hektar. Selain itu juga, yang tidak banyak diketahui bahwa penduduk asli dari pulau Bidadari adalah, biawak dan elang bondol. Menariknya hingga saat ini penduduk asli tersebut masih dapat temukan, walau pun menurut pak Candrian kalau biawak lebih malu-malu kalau bertemu manusia, beruntungnya beberapa kompasianer sempat bertemu sang biawak, namun sayangnya saya tidak bertemu secara langsung saat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun