[caption caption="Dok. Pri | Sesampai di Bandara Sultan Hasanuddin "]
Sesampai di hotel, kami mengemasi barang-barang dan beristirahat sampai siang tiba, karena dijadwalkan kakek ku harus berada di rumah salah satu pejabat setempat untuk memberikan wejangan, maklum saja, kakek ku termasuk cukup dituakan oleh masyarakat sekitarnya. Setelah acara dari rumah pejabat tersebut, kami sudah harus memantau salah satu cabang boarding school yang dipercayakan oleh banyak pihak kepada kakek dalam pengelolaannya. Dan masih banyak kegiatan kakek ku lainnya.
Sementara kakek ku sibuk dengan kegiatannya, aku dan paman malah asyik makan coto Makassar dan palu butung yang berada di sekitara pusat kota Benteng, hal tersebut bukan karena kami lari dari kegiatan padat kakek ku, akan tetapi kami lebih ingin menikmati suasana kota Benteng di temani Daeng Yahya (teman paman ku) yang sangat paham dengan kota tersebut. Dan salah satu dari apa yang ditawarkan oleh Daeng Yahya adalah, menikmati keindahan bawah laut Selayar, yang memiliki banyak spot untuk dinikmati juga dijaga.
Penawaran paling menarik ketika pembicaraan kami dengan Daeng Yahya adalah, ajakannya untuk mengunjungi Taman Nasional Takabonerate, yang menurutnya paling lengkap dengan biota laut selain yang ada di Indonesia, Daeng meyakinkan dengan menghadirkan cerita bahwa ada lima spesies penyu dari tujuh spesies dunia yang ada di taman nasional tersebut, tidak hanya itu taman nasional tersebut juga menjadi salah satu taman nasional konservasi, yang dijaga keaslian dan kehidupan makhluk hidupnya. Sayangnya kala itu, kami belum mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi taman nasional tersebut, hal tersebut terkendala cuaca dan lain sebagainya.
[caption caption="Dok. Pri | Makanan khas Selayar, campuran antara pisang dan semacam pla lembut"]
Salah satunya adalah spot tersebut akrab dikalangan masyarakat Selayar dengan sebutan Liang Kareta, dimana banyak terumbu karang berbagai jenis, dihiasi dengan ikan yang bernari kesana kemari. Bintang laut pun melengkapi keindahan bawah laut dengan warna khasnya, ditambah hadirnya kuda laut yang tidak pernah bisa sangka bisa melihat langsung di habitat aslinya.
Sayangnya, menikmati keindahan bawah laut tersebut harus menunggu waktu yang tepat ujar Daeng Yahya, karena ini sangat berkaitan dengan cuaca sekitar. Hal tersebut juga sangat erat kaitannya dengan keselamatan jiwa kami. Dan bila waktunya tiba, Daeng Yahya akan menghubungi kami dan langsung menjemput di hotel ujarnya. Bukan main riang saat itu, karena beliau begitu rela menghabiskan waktunya bersama kami.
Satu dua hari tidak ada kabar dari Daeng Yahya, sempat pesimis di hati ketiga saat itu untuk menikmati Liang Kareta, akan tetapi sebelum hari ketiga, Daeng Yahya memberikan kabar lewat sambungan telephone kepada paman ku, dan itu menandakan bahwa kami akan berangkat pagi keesokan harinya. Rasa senang bersemi, walau aku khawatir esok tak bisa menikmati keindahan itu karena belum bisa berenang saat itu, akan tetapi paman ku bilang bahwa esok sebelum pergi ke Liang Kareta harus pergi menuju tempat sewa peralatan selam, tentu itu kabar gembira bagi ku, karena dipastikan akan ada pelampung.
Surga Kecil Itu Bernama Liang Kareta Yang Lengkap Dengan Matahari Terbenam Di Pantai Gusung
Suara berisik mesin booth kapal sempat membuat telingaku tak karuan, ditambah ombak siang itu terasa menghempas-hempas badan. Maklum aku tidak terlalu suka menaiki kapal kecil, bisa jadi karena takut atau karena tak bisa berenang. Wajar saja, aku lebih sering bermain di daratan dari pada di laut, berbeda dengan paman yang mengajak ku saat itu.
Sejak naik kapal saat di dermaga Benteng, sudah ku pakai dibadan sebuah pelampung sewaan dari salah satu toko peralatan menyelam yang tidak terlalu jauh dari hotel, dan beberapa perlengkapan menyelam lainnya, termasuk kamera under water yang dirasa wajib untuk mengabadikan moment saat itu. Sambil sesekali menahan mual, aku ambil beberapa gambar baik dikapal atau di laut sekitar.