Mohon tunggu...
Muhammad Fawwaz Yumna Firdaus
Muhammad Fawwaz Yumna Firdaus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Suka Olahraga dan Tersenyum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tugas UAS Hukum Kekayaan Intelektual

12 Desember 2024   17:19 Diperbarui: 12 Desember 2024   19:20 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konsep Hak Kekayaan Intelektual menjadikan kepemilikan untuk diberikan kepada setiap pencipta atau penemu yang meliputi hak ekonomi dan hak moral. Yang mana hak ekonomi adalah hak untuk memperoleh suatu keuntungan ekonomi atas kekayaan intelektual. Dalam hal ini Pencipta atau penemu mempunyai hak yang sifatnya eksklusif untuk dirinya atau orang lain untuk bisa mengeksploitasi nilai ekonomi dari ciptaannya tersebut. Sedangkan hak moral adalah hak eksklusif pencipta yang berisi larangan bagi orang lain untuk mengadakan perubahan atas karya kreativitasnya. Kreasi intelektual Masyarakat Indonesia tentu saja telah dijamin perlindungan hukumnya dalam aspek Hak Kekayaan Intelektual, baik dalam regulasi nasional maupun internasional. Namun hingga saat ini masih banyak terjadi kasus klaim-klaim kebudayaan yang telah lama tumbuh dan berkembang di Indonesia oleh pihak asing. Tentu saja dalam hal ini keberadaan Hukum Hak Kekayaan Intelektual menjadikan peran penting sebagai perlindungan pada warisan budaya Indonesia, dan lain sebagainya. Salah satunya adalah pengklaiman yang dilakukan oleh negeri jiran Malaysia terhadap budaya Indonesia yaitu kesenian yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur, yaitu kesenian tari Reog Ponorogo. Malaysia mengubah nama Reog Ponorogo menjadi tari Barongan. Seperti yang diketahui bahwa pertunjukan Reog Ponorogo menampilkan tarian dilengkapi dengan peralatan tari yang merupakan topeng yang berwujud kepala harimau dan di belakang kepala harimau itu ada burung merak. Tentu saja hal ini telah memicu berbagai protes dari berbagai lapisan masyarakat di Tanah Air, termasuk pula seniman pengrajin Reog Ponorogo yang berasal dari Ponorogo Jawa Timur. Bercermin dari fenomena tersebut, lantas dapat diketahui jika masih banyak lapisan masyarakat yang masih mempertahankan eksistensi seni budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang terdahulu. Maka tidak heran ketika terjadi "sengketa kepemilikan" antara Indonesia dengan Malaysia mengenai status Reog Ponorogo yang diklaim kepemilikannya oleh Malaysia, banyak elemen masyarakat Indonesia khususnya masyarakat adat yang berkaitan langsung dengan Reog Ponorogo melakukan demonstrasi besar-besaran di depan gedung Kedutaan Malaysia.

Tinjauan Pustaka

Dalam penelitiannya menjelaskan beberapa konsep dasar HAKI dan teori para ahli, seperti:

Secara umum, Hak Kekayaan Intelektual atau HKI melindungi gagasan-gagasan dan penggunaan atau peniruan oleh orang yang tidak berhak. Contoh hal yang dilindungi oleh hak kekayaan intelektual yaitu seperti novel, karya seni, foto, musik, rekaman suara, film, program komputer dan perangkat kerasnya. Hukum Hak Kekayaan Intelektual juga memungkinkan bagi pengusaha atau pemilik untuk melakukan penuntutan baik secara pidana maupun perdata apabila hasil karya seni atau karya ciptanya dijiplak dan digunakan oleh pihak lain. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) mencakup beberapa bidang yaitu; bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang memunculkan hak cipta seperti, buku, lukisan, lagu, film, puisi dan koreografi. Selain itu, dalam bidang teknologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memunculkan hak paten seperti televisi. Bidang yang berkaitan dengan label atau identitas suatu barang atau jasa.

Abdulkadir Muhammad mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian Hak Kekayaan Intelektual, bahwa: "Hak Kekayaan Intelektual merupakan hasil proses kemampuan berpikir manusia yang dijelmakan ke dalam suatu bentuk ciptaan atau penemuan. Ciptaan atau penemuan tersebut merupakan milik yang diatasnya melekat suatu hak yang bersumber dari akal (intelektual)"

Metode Penelitian

Proses pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan (Library Research) dengan mencari jurnal, buku dan kitab yang bersubstansikan materi tulisan ini. Data yang telah dihimpun kemudian disusun untuk disimpulkan secara objektif.

Hasil dan Pembahasan

Perlindungan yang dimaksud yaitu segala bentuk upaya untuk melindungi warisan budaya bangsa Indonesia terhadap budaya yang diklaim atau diakui negara lain. Ketentuan ini dimaksud untuk menghindari pihak asing yang dapat merusak nilai kebudayaan dan memanfaatkan secara komersial tanpa izin dari pemilik warisan budaya indonesia. Hak cipta merupakan salah satu hak yang dilindungi secara internasional melalui perjanjian internasional dan mengikat negara- negara anggota untuk meratifikasinya ke dalam undang- undang negara. Di Indonesia hak cipta diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 dan diubah melalui Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014. Perlindungan warisan budaya bangsa dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta disebut dengan Ekpresi Budaya Tradisional melalui hukum cipta merupakan salah bentuk perlindungan yang paling relevan dalam hukum kekayaan intelektual. Pasal 39 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 menyatakan bahwa hak cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara. Dalam Pasal 39 ayat (4) menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara atas ekspresi budaya tradisional diatur dengan Peraturan Pemerintah, akan tetapi hak cipta terkait ekspresi budaya tradisional yang dipegang oleh negara belum ada peraturan pemerintahnya. Pasal 38 ayat (4) Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, ditegaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai hak cipta yang dipegang oleh negara akan diatur oleh Peraturan Pemerintah. Dengan berkembangnya suatu negara, seni budaya tradisional kemungkinan akan hilang karena masyarakat yang kurang menyadari betapa pentingnya warisan budaya. Warisan budaya tradisional juga rentan untuk diklaim oleh pihak lain. Melestarikan budaya nasional bukan hanya menjadi kepentingan dan tanggung jawab pemerintah, namun juga menjadi tanggung jawab semua masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam pelestarian seni budaya sangat diperlukan. Indonesia banyak melakukan kerja sama dengan Malaysia dengan maksud guna memperkuat hubungan antar kedua negara yang telah terjalin bahkan sebelum keduanya memperoleh kemerdekaan. Kedekatan budaya antar dua negara ini menyebabkan banyak budaya --budaya milik Indonesia yang kemudian di klaim oleh Malaysia. Namun, pengklaiman yang dilakukan oleh Malaysia ini masih terbilang lemah dikarenakan budaya-budaya yang di klaim oleh Malaysia sudah terlebih dahulu dikenal sebagai milik Indonesia contohnya seperti batik tulis, reog ponorogo, tari pendet, dan angklung. Akan tetapi, bukan hanya budaya-budaya yang telah terkenal tersebut yang diklaim oleh Malaysia, tercatat sejak tahun 2014 setidaknya ada 33 kebudayaan Indonesia yang diklaim oleh negara asing dan yang paling banyak diantaranya adalah Malaysia mulai dari naskah kuno milik dari Sulawesi, rendang masakan khas Sumatera Barat, hingga lagu Rasa Sayang-Sayange yang berasal dari Ambon telah di klaim Malaysia sebagai miliknya. Klaim budaya yang dilakukan Malaysia ini berawal dari tarian barong milik Malaysia, yang jelas sangat mirip dengan Reog Ponorogo. (Tahun 2007, tari Barongan dipentaskan di Malaysia sebagai warisan budaya, tetapi dihapus setelah kejadian itu. Klaim itu ditemukan setelah Malaysia memperkenalkan Reog Ponorogo sebagai tarian budaya Malaysia ke publik internasional pada tahun 2007. Pertikaian lintas budaya ini Kasus dan Malaysia dimulai pada tahun 2007, dan pada tahun 2007, Tari Barongan yang "persis seperti Reog", menjadi bagian dari acara pariwisata Visit Malaysia 2007 "Malaysia Truly Asia". Yang paling mengganggu masyarakat Ponorogo adalah sosok Singo Barong, yang menjadi idola Reog, Mengenakan topeng Dada Meraknya yang terkenal, tidak ada kata "Reog Ponorogo" yang harus ada di mana pun Reog ditampilkan. Bahkan, kata-kata Reog Ponorogo diganti dengan satu kata: "Malaysia". Keberagaman budaya Indonesia telah mengundang banyak perhatian dari negara lain sehingga mereka tertarik ingin mengetahui lebih dalam mengenai budaya-budaya Indonesia. Banyaknya budaya yang tersebar hingga ke pelosok negeri menyebabkan masyarakat Indonesia sendiri tidak mengetahui apa saja budaya yang ada di Indonesia. Selain itu, di Indonesia tidak ada otoritas yang jelas untuk mengatur perlindungan budaya-budayanya. Bahkan generasi muda Indonesia belum tentu tahu mengenai beragam budaya Indonesia. Sehingga tidak heran jika banyak budaya Indonesia yang diklaim oleh negara lain. 

Kesimpulan

Hak cipta merupakan salah satu hak yang dilindungi secara internasional melalui perjanjian internasional dan mengikat negara-negara anggota untuk meratifikasinya ke dalam undang- undang negara. Sampai saat ini belum ada instrumen hukum internasional yang dapat dijadikan payung perlindungan HKI atas warisan budaya yang diklaim. Jadi yang diandalkan hanya hukum nasional Indonesia tentang hak cipta yang diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 dan diubah melalui Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014. Perlindungan warisan budaya bangsa dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta disebut dengan Ekspresi Budaya Tradisional melalui hukum cipta merupakan salah bentuk perlindungan yang paling relevan dalam hukum kekayaan intelektual. Pasal 38 ayat (4) Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, ditegaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai hak cipta yang dipegang oleh negara akan diatur oleh Peraturan Pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun