Mohon tunggu...
FAWER FULL FANDER SIHITE
FAWER FULL FANDER SIHITE Mohon Tunggu... Penulis - Master of Arts in Peace Studies
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Tidak cukup hanya sekedar tradisi lisan, tetapi mari kita sama-sama menghidupi tradisi tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Technology as God: Listrik Menjadi Darah Manusia (Part 4)

14 April 2020   01:16 Diperbarui: 14 April 2020   01:07 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keterangan: Gambar Ilustrasi energi listrik, sumber: Fin.co.id

Technology as God : Listrik Menjadi Darah Manusia (Part 4)


Energi Listrik merupakan hal terpenting saat ini dalam kehidupan manusia, hingga dapat dipastikan proses kehidupan manusia saat ini dapat berakhir jika energi listrik tidak terpenuhi, meskipun dibeberapa bagian masih ada lokasi yang belum dialiri oleh listrik.

Pemahaman "Technology as God", memandang listrik menjadi darah manusia, karena tanpa listrik dapat mengakibatkan kematian dan kesengsaraan. Saat ini seluruh peralatan kesehatan dilengkapi dengan energi listrik, begitu juga dengan alat komunikasi kita setiap hari membutuhkan listrik.

ENERGI LISTRIK MENJADI DARAH

Darah adalah sebuah cairan di mana cairan itu adalah seperti air dan cairan itu berfungsi untuk mengangkut oksigen melalui sel-sel darah ke seluruh tubuh dan merupakan kebutuhan makhluk hidup, jadi dengan adanya darah maka hidup manusia akan tertolong.

Apabila manusia kekurangan darah maka bisa jadi manusia itu akan lemas, karena cairan yang mengangkut sari makanan, atau oksigen ke seluruh tubuhnya tidak terpenuhi.

Kekurangan darah juga akan mudah terserang penyakit, karena pada darah terdapat beberapa jenis sel yang membantu fungsi darah itu sendiri.

Seperti penjelasan diatas tentang defenisi darah pada tubuh manusia saat ini, begitu juga dengan pemahaman  "Technology as God", sudah ada peralihan, darah itu saat ini adalah energi listrik.

Kita bisa lihat bagaimana kepanikan, banyak orang ketika listrik padam? Atau pernahkah kita bayangkan ketika satu hari saja listrik di dunia ini padam, akan berapa puluh ribu atau bahkan juta manusia yang akan mati.

Kita sudah mengenal nama-nama para ilmuan yang sudah terkenal dengan penemuannya dalam berbagai percobaan yang sudah dilakukan sehingga timbulnya listrik, yaitu ada 2 sosok nama besar yang sangat berperan sehingga mampu mengubah dunia yang dahulunya gelap sebelum ada listrik, dan kini kita sudah merasakan manfaat listrik untuk keperluan sehari-hari, siapa nama besar tersebut? yaitu Thomas Alva Edison dan Michael Faraday.

Mungkin bagi penganut paham "Technology as God" Thomas Alva Edison dan Michael Faraday layak mereka sebut sebagai nabi, karenakan berkat mereka dunia yang dulu gelap sekarang bisa menjadi terang.

Listrik menjadi darah manusia, sepertinya aneh dalam pemahaman kita sehari-hari, tetapi latah hidup kita sangat sering mengalami peristiwa seakan telah mati ketika satu hari pun tidak menggunakan energi listrik, dalam artian satu hari tanpa lampu, dispenser, handphone, resqucer, sepeda motor, mobil, kipas angin dan yang lainnya.

Paham "Technology as God" yang selalu mendewakan teknologi tidak dapat berkembang tanpa energi listrik. Sebab mereka sangat berketergantungan pada energi listrik.

PEMAHAMAN KESUCIAN LISTRIK

Manarik sekali "Technology as God" akan memandang listrik sebagai anugerah dari Tuhan, yang harus mereka pelihara dan gunakan dengan sebaik mungkin, listrik dianggap suci karena begitu memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia.

Konsep kesucian pada "Technology as God" akan mengacu pada sebera besar peranannya dalam kehidupan manusia? Bukan seberapa benar dia dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu kebenaran ada pada fungsinya bukan status yang dimilikinya.

Tentu paham "Technology as God" akan selalu dianggap sesat, anti Tuhan, atau orang-orang yang ateisme dan sebutan lainnya, sebab pemahaman "Technology as God" masih sangat jauh dari nalar kemanusia yang telah dibentuk lama oleh doktrin-doktrin agama mereka.

Namun kebenaran sebuah paham keilahian akan dibuktikan ketika dunia atau bumi ini sampai kepada waktu akhirnya, sebelum hal tersebut terjadi perdebatan paham atau aliran yang bicara tentang keilahian masih akan terus berlanjut.

Sorry Bersambung dulu.

Akan saya ulas kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun