Di tengah pandemi yang belum diketahui kapan akan berakhir, muncul fenomena viralnya odading mang (Sh)oleh yang berhasil menyita perhatian netizen. Jajanan yang memiliki nama berbeda di setiap daerah ini mendadak naik daun setelah Ade Londok, seorang selebgram -jika boleh dikatakan begitu- mempromosikannya dengan bahasa dan pembawaan unik sekaligus menarik khas orang sunda. Belakangan beredar kabar bahwa untuk menikmati odading mang oleh yang berada di jalan Baranang Siang, Bandung ini pembeli harus rela antri karena meningkatnya pembelian hingga lima lipat.[1]
Sekalipun belum pernah merasakan langsung odading mang oleh, tetapi sudah semenjak awal kuliah penulis rutin -dengan terkadang tidak direncanakan mengonsumsi odading sebagai alternatif sarapan dan/atau salah satu menu wajib konsumsi kegiatan di kampus. Bahan dan pembuatannya yang cenderung mudah dan murah menjadikan odading sebagai bagian dari jajanan yang mudah ditemui di pinggir jalan. Chef Lucky Nugraha sebagaimana dikutip kompas.com menjelaskan bahwa untuk membuat odading hanya dibutuhkan bahan berupa tepung terigu, telur, gula, dan ragi instan.[2]
Fenomena viralnya odading mang oleh memang menjadi semacam hiburan di tengah ketar-ketirnya suasana Pandemi yang belum menunjukkan tanda akan segera berakhir. Salah seorang ahli epidemiologi bahkan memprediksi bahwa pandemi ini masih akan berlangsung hingga tahun 2021 mendatang.[3]
Setiap hari kita disuguhi angka-angka statistik mengenai penambahan kasus positif maupun meninggal, sekalipun selalu ada kabar baik dari pasien yang sembuh dan perkembangan vaksin terkini. Kita semua tentu berharap grafik kasus positif dan tingkat kematian segera menurun untuk selanjutnya grafik kesembuhan meningkat secara berkelanjutan.
Sebagai bagian dari masyarakat yang tidak memiliki peran langsung dalam penanganan pandemi covid-19, kita perlu secara proaktif menjaga diri dan keluarga dengan mematuhi protokol kesehatan dan mengikuti aturan pembatasan sosial. Tidak keluar rumah kecuali memang harus dan untuk hal-hal penting, menjaga (jarak) interaksi dengan orang lain, atau bahkan secara aktif mengajak teman dan/atau tetangga untuk mengikuti langkah serupa sudah menjadi bentuk keterlibatan dalam penanganan pandemi yang semoga segera berakhir ini.
Syahdan, beralihnya sebagian besar aktifitas harian dari dunia nyata ke dunia maya menuntut kita untuk cepat beradaptasi. Pembatasan sosial dengan ragam turunannya pun membuat kita untuk sementara waktu tertahan di rumah lebih lama.
Bukan hal mudah memang mencari dan melakukan kebiasaan serta pembiasaan terlebih jika dituntut untuk harus tetap produktif. Karena selain keterbatasan fasilitas, beraktifitas di rumah -baik bekerja maupun sekolah membuat konsentrasi mudah teralihkan. Kesempatan untuk tidak menyelesaikan tugas dan memenuhi tanggung jawab pun terbuka lebih lebar, karena minimnya pengawasan.
Belajar dari odading mang oleh
Sudah lebih dari tiga puluh tahun lamanya pak Sholeh berjualan odading. Bukan hanya dari kalangan biasa, Presiden Indonesia ke-6 dan sebagian tokoh terkenal juga pernah menikmati odading mang oleh, bahkan kabarnya odading mang oleh juga pernah dipesan oleh Istana untuk dijadikan salah satu jamuan George Bush sebagai Presiden Amerika kala itu.[4] Sekalipun begitu pak Sholeh mengaku belum pernah dagangannya sampai selaris seperti saat ini.[5]Â
Pak Sholeh menjadi satu dari sekian masyarakat lain yang mendapatkan berkah keuntungan di tengah situasi serba sulit seperti sekarang. Salah satu puncak karir yang justru diraih ketika sebagian besar lainnya harus mengalami PHK atau sekadar di-rumahkan.
Sebagaimana banyak hal lain terjadi di luar kendali dan prediksi setiap harinya, kita perlu tetap berikhtiar untuk sedapat mungkin mendapatkan makna dari sepahit apapun peristiwa yang terjadi. Sekalipun bukan hari ini, kita bisa saja baru mencapai puncak keberhasilan beberapa puluh tahun kemudian justru di saat dimana orang lain sedang mengalami fase sebaliknya.
Kita pun tidak dapat melupakan Ade Londok sebagai aktor penting dalam keberhasilan Pak Sholeh kali ini. Selain Pak Sholeh yang tidak pernah menyangka akan meraih keuntungan besar di tengah pandemi, Ade Londok juga tentu saja tidak pernah menduga bahwa respon yang hadir kemudian bisa sampai seperti saat ini.
Jika Ade londok dengan keterbatasan perangkat dan konsep apa adanya saja bisa membantu Pak Sholeh mencapai salah satu puncak keuntungannya, maka bagaimana jika kita benar-benar menyiapkan secara serius dan dengan konsep yang matang (?).
Â
Produktif di Tengah Keterbatasan
Keterbatasan bukan alasan untuk mencapai keberhasilan. Adagium tersebut sudah tidak asing kita dengar, semakin kuat kesannya di tengah pembatasan sosial hari ini. Saat dimana banyak hal tidak bisa dilakukan, justru bisa membuka pintu kesempatan lain yang bisa jadi baru disadari.
Keberhasilan dan produktifitas perlu kita maknai secara tepat dan tidak hanya terpaku pada capaian fisik. Aktifitas yang nampak sibuk dan menghasilkan, tetapi justru nihil nilai kebaikan hanya akan menghantarkan kita kepada kekecewaan lain. Apalagi jika ternyata secara nyata aktifitas tersebut melanggar hukum.
Sebagaimana Ade Londok yang membantu Pak Sholeh, kita bisa mengambil peran -sejauh yang bisa dilakukan di tengah masyarakat, atau bahkan keluarga terkecil. Menemani adik belajar di rumah, membantu pekerjaan rumah orang tua, ikut serta dalam penjagaan kebersihan lingkungan dan halaman, atau bahkan ikut mempromosikan barang dagangan orang tua menjadi sedikit contoh dari kegiatan produktif yang bisa diambil. Karena -sekali lagi- sebagaimana yang dilakukan Ade Londok, kita tidak pernah tau bahwa bisa jadi melalui sedikit peran yang dilakukan akan mendatangkan keberhasilan besar bagi orang lain.
Â
Â
[1] Tribunnews
[2] Kompas
[3] CNN
[4]Â Kompas
[5] Ibid.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H