Tulisan ini aku dedikasikan untuk setiap orang yang gagal mendapatkan beasiswa dan merasa punya legitimasi untuk menjadi pemalas dengan alasan tersebut. Teman-teman pencari beasiswa, aku selalu berusaha untuk memahami bahwa kita semua sangat menginginkan kesempatan untuk mendapatkan beasiswa.Â
Beasiswa diharapkan dapat ikut meringankan biaya kuliah yang semula ditanggung oleh keluarga. Namun, kadang, kita mempunyai persepsi bahwa hanya jika kita mendapatkan beasiswa, kita punya tanggung jawab untuk serius di dalam menjalani perkuliahan. Definisi serius di sini dapat didefinisikan dengan melihat, membaca dan memahami berbagai poin yang menjadi syarat jika ingin mendapatkan beasiswa.
Entah itu kewajiban untuk memiliki grafik IPK yang tidak menurun, ikut berpartisipasi di dalam perlombaan, ataupun kewajiban untuk menghafalkan surat di dalam kitab suci. Seluruh persyaratan itu, menurutku, dapat menjadi definisi untuk kalimat "serius menjalani perkuliahan."Â
Syarat-syarat tersebut seakan menjadi nilai tukar yang sepadan bagi pemberi beasiswa terhadap uang maupun pengaruh yang ditawarkan kepada setiap penerima beasiswa.Â
Selain itu, dipenuhinya syarat-syarat tersebut dapat menjadi bukti bahwa pemberi beasiswa benar-benar telah memilih orang yang tepat untuk mendapatkan bantuan dari mereka. Sebab apabila penerima beasiswa tidak memenuhi syarat tersebut, maka patutlah mereka mendapatkan kecurigaan dari publik karena ke-tidak-jelas-an syarat penerimaan beasiswa yang seharusnya mereka perhatikan.
Sebelum membahas lebih jauh alasan mengapa kita tidak boleh menjadi pemalas jika gagal mendapatkan beasiswa, aku ingin sedikit bercerita terkait keresahanku, khususnya saat membaca persyaratan di banyak flyer penawaran beasiswa. Hal yang paling membuatku putus asa ketika membaca flyer tersebut adalah adanya poin "berasal dari keluarga tidak mampu yang dibuktikan oleh surat keterangan tidak mampu".Â
Bersyukurlah kalian yang berasal dari keluarga tidak mampu. Mengapa demikian? Alasannya adalah karena kalian memiliki syarat yang sama sekali tidak bisa aku penuhi.
Mungkin dapat dikatakan bahwa saat ini, menjadi tidak mampu lebih baik daripada hidup pas-pasan. Kalian boleh memvonis diriku sebagai orang yang tidak bersyukur karena telah menyatakan pendapat tersebut, namun aku tidak peduli.Â
Pernyataan tersebut bukan hanya berasal dari diriku sendiri melainkan juga berasal dari teman-teman yang memiliki nasib yang sama, hidup di dalam keluarga yang pas-pasan.Â
Menurutku, hidup pas-pasan itu sama sulitnya dengan hidup dengan status yang tidak mampu. Bahkan lebih daripada itu, hidup pas-pasan lebih sulit daripada hidup dalam status yang tidak mampu. Tidak perlu panjang lebar, kita lihat contoh kecilnya saja.Â
Pernahkah kamu melihat salah satu syarat dalam beasiswa yang menyatakan bahwa calon penerima beasiswa harus berasal dari kalangan masyarakat yang pas-pasan? Jawabannya tentu tidak. Kesempatan mendapatkan beasiswa lebih banyak dimiliki oleh kalangan tidak mampu dibandingkan dengan kalangan yang hidup pas-pasan.
Cukup sampai di situ gerutuannya, mari kita kembali ke alasan mengapa kita tidak boleh menjadi pemalas.
Teman-teman sekalian, khususnya yang gagal mendapatkan beasiswa, khususnya lagi yang merasa tidak punya tanggung jawab untuk serius di dalam perkuliahan karena tidak mendapatkan beasiswa, aku ingin menyatakan bahwa sesungguhnya, kita adalah penerima beasiswa seumur hidup.
Dari orang tua dan keluarga kita masing-masing.
Aku baru menyadari hal ini saat berkomunikasi dengan orang tua melalui telepon beberapa hari yang lalu. Aku menyadari ini saat mereka sepakat untuk menyatakan bahwa pengeluaran finansial yang saat ini mereka perjuangkan mati-matian adalah hanya yang berkaitan dengan beban biaya pendidikan untukku dan untuk adikku. Mendengar ucapan tersebut membuatku menangis. Tentu aku tidak menangis saat di dalam telepon, aku menangis ketika ucapan salam tanda penutup telepon telah sama-sama diucapkan.
Tanpa niat menggurui, tanpa merasa paling benar, aku ingin mengajak teman-teman semua untuk mulai menyadari bahwa selama ini kita telah menerima beasiswa, tidak hanya pendidikan, seumur hidup, tanpa syarat. Beasiswa tanpa syarat tersebut diberikan secara cuma-cuma tanpa adanya kewajiban timbal-balik secara tertulis antara pemberi dan penerima beasiswa.Â
Beasiswa tersebut tidak berasal dari korporasi kaya maupun lembaga amal tersohor. Beasiswa tersebut diberikan oleh orang tua kita dengan darah, keringat dan air mata. Bahan lebih dari itu, beasiswa tersebut diberikan dengan kasih sayang, harapan, serta do'a yang tak pernah putus disampaikan secara tulus oleh orang tua kita.
Teman, sudah saatnya kita menyadari itu semua dan berusaha untuk sama-sama serius di dalam menjalani perkuliahan. Ingat, kita semua adalah penerima beasiswa tanpa syarat yang kita dapatkan seumur hidup, dari orang tua kita masing-masing.
Muliakanlah mereka dengan bertanggung jawab dalam menjalani perkuliahan.Â
Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H