Mohon tunggu...
Fawaizzah Watie
Fawaizzah Watie Mohon Tunggu... wiraswasta -

Perempuan. Duapuluhan. \r\n\r\n\r\nhttp://fawaizzah.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Money

'Blocknote' Sebuah Cinta dan Kesetiaan Yang Tak Terbalas

29 Juli 2010   08:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:29 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Aya duduk terpekur di bawah langit senja, dengan sebuah blocknote dan pensil ditanggannya. Blocknotelah satu-satunya sahabat yang setia menemaninya duduk di bawah hamparan langit untuk menanti Sang kekasih kembali. Bukanlah sebuah blocknote yang mewah dengan beribu warna di sampulnya, hanya blocknote sederhana bersampul putih.

Aya selalu menuliskan kerinduannya yang mendalam kepada kekasihnya dalam blocknote itu. Tidak selalu banyak dan rapi, hanya coretan-coretan singkat. Dia selalu tak bisa menjabarkan rasa kerinduannya. Tak pernah bisa. Hanya muncul sebuah kalimat saja saat kerinduan itu mencekam erat kesendiriannya.

Cinta dan kesetiaannya telah mendarah daging dalam diri Aya. Dia berkeyakinan tentang sebuah pengharapan akan cinta pertama, cinta pertama adalah cinta sejati dan Aya mempercayai itu. Dia hanya ingin hidup bersama dengan orang pertama yang dicintainya. Dia tak ingin bermain cinta dengan banyak pria. Dan saat mengenal Bayu, untuk pertama kalinya dia jatuh cinta. Dia selalu merasa nyaman saat bersama kekasihnya, bahkan dia selalu merindukannya meski baru sedetik berlalu Bayu pergi dari hadapannya.

Namun, setelah sekian lama mereka menjalin cinta, Bayu tiba-tiba menghilang. Entahlah, seperti ditelan bumi. Aya berusaha mencarinya, menghubungi ponselnya, namun semua itu sia-sia. Dalam setiap pengharapannya, Aya selalu yakin Bayu akan kembali ke peluknya. Dia yakin, cinta dan kesetiaannya tak akan pernah sia-sia dan tak berharga.

Banyak pria yang datang untuk sekedar menyapa atau mencoba keberuntungan mendapatkan cinta dan kesetiaan dari gadis itu. Hanya saja mereka tak pernah seberuntung Bayu. Mereka hanya mendapatkan senyum dan binar ramah matanya, bukan cintanya.

Hingga suatu pagi, sebelum mentari bangun. Aya mendapatkan sebuah panggilan melalui ponselnya. Nomor yang tertera tak dia kenali. Aya merejectnya. Kembali nomor itu memanggil, dengan keengganan yang sangat dia pun menerima panggilan itu. Ditekannya tombol yang bergambar gagang telepon.

"Halo….."
"Halo….., sayang ini aku! Aku rindu sekali denganmu. Kau baik-baik saja?" suara diujung telepon segera mampu mengumpulkan nyawanya yang masih terserak.
"Mas…Mas Bayu? Kau kah itu? Ka..kau dimana? kenapa kau pergi tanpa pesan? Aku..aku rindu sekali" bicaranya gelagapan. Senang sekaligus ingin marah. Tapi kerinduannya lebih dalam dari itu semua.
"Maafkan aku, aku harus pergi tanpa memberitahumu. Ini untuk kebaikan kita!"
"Maksudnya apa Mas?" Aya nampak bingung dengan perkataan Bayu.
"Besok kita ketemu di tempat biasa ya sayang! Nanti akan aku jelaskan, tapi aku ingin memelukmu erat sebelumnya. Aku rindu sekali"
"Baiklah, kita ketemu besok di tempat biasa. Aku pun rindu akan pelukanmu Mas!"

Telepon itu telah berakhir, namun bening suara Bayu masih saja bergelanyut di langit pikiran Aya. Dia rindu sekali dengannya, kadang rindu itu sering sekali membuatnya sesak dan tak bisa tidur. Ah tapi dia penasaran, apa gerangan yang ingin dikatakan kekasihnya itu?

Aya sudah cantik dengan sweter putih dan celana jeannya, rambutnya yang sebahu dibiarkan begitu saja. Helaian rambutnya yang lembut nampak begitu manis saat disapa sang angin. Tak lupa dia membawa tas warna biru yang berisi ponsel juga blocknotenya. Dia sudah tak sabar memberikan blocknote itu kepada Bayu. Dia ingin Bayu tahu betapa dia merindunya, hingga dia tak mampu menjabarkan kerinduan itu dalam goresan penanya. Hanya ada kalimat-kalimat singkat dengan beribu makna di dalamnya.

Jantungnya berdegup kencang, aliran darahnya terasa lebih deras, dan hawa panas dingin menghampiri tubuh mungilnya. Dia duduk di sudut cafe sambil sesekali memandangi jam di tangannya. Ah, mengapa waktu berjalan begitu lama, pikirnya. Jelas saja dia berada di cafe satu jam lebih cepat.

Bayu yang memakai kaos berwarna putih dan celana jean biru nampak tampan sekali. Kaos yang dipakainya nampak pas dengan tubuhnya yang jangkung dan tegap. Ah pria itu memang sangat tampan.

Sebelum sampai di meja tempat Aya duduk, Aya sudah berlari menyambutnya. Menghambur dalam pelukannya. Bayu pun tak nampak canggung memeluk gadisnya itu. Pelukan yang sangat erat. Memburaikan segala kerinduan mereka selama beberapa bulan ini. Ada titik-titik embun di sudut mata Aya. Embun bahagia.

Sebelum Bayu mengajaknya duduk untuk bicara, dia mengecup mesra kening Aya. Kecupan yang lama sekali diinginkan Aya. Tangan Aya melingkar di pinggang Bayu. Mereka nampak bahagia.

"Aya, sayang! Maafkan aku!" kata Bayu dengan mata redup.
"Ada apa Mas?" tatapan mata Aya yang lembut nampak menyelidik.
"Kita tak bisa lebih lama lagi untuk bersama!" kata Bayu sembari menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Aya bingung.
"Aku tak mengerti. Apa yang terjadi?" ada sinar kekhawatiran di mata Aya.
"Orang tuaku tak merestui hubungan kita, dan mereka telah memilihkanku seorang pendamping!" kini mata Bayu terpejam, tak mampu melihat reaksi Aya.

"Heh, itu tidak mungkin! Apa salahku?Apa kekuranganku? Aku akan berusaha untuk melakukan apa saja asal aku bisa bersamamu Mas!"
"Kau tak salah Aya, tak ada suatu pun kekuranganmu. Kau wanita sempurna, aku begitu mencintaimu! DAn aku pun ingin hidup bersamamu!"
"Iya tapi kenapa?"
"Aku pun tak mengerti alasan mereka Sayang, maafkan aku. Aku tak bisa berbuat apa pun selain mengikuti kemauan mereka."
"Lantas apa maksudmu meninggalkan aku tanpa pesan sedang harapan selalu kau titipkan dalam kata dan sorot matamu?!"
"Maafkan aku Aya, maafkan aku! Aku sungguh mencintaimu dan ingin hidup bersamamu. Tapi aku juga tak mau kehilangan Ibu!"
"Apa maksudmu?"
"Jika aku tetap memilihmu, Ibu tak menganggapku lagi sebagai anaknya!"

Jantung Aya terasa terhujam beribu duri tajam. Hatinya hancur. Jiwanya terasa mati. Tapi dia tak menangis. Tatapannya nanar memandang Bayu, namun Bayu hanya bisa tertunduk. Perasaan kecewa, sakit dan pahit bergumul dalam dadanya. Dia beranjak dan pergi meninggalkan Bayu bersama dengan kerapuhannya.

"Aya…!" Bayu memanggil nama Aya lemah. Namun Aya tetap berjalan menelusuri jalan pulang. Kembali duduk terpekur di bawah langit siang yang terik. Kembali dibukanya blocknote itu. Pensilnya mengoreskan kata "Apa maksud peluk dan kecupmu?"

Hari-hari Aya tak lagi nampak biasa, dia seringkali tersenyum sendiri saat membaca kembali blocknotenya. Lalu menangis. Hidupnya bahkan terasa tak pernah ada warna. Hanya gelap dan gelap. Beberapa pria yang mencoba hadir dan menawarkan cinta tak pernah dipedulikannya.
Dalam blocknotenya tertulis, "Maaf, cinta dan kesetiaanku hanya untuknya, sejak dulu, kini dan nanti".

Kini Aya tak lagi muda, masa senja telah menemuinya. Masih bersama blocknote-blocknotenya, Aya berusaha untuk tetap menjaga cinta dan kesetiaannya. Hingga pada akhirnya Tuhan mengutus malaikat-Nya, untuk menjemput Aya dan mengajaknya pergi menemui-Nya. Aya pasrah  dan di blocknote, untuk terakhir kalinya Aya menulis "Cinta dan kesetiaan ini akan kubawa pergi bersama dengan jiwaku, untuk kuberikan padamu jika kita bertemu lagi, di surga!"

Cinta dan kesetiaannya tak pernah mati dimakan usia. Hujan cacian sebagai perawan tua tak mampu merobohkan tekadnya. Menunggu dan terus menunggu hingga ajal menjemputnya. Dia pun pergi bersama cinta dan kesetiaan yang tak terbalas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun