Dengan luas Indonesia yang mencapai 1.904.569 km2, hanya 0.7% GDP Indonesia atau setara dengan USD $9,5 miliar yang dialokasikan pada keseluruhan kementerian Pertahanan (Tian et al. 2024). Akibatnya, perbaikan dan penambahan postur militer Indonesia terlihat sulit untuk dilakukan karena sulitnya ruang gerak fiskal. Oleh karena itu, bagaimana Indonesia dapat mempertahankan kedaulatannya secara lebih efisien dari segi biaya dibandingkan dengan mengalokasikan porsi APBN yang lebih besar untuk pembelian alutsista?
Dansa Diplomatik, Meluluhkan 4 Macan ASEAN untuk melawan Naga Timur
Pembentukan aliansi keamanan untuk mencegah hegemoni suatu negara bukanlah hal yang baru dalam konflik global. NATO sejak penandatanganan ratifikasinya di Washington DC pada 1949 untuk mencegah hegemoni Uni Soviet pada perang dingin masih bertahan hingga saat ini dan kembali digunakan untuk menjegal hegemoni Kremlin-yang dulunya merupakan Uni Soviet-di Eropa Timur.
Ada 2 sarana suatu negara mencapai tujuan-kepentingan nasional-mereka, melalui usaha internal seperti penguatan postur militer dan kemampuan fiskal, dan usaha eksternal seperti mengikuti aliansi dan kerja sama (Waltz, 1979).Â
Negara adidaya cenderung melakukan usaha internal membangun postur militer dan kekuatan ekonomi mereka karena sumber daya mereka yang melimpah, sementara usaha eksternal dilakukan untuk mengejar hegemoni regional.Â
Sebaliknya, negara dengan kapasitas sumber daya rendah cenderung akan melakukan usaha eksternal dikarenakan besarnya biaya pembangunan untuk usaha internal.
Cina mengalokasikan USD $319 miliar untuk penguatan postur militer pada tahun 2023 dengan kenaikan 7% dalam 10 tahun terakhir (Chinapower, 2024). People Liberation Army Navy (PLAN) pun mengambil bagian dari dana tersebut, dengan postur armada PLAN yang dibekali dengan 351 unit kapal.Â
Tak hanya itu, kapasitas produksi kapal Cina mencapai 46% dari keseluruhan kapasitas manufaktur kapal global. (UNCTAD, 2023). Kapasitas usaha internal Cina yang berkembang pesat pada satu dekade ini tentu sangat membantu Cina mencapai hegemoni regional dengan aneksasi teater Laut Cina Selatan secara total.
Perbandingan kapasitas moneter signifikan ini mendorong Indonesia untuk mencari cara untuk melindungi kepentingan nasionalnya di Utara melalui upaya eksternal, bukan internal.Â
Kapasitas moneter yang substansial menggugah kesadaran akan perlunya perlindungan terhadap kepentingan nasional melalui strategi eksternal yang kolaboratif. Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina memiliki kepentingan serupa dalam menjaga keseimbangan kekuatan di Laut Cina Selatan untuk mencegah hegemoni Cina yang dapat mengancam stabilitas regional.Â