Alkisah ada sebuah kapal yang sedang terombang-ambing di lautan pada malam hari. Setelah berhasil mengarungi badai yang besar, kapal tersebut tidak tahu ada di mana. Dalam kondisi putus asa, tiba-tiba saja muncul cahaya dari kejauhan. Cahaya ini muncul dan tenggelam, menjadi sepercik harapan di tengah gelapnya malam.
Kapal pun bergerak mendekat dan ternyata cahaya itu berasal dari mercusuar. Untung saja ada cahaya dari mercusuar, karena apabila tidak hati-hati maka kapal yang baru keluar dari badai justru bisa kandas apabila menghantam batu karang.
Kisah kapal dan mercusuar bisa sangat relevan di dunia kerja. Ada kalanya kita mengalami tantangan di dunia kerja. Misalnya tiba tiba ada kendala operasional, keluhan dari konsumen dan sebagainya. Di sisi lain, dinamika hubungan atasan dan bawahan juga tidak selamanya mulus. Maklum saja, selama kita berhubungan dengan manusia, maka kita harus tahu bagaimana seni komunikasinya. Dalam konteks dunia kerja, seorang pemimpin bisa menjadi mercusuar yang memandu timnya dalam masa-masa yang sulit atau menjadi simbol keamanan bagi anak buahnya.
Kali ini saya akan bahas gaya kepemimpinan mercusuar. Apakah kamu pernah dengar istilah lighthouse leadership? Beberapa waktu lalu saya mendengar istilah ini dan saya penasaran apa yang membuatnya berbeda. Setelah saya pelajari hal ini ternyata menarik. Bagaimana kita menggunakan analogi mercusuar dalam memimpin sebuah tim.
Menariknya, sebuah mercusuar tidak menyelamatkan kapal. Dia juga tidak pergi ke laut dan menolong mereka. Sebuah mercusuar hanyalah sebuah pilar yang membantu pelaut untuk memandu mereka pulang ke rumah. Selama berabad abad, mercusuar merupakan simbol dari arahan, harapan dan keteguhan. Walaupun di zaman sekarang teknologi sudah canggih, misalnya dengan GPS, tapi keberadaan mercusuar masih tetap diandalkan.
Sama halnya seperti seorang pemimpin. Di dalam diri mereka, ada cahaya yang bisa memandu mereka dan orang lain untuk melalui masa sulit. Mungkin istilah lighthouse leadership ada kaitannya dengan lighthouse parenting. Sebagai informasi, lighthouse parenting adalah gaya parenting dimana orang tua sebagai mercusuar; memandu dan mendukung anaknya untuk bertumbuh.
Ibarat seperti mercusuar yang memandu kapal di laut, begitu juga orang tua memandu anaknya ke jalan yang benar. Jadi seorang anak diberi kebebasan untuk eksplorasi dan orang tua hanya mengamati dari jauh. Alhasil anak itu tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri. Gaya parenting ini juga lebih disukai oleh anak-anak dan remaja. Orang tua menjadi sosok yang peduli dan akan selalu ada ketika dibutuhkan. Tapi di sisi lain orang tua tidak terlalu ikut campur dan mereka bisa tetap independen. Jadi si anak merasa bebas, tapi di sisi lain merasa aman.
Saya rasa ini merupakan keseimbangan yang menarik. Dalam dunia kerja, kita juga tidak ingin terlalu dikekang. Kita tidak ingin berada dalam situasi di mana atasan kita micro managing. Harus melakukan sesuatu sesuai caranya, bahkan hal terkecil sekalipun. Sedikitnya, kebebasan bisa jadi bumerang dan pada akhirnya tidak memberikan hasil yang diharapkan. Apakah kamu ingin menjadi seorang pemimpin dengan gaya mercusuar? Apakah kamu ingin memberikan cahaya harapan dan keamanan bagi orang yang kamu pimpin?
Mungkin ada beberapa pertanyaan yang bisa membantu kamu untuk refleksi diri. Kita mulai dari aspek cahaya, ya!
Ketika menghadapi tantangan di dunia kerja, apa kontribusi saya di sini? Apakah saya mengakui kesalahan dan memperbaikinya? Bagaimana bila kita melakukan pendekatan baru? Apakah saya membangun keamanan psikologis agar anggota tim bisa lebih leluasa ketika berkontribusi?
Nah, sekarang di aspek harapan. Apakah saya menahan diri untuk menghakimi seseorang sebelum punya data yang lengkap? Ketika memimpin orang lain, apakah saya mempertimbangkan sudut pandang mereka?
Terakhir, di aspek keamanan ada beberapa pertanyaan untuk refleksi diri. Apakah saya benar benar mendengarkan pendapat orang lain? Atau saya mendengar hanya menunggu momen untuk merespon? Apakah saya memberikan keamanan bagi anggota tim untuk bicara hal yang dianggap sensitif?
Ada 4 karakteristik dari gaya kepemimpinan mercusuar.
Pertama, seorang lighthouse leader merupakan sosok yang kuat. Wajar saja, ketika terjadi krisis dan semua orang panik, seorang pemimpin justru harus menjadi sosok yang berkepala dingin. Dia harus bisa tenang dalam situasi seburuk apapun.
Bayangkan dalam situasi krisis, tapi para pemimpin justru panik. Apa yang terjadi? Kemungkinan besar mereka akan mengambil keputusan yang emosional dan pada akhirnya merugikan perusahaan.
Kedua, menjadi cahaya dalam kegelapan. Ketika kita bekerja, mungkin ada istilahnya good day dan bad day. Ada kalanya kita bisa dengan mudah mendapatkan orderan, tapi ada kalanya satu orderan aja kok susah banget. Belum lagi hal yang berada di luar kendali. Misalnya krisis ekonomi, stok barang habis, dan sebagainya.
Seorang lighthouse leader harus bisa menjadi cahaya dan mengarahkan anggota tim harus melihat ke mana. Mereka harus bisa jadi pemimpin yang membangun jalan yang baru, menunjukkan jalan di tengah kegelapan.
Ketiga, tugas leader bukan fokus memperbaiki yang salah. Mereka perlu lebih banyak bertanya daripada memberi tahu, mendengarkan lebih banyak daripada bicara. Dengan cara ini, seorang lighthouse leader bisa memahami keunggulan dan kekurangan setiap anggota tim. Jadi dia bisa memaksimalkan potensi setiap anggota timnya.
Keempat, teguh pada pendirian. Letak mercusuar yang tinggi membuatnya bisa melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Kadang apa yang disampaikan oleh lighthouse leader belum tentu bisa dipahami oleh anggota timnya. Wajar saja apa yang dilihat oleh pemimpin bisa saja berbeda dengan apa yang dilihat oleh anggota tim.Â
Jadi ini merupakan tugas pemimpin untuk membuat anggota timnya paham. Seorang pemimpin harus percaya kalau cahaya dalam dirinya adalah sebuah kekuatan dan mungkin saja anggota timnya belum bisa melihatnya sekarang. Namun semakin lama semua akan semakin jelas. Sebagai seorang atasan, kamu tentu saja bertugas agar pekerjaan berjalan lancar. Bukan hanya tugas yang kamu kerjakan sendiri, tapi juga apa yang tim kamu kerjakan. Kamu butuh orang lain untuk bisa mencapai target yang sudah ditetapkan.
Seringkali seorang manajer harus juga bertindak seperti seorang fasilitator. Seseorang yang menghilangkan hambatan, memperbaiki jalan yang rusak, mengganti roda yang lapuk, dan sebagainya. Intinya seseorang yang memastikan setiap anggota tim punya alat yang tepat agar bisa mencapai hasil yang diharapkan.
Tapi tentu saja, setiap manajer punya gaya yang berbeda. Ada yang menjadi sekoci, ada pula yang menjadi mercusuar. Jika kamu menjadi sekoci, mungkin kamu adalah seorang manajer yang tipenya membiarkan karyawan untuk berenang sendiri, berjuang sendiri, bergerak dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain, tapi kamu selalu ada di dekat mereka. Jadi ketika terjadi krisis, kamu ada di sana untuk menyelamatkan mereka.
Namun ada pendekatan yang lain yaitu menjadi mercusuar. Kamu adalah cahaya terang yang memandu tim untuk bergerak dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya. Tugas kamu bukan untuk menyelamatkan mereka, tapi kamu berdiri tegak dikala badai memberikan harapan dan keteguhan bagi mereka yang berenang ke tepian. Kadang bisa melalui saran, namun kadang bisa juga dengan menjadi figur yang positif.
Mana yang lebih baik? Jawabannya tergantung. Menjadi sekoci mungkin cocok bagi situasi dimana berisi karyawan berpengalaman dalam situasi kerja yang dinamis. Tugas seorang pemimpin adalah untuk meminimalisir resiko dan menolong mereka ketika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Tapi di sisi lain, apabila timnya justru berisi karyawan yang masih kurang pengalaman, maka menjadi mercusuar bisa jadi pilihan yang lebih baik. Tim tersebut butuh atasan yang solid dan mampu memberikan panduan ke mana harus melangkah.
Kutu Buku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H