Mohon tunggu...
FAUZUL IKFANINDIKA
FAUZUL IKFANINDIKA Mohon Tunggu... Guru - Redaktur

Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kegagalan adalah Hadiah, Why Not?

5 September 2023   06:09 Diperbarui: 5 September 2023   06:13 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gagal adalah Hadiah Terindah, Dok. Pribadi

Kebanyakan dari kita mungkin sulit belajar dari kegagalan atau kesalahan. Ketika mendengar umpan balik negatif, mekanisme pertahanan diri mungkin menghambat kita untuk belajar dan bertumbuh.

Kegagalan mungkin membuat kita merasa tidak nyaman, tidak peduli betapa sukses kamu sebelumnya atau seberapa kecil kegagalan tersebut. Ini bukan perasaan yang mudah.

Ada sebuah studi yang menarik dari para pegawai customer service. Peneliti memberikan mereka sebuah tes pilihan ganda yang berisi 2 pertanyaan. Jadi setiap pertanyaan yang dijawab para peneliti lalu memberitahu kepada responden apakah jawaban mereka benar atau salah?

Hasilnya responden yang diberi tahu kalau jawabannya benar. Mereka lebih mengingat jawaban tersebut. Mereka juga lebih memperhatikan. Studi ini diulang lagi berkali kali dengan tipe responden yang berbeda. Hasilnya tetap sama. Mungkin hal ini terjadi karena penolakan kita terhadap kegagalan atau dalam masalah yang lebih luas, yaitu takut mendengar berita buru. Sama halnya pada studi yang lain, peneliti menemukan kalau investor itu cenderung tidak melihat portofolio investasi mereka ketika kondisi pasar sedang buruk.

OK, jadi kenapa kita cenderung menolak untuk memperhatikan umpan balik negatif?

Pertama, kegagalan itu melukai ego.

Ketika gagal, kita merasa kalau itu merupakan cerminan diri dan mayoritas orang punya gambaran diri sebagai orang yang kompeten, hebat dan sukses. Jadi keinginan kita untuk melindungi kepercayaan diri, menghambat kita untuk belajar.

Kedua, efek dari penolakan.

Coba bayangkan kamu mengerjakan sebuah proyek. Buku misalnya. Kamu menghabiskan 2 tahun untuk riset, menulis, wawancara begitu banyak orang untuk menyelesaikan buku tersebut.

Lalu ketika bukunya sudah selesai, kamu mengirimkan surat kepada para penerbit, berharap mereka bisa menerbitkan buku kamu. Tak lama kemudian surat penolakan datang silih berganti. Apa yang terjadi?

Di satu sisi kamu menghadapi penolakan di mana ada umpan balik kalau tidak ada orang yang mau menerbitkan buku kamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun