Sistem zonasi adalah sistem dalam pendidikan yang mengatur penempatan siswa untuk bersekolah. Sistem ini mengangkat kebijakan mengenai jarak atau radius, artinya siswa yang berdomisili dekat dengan sekolah lebih berhak mendapatkan layanan pendidikan dari sekolah tersebut. Tujuan dari sistem zonasi ini adalah untuk pemerataan akses serta sistem pendidikan di Indonesia.Â
Sistem zonasi pendidikan mulai diberlakukan pada tahun 2018, diresmikan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi saat itu, yaitu Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A. Pada sistem pemerintahan yang baru ini, sistem zonasi sekolah berada di bawah tanggung jawab Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, yaitu Prof. Dr. Abdul Mu'ti, M.Ed.
 Di awal masa jabatannya, timbul banyak pro kontra mengenai keberlanjutan sistem zonasi sekolah pada sistem pendidikan di Indonesia. Terkait hal ini, banyak pandangan dari masyarat baik yang mendukung maupun meragukan akan dampak yang diberikan. Berikut ini beberapa pandangan yang muncul di masyarakat terkait pro dan kontra sistem zonasi.
Pandangan yang mendukung keberlanjutan sistem zonasi sekolah :Â
1. Mudahnya akses menuju sekolah  Sistem zonasi menjadikan siswa bersekolah pada sekolah yang paling dekat dengan tempat tinggal. Hal ini membuat akses siswa menuju sekolah menjadi lebih mudah. Dengan demikian, kemacetan di jalan juga bisa berkurang, kecelakaan pelajar dikarenakan jarak sekolah yang jauh juga bisa dihindari, serta orang tua dapat lebih mengawasi anak anaknya.Â
2. Hemat waktu dan biaya Jarak yang dekat dengan rumah membuat siswa lebih hemat waktu dan biaya. Siswa tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk membayar transportasi umum serta membeli BBM untuk kendaraan pribadi dengan biaya mahal. Menurut survei Kementerian Perhubungan, kebijakan zonasi membantu menurunkan pengeluaran transportasi harian orang tua hingga 20--30%.Â
3. Stigma sekolah favorit luntur Sebelum diberlakukannya sistem zonasi terdapat istilah sekolah favorit dan sekolah buangan. Sekolah favorit selalu menjadi incaran calon peserta didik  baru, sedangkan sekolah buangan selalu mendapat pandangan jelek dari calon peserta didik baru. Namun, hal tersebut tidak berlaku saat diberlakukannya sistem zonasi. Calon peserta didik hanya dapat mendaftar pada sekolah yang termasuk dalam zona mereka.Â
4. Terciptanya suasana kelas heterogen  Dahulu, pada sekolah favorit dikategorikan berkumpulnya siswa pintar dan sekolah buangan dikategorikan sebagai tempat siswa kurang pintar. Hal ini membuat ketimpangan siswa semakin kuat. Namun, dengan sistem zonasi hal tersebut dapat diatasi, karena siswa yang pintar akan bersatu dengan siswa yang kurang pintar bahkan yang tidak pintar. Â
Pandangan yang menolak keberlanjutan sistem zonasi sekolah :Â
1. Terbatasnya pilihan sekolah  Sebelum diberlakukannya sistem zonasi, siswa bebas memilih sekolah di mana pun. Namun, setelah diberlakukannya sistem zonasi, siswa hanya bisa memilih sekolah yang termasuk dalam zona mereka, dan juga sekolah yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan siswa.  Â
2. Ruang lingkup terbatas  Dengan adanya sistem zonasi, mengakibatkan siswa tidak bisa menjelajah lebih, karena lingkungan sekolah yang dekat dengan rumah. Mulai dari teman sampai cara mereka bertukar pikiran. Hal tersebut dikarenakan teman-teman yang dijumpai di sekolah bisa saja teman mereka di rumah, sehingga untuk bertukar pikiran atau ide kurang luas.  Â