Diharapkan penerima beasiswa akan menyampaikan citra positif Korea ke seluruh dunia setelah selesainya program, sehingga hasil akumulatif dapat diharapkan dari waktu ke waktu. Dalam hal inilah ketersediaan beasiswa tetap penting dalam menarik orang asing untuk datang dan belajar di Korea.
LANDASAN KONSEPTUAL DIPLOMASI PUBLIK DAN SOFT POWER
Pada akhir 1960-an, KGSP dikembangkan sebagai salah satu ambisi awal pemerintah Korea untuk menarik pelajar asing ke Korea dan untuk mempromosikan internasionalisasi pendidikan. Tindakan yang lebih komprehensif diambil pada tahun 2004 dengan 'Study Korea Project' yang dipimpin pemerintah untuk menarik siswa untuk belajar di Korea dalam upaya untuk meningkatkan soft power Korea Selatan.Â
Namun, baru pada tahun 2010 konsep diplomasi publik mulai dikenal secara akademis. Joseph S. Nye (2008) mendefinisikan soft power sebagai sebuah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mendapatkan hasil yang Anda inginkan melalui ketertarikan daripada paksaan atau pembayaran dan menyarankan itu terdiri dari sumber daya budaya, nilai dan kebijakan.Â
Soft power sering dipahami sebagai pelengkap dari hard power. Secara khusus, serangan 11 September mendorong pemerintah untuk menyadari bahwa hard power saja tidak dapat digunakan untuk menanggapi ancaman internasional. Guy Golan (2013) menulis tentang "need to move away from traditional government-to-government diplomacy and toward a Korea's Public Diplomacy government-to-citizen perspective that highlights a relational approach based on two-way engagement.
Mengenai diplomasi publik, Nye memahaminya sebagai sebuah instrumen yang digunakan pemerintah untuk memobilisasi sumber daya untuk berkomunikasi dan menarik perhatian publik negara lain. Demikian pula, Jan Melissen (2005) mengkonseptualisasikan diplomasi publik sebagai "instrumen kunci" dari soft power, yang menargetkan masyarakat asing dan kelompok, organisasi, dan individu non-resmi yang lebih spesifik.Â
Dalam sebuah wawancara dengan Korea Times pada tahun 2008, Jan Melissen mengidentifikasi kebutuhan Korea akan strategi diplomasi publik yaitu sebagai elemen sentral dari praktik diplomatik saat ini dan hal tersebut akan memiliki titik awal yang baik karena tidak memiliki masalah yang signifikan tentang bagaimana hal itu dipersepsikan.
Namun, konsep "diplomasi publik" baru mulai mendapatkan keunggulan akademis yang signifikan di Korea sejak tahun 2010. Menurut Ma dan Song (2012), tujuan diplomasi publik Korea adalah untuk memenangkan hati dan pikiran orang asing. Mereka menekankan bahwa Korea memiliki sumber daya lunak yang melimpah seperti hallyu, makanan Korea, pendidikan Korea, bahasa dan budaya Korea. Kemudian, pertukaran yang lebih besar dengan warga internasional akan memperkaya aset ini.Â
Selain itu, kombinasi diplomasi tradisional dengan publik akan membantu meningkatkan citra nasional negara, serta pengaruhnya di panggung dunia.Â
Dalam beberapa tahun terakhir, literatur diplomasi publik telah difokuskan pada konsep diplomasi publik baru yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan kebangkitan media baru dan alat komunikasi, kemajuan teknologi, penyebaran demokrasi, dan meningkatnya pengaruh LSM dan organisasi multilateral, yang semuanya telah mengubah dinamika kekuasaan saat ini. Perkembangan tersebut melahirkan pemikiran bahwa masyarakat tidak lagi terkungkung pada obyek kebijakan pemerintah, tetapi justru berperan aktif dalam pembangunannya.
Jan Melissen (2005) telah merangkum konsep diplomasi publik baru sebagai berikut: Diplomasi publik baru tidak lagi terbatas pada pesan, kampanye promosi, atau bahkan kontak langsung pemerintah dengan publik asing yang melayani tujuan kebijakan luar negeri. Ini juga tentang membangun hubungan dengan aktor masyarakat sipil di negara lain dan Global Korea Scholarship (GKS) sebagai Diplomasi Publik tentang memfasilitasi jaringan antara pihak-pihak non-pemerintah di dalam dan di luar negeri.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!