Mohon tunggu...
Fauzi Miftakh
Fauzi Miftakh Mohon Tunggu... -

Seorang aktivis dan pengajar muda, ambisius, bersemangat, never surrender.. always think globally act locally.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Setahun yang lalu di Jerman: Ilmenau, kota kecil sejuta kisah.

2 Juni 2012   08:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:29 2050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inilah Part II dalam tur perjalanan “keliling dunia” walaupun hanya beberapa negara saja yang pernah saya kunjungi. Setelah Azerbaijan dan Italia saya kupas dalam edisi sebelumnya, (http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2012/05/26/flashback-stories-of-2011-the-incredible-trip-to-6-countries/) , maka part II ini akan mengukir cerita di salah satu negara besar di Eropa yaitu Jerman. Kurang lebih satu tahun yang lalu tepatnya tanggal 14 Mei 2011 saya menginjakan kaki untuk pertamakali nya di Jerman. Sedikit informasi, bahwa perjalanan ke Jerman merupakan lanjutan perjalanan sebelumnya yaitu Italia, karena kedua negara cukup dekat dan hanya terhalang oleh Austria sehingga perjalanan dengan pesawat hanya ditempuh selama 2 jam saja. Untuk mendengarkan kronologis perjalanan secara lebih rinci mari kita lanjutkan ke dalam sesi inti part II ini, selamat membaca dan berpetualang!!

PART II All ISWI Participants Saya berani bertaruh, Jerman adalah tujuan negara paling berkesan dari semua negara yang pernah saya kunjungi. Banyak pengalaman dan cerita menarik selama 2 minggu saya berada disana. Alasannya beragam, seperti perjalanan ala “backpakeran” seorang diri juga bersama teman, kunjungan ke beberapa kota besar dan bersejarah dan tentu saja event ISWI sendiri atau International Students Week in Ilmenau, yaitu salah satu konferensi atau festival mahasiswa terbesar di Eropa yang dilaksanakan dua tahun sekali. Yang membedakan ISWI dengan konferensi yang saya ikuti sebelum dan sesudahnya adalah ISWI mengadopsi sistem semi formal dalam kegiatannya serta mempunyai beragam aktivitas setiap harinya sehingga membuat peserta terhibur namun tetap tidak menghilangkan esensi kegiatan yaitu pemahaman dan toleransi antar budaya. Hal lain yang saya kagumi juga adalah event yang diikuti oleh 350 peserta dari berbagai negera itu, dibentuk dan dilaksanakan murni oleh mahasiswa belasan Universitas Teknik Ilmenau yang bekerja keras siang dan malam serta dibantu oleh puluhan volunteers yang juga mahasiswa universitas tersebut. Peserta sendiri tidak dikenakan biaya apapun baik untuk registrasi, penginapan, makan dll. Bahkan apabila masih ada kesempatan saya ingin mengikuti ISWI lagi di tahun 2013 karena event tersebut sangat berkesan dan membuat peserta ketagihan. Saya sarankan bagi para mahasiswa untuk mendaftar di tahun 2013 nanti dan rasakan kemeriahan nya! ISWI: Ilmenau dan sebuah pertemuan beda budaya Singkat cerita setelah terbang dari Milan Italia dengan menempuh perjalanan selama 2 jam dengan pesawat Easy Jet, akhirnya saya sampai juga di Berlin Jerman tepatnya di bandara Berlin Schonefeld pada pukul 16.00 waktu setempat. Perjalanan saya tidak sampai disitu karena harus melanjutkan ke lokasi kegiatan ISWI di kota Ilmenau, suatu kota kecil dari negara bagian Thuringen atau Thuringia yang mempunyai beberapa kota kecil yang memiliki nilai sejarah yang sangat kental serta keindahan alam yang sangat memukau seperti Erfurt, Weimar, Eisenach dan termasuk Ilmenau. Perjalanan menuju Ilmenau dapat ditempuh dengan kereta cepat Bahn. Bahn yang dalam bahasa jerman berarti kereta merupakan alat transportasi utama bagi warga untuk menghubungkan satu kota dengan kota lain, bahkan negara lain di Eropa. Saya memang sempat berbincang mengenai ketentuan pembelian tiket Bahn dengan teman-teman peserta ISWI lain melalui group di Facebook. Salah satu keuntungan nya adalah bila akhir pecan bisa dapat diskon tiket apabila berjumlah 5 orang. Tiket bisa di dapat dari harga 60 euro menjadi 10 euro saja per orang nya! Namun saying nya saya tidak bisa menikmati tiket murah tersebut karena saya hanya seorang diri ketika memesan tiket ke Ilmenau.

Bandara Berlin Schonefeld
Stasiun Leipzig Sebenarnya rute Berlin-Ilmenau tersedia pada waktu itu, namun karena kecerobohan dan keterlambatan saya, saya tidak bisa mendapat tiket tersebut sehingga harus mencari alternative rute lain. Akhirnya dengan susah payah saya mengotak-atik mesin pembelian tiket, saya mendapat tiket menuju Leipzig dan dilanjutkan menuju Erfurt, dan terakhir Ilmenau. Perjalanan menuju Leipzig ditempuh selama 4 jam dengan kereta cepat yang sangat nyaman dan kemudian saya harus menuggu kereta selanjutnya menuju Erfurt selama 1 jam di Leipzig. Setelah kereta tiba saya melanjutkan ke Erfurt selama 2 jam, namun naas kereta mejunu Ilmenau sudah tidak beroperasi lagi karena waktu sudah menunjukan pikul 00.00 yang artinya tidak ada kereta lagi. Tapi untungnya Pak masinis bertanggung jawab pada penumpang nya dengan mengantarkan saya dan 2 penumpang lain ke Ilmenau dengan menggunakan taksi. Dan saya pun sampai di Ilemanu pada pukul 01.00 pagi dan langsung dijemput panitia di stasiun.
Bersama Christoph (Tengah) dan Tobias Pada malam itu juga saya langsung dipertemukan dengan host saya, Christoph Schapler, suatu nama yang cukup sulit untuk dieja oleh orang Indonesia. Selama mengikuti kegiatan ISWI saya akan tinggal bersama dia di flat nya, begitupun peserta lain, setiap peserta memiliki satu host nya masing-masing. Para host-host tersebut adalah mahasiswa Universitas Teknik Ilmenau yang tinggal disekitar kampus dan memang mendaftarkan diri untuk menjadi host bagi peserta ISWI, dan mereka dibekali uang saku oleh peserta untuk memenuhi kebutuhan peserta selama tinggal disana. Bagi saya, Christoph adalah seorang pemuda yang baik untuk ukuran pemuda Eropa yang identik dengan urak-urakan. Dia masih semester 4 mahasiswa jurusan teknik, 2 tahun lebih muda dari saya namun tampak seperti dewasa, tampan, tinggi dan gagah. Dia juga sangat sopan dan toleran pada saya yang berbeda agama. Ketika pertama kali bertemu kami banyak bercerita sampai larut malam bahkan mungkin pagi padahal besok pagi nya saya harus menghadiri sesi international brunch di pusat kota Ilemanu.

Sudut-sudut kota Ilmenu

Kota Ilmenau sendiri adalah suatu kota kecil di kawasan Thuringia. Kota ini dikelilingi oleh pegunungan dan bukit dan hutan yang tampak sangat indah dari kejauhan dengan warna hijau yang dominan. Sebagian besar penduduknya adalah mahasiswa sekitar 6200 jiwa kuliah di Universitas Teknik Ilmenau yang tinggal di flat-flat yang disediakan oleh pihak universitas. Keindahan alam yang dipadukan dengan unsur teknologi modern menjadikan Ilemanu tempat yang strategis untuk disinggahi. Maka dari itu Universitas Teknik Ilmenau pun menjadi salah satu universitas teknik terbaik di Jerman dimana banyak mahasiswa dari berbagai kota di jerman bajkan luar negeri yang berminat kuliah disana. Daya tarik lainnya adalah peninggalan dan tempat-tempat Goethe yang bersejarah. Seperti yang diketahui bahwa Goethe yang bernama lengkap Johann Wolfgang von Goethe merupakan salah satu tokoh terpenting di dunia sastra Jerman dan Eropa di abad 18 dan 19. Karya- karya nya telah menjadi inspirasi bagi sastrawan di dunia baik di bidang music, drama dan puisi.

Smiilleeee!!!! :)

Kembali pada ISWI yang diselenggrakan di kota tempat Goethe mencari inspirasi selama hidupnya tersebut. Pada tanggal 15 Mei 2011 adalah hari dimana pegelaran international brunch atau festival budaya sebagai salah satu rangkaian kegiatan ISWI dilaksanakan. Dalam kegiatan itu seluruh peserta ISWI yang berjumlah hampir 350 mahasiswa dari sekitar 50 negara di seluruh dunia menampilkan kebudayaan negara nya masing masing seperti pakaian, tarian, makanan, alat music bahkan mainan. Indonsia sendiri sebagai negara dengan jumlah peserta terbanyak menampilkan beberapa tarian seperti tari merak, tari saman, tari zapin batin kemuning dan poco-poco serta diiringi lagu-lagu daerah dari Sunda, Betawi, Batak dan lain-lain. Delegasi Indonesia juga menggunakan pakaian dari adat masing-masing seperti Jawa Barat, Riau, Medan, Kalimantan Tengah, Bali, Jakarta (Betawi), Jawa Timur, Jawa Tengah, serta batik sebagai pakaian resmi negara Indonesia. Dan tak lupa berbagai jenis makanan dan pernak-pernik khas Indonesiakita sajikan dalam pameran tersebut seperti Pisang sale, Keripik Tempe, Dodol, Manisan Kelapa, Makaroni rujak, gurilem, sambal, gantungan kunci, mainan,miniatur angklung, kalender, buku-buku, magnet, yang semuanya mempuyai khas Indonesia.

Time to show!!! Indonesiaaaaa
Gorengan dan bule Ternyata keseluruhan penampilan kami sangat memuaskan dan mendapat respon positif dari warga setempat dan peserta ISWI itu sendiri. Aksi panggung kami mendapat applause yang sangat meriah dari peserta bahkan hampir semua audiens yang hadir ikut berjoget di panggung diiringi irama poco-poco, mereka bahkan terkagum ketika perserta Indonesia membawakan tarian saman yang cukup unik serta tari merak oleh Zeva Sudana dan tari zafin oleh Raja Reza Pahlevi. Belum lagi pakaian traditional yang bervariasi dan makanan yang ditawarkan mampu menarik para “bule” untuk mengunjungi stand Indonesia. Saya sendiri mengenakan pakaian traditional khas Sunda Jawa Barat khusus untuk pernikahan. Satu cerita lucu ketika saya menjelaskan pada peserta kalau itu adalah pakaian untuk menikah tapi dengan tegas saya mengatakan kalau saya masih single! Kontan hal itu mengundang gelak tawa dari para peserta karena mungkin mengira saya sudah menikah hahaha. Saking serunya, kegiatan itu bahkan menjadi salah satu berita utama di TV lokal dan Nasional Jerman. Cukup membanggakan untuk kita bisa mempromosikan budaya Indonesia di pentas internasional.
Beda budaya dalam kebersamaan Indonesia dalam kesempatan itu diwakili oleh sekitar 30 mahasiswa dari berbagai universitas baik di Indonesia maupun mereka yang sedang kuliah di luar negeri seperti Australia, Malaysia dan Turki. Moment itu sangat berharga untuk saya dan teman-teman saya karena dari sekitar 1000 pendaftar lebih di dunia hanya sejumlah kecil saja yang bisa ikut serta dalam event 2 tahunan tersebut. Dan kegiatan pada hari itu dilanjutkan dengan jalan-jalan dan makan bersama di sebuah restoran Turki yang terdapat di pusat kota Ilmenau bersama dengan beberapa mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut ilmu disana. Tampaknya mereka sangat girang sekali dengan kedatangan kita karena momen yang sangat langka bisa bertemu dengan saudara se-tanah air di negeri orang. More and more about ISWI: Doner, Cokelat, sampai nasi goreng

Salah satu bagian dari kegiatan ISWI adalah workshop dan diskusi mengenai tema yang di usung dalam event tersebut yaitu “crossing border” dan saya sendiri tergabung dalam grup “freedom dan education” bersama dengan beberapa mahasiswa dari berbagai negara seperti Jerman, Rusia, Rumania, Ukraina, Polandia, Moldova, Mesir, India, Philipina, termasuk Indonesia yaitu Faisal Harahap. Setiap mahasiswa tentunya membawa pendapat dan cara pandang yang berbeda, yang dipengaruhi oleh keadaan negara masing-masing. Sepertinya saya cukup beruntung dengan tergabung dalam grup ini, karena dipimpin oleh empat orang group leader cantik asal Jerman yang juga menjadi pelajar di TU-Ilmenau yaitu: Daniela Lattner, Jana Kiesel, Sabrina Bohn, Claudia Murawski. Mereka sangat ramah dan bertugas cukup baik selama kegiatan berlangsung. Dalam workshop ini terdapat berbagai metode untuk membahas isu-isu yang berhubungan dengan freedom and education seperti debat cepat, games, atau penayangan video yang dilanjutkan dengan diskusi serta kunjungan ke sekolah untuk mengetahui penerapan konsep pendidikan di negara tersebut.

Group Workshop: Freedom and Education

Tepatnya pada hari Rabu, 18 Mei 2011 kami mengunjungi sebuah sekolah swasta di Ilmenau, yaitu sekolah “Franz von Assisi”. Dalam kunjungan tersebut saya melihat adanya kebebasan untuk memilih sejak umur lima tahun, kebebasan untuk mengatur jadwal sendiri bagi anak didik, kebebasan untuk berpartisipasi dan mengekspresikan diri lewat musik, olahraga, kegiatan masak-memasak, kerajinan tangan, dll. Sedangkan dari sepuluh hari mengikuti workshop dan diskusi dalam grup “freedom dan Education” saya bisa mengambil beberapa point penting yaitu: konsep pendidikan yang berbeda dari setiap negara khususnya Eropa dan Asia, kebebasan dalam memilih subjek yang diminati sejak dini tanpa paksaaan dari orangtua dimana di Eropa itu sudah diberikan sejak mereka masih berumur 5 tahun, serta perbedaan pendapat mengenai pembelajaran agama.

Murid-murid sekolah “Franz von Assisi”

Kebiasaaan di Eropa adalah memisahkan pelajaran agama dengan pelajaran umum karena dianggap cenderung untuk membentuk pemikiran subjektif bagi murid-murid, karena pelajaran agama yang mereka pelajari hanya sebatas terhadap agama mereka saja, tidak ada toleransi untuk mempelajari nilai-nilai yang baik dari agama lain. Sedangkan sistem pendidikan di Asia sudah memasukan pendidikan Agama ke dalam kurikulum dikombinasikan dengan nilai-nilai budaya dan sosial negara Asia yang berbeda dengan Eropa. Kegiatan workshop dan diskusi tersebut dilakukan setiap hari sampai jumat dari jam 9 pagi sampai jam 3 siang disertai dengan seminar di sela-sela waktu yang diikuti oleh seluruh peserta ISWI di astu aula terbesar di kampus tersebut yaitu Humboldtbau. Seminar tersebut juga menghadirkan pembicara-pembicara yang cukup berpengaruh baik dari Akademisi maupun unsur pemerintah di Jerman. Setelah itu ada bermacam-macam kegiatan yang bisa peserta ikuti.

Chess floor Pada tanggal 16 Mei adalah momen untuk “crossing bo(a)rders” yaitu festival kaum muda dan sub budaya yang digelar Eishalle Strasse. Selain bisa menikmati makanan dan minuman khas Jerman secara gratis, para peserta juga disuguhi dengan bermacam-macam games yang unik dan atraktif seperti bersepada, graffity, skating, memasak, sulap, sirkus, debat, seni bela diri, membuat sketsa dan komik, fotografi, kewayangan, floor chess (catur raksasa), dan permainan roda-roda manusia. Mereka yang hadir dalam acara ini terlihat sangat senang untuk mencoba satu demi satu aktivitas yang telah disediakan panitia khususnya yang terlihat tidak biasa dan menarik perhatian seperti “roda manusia” dan “sepeda ban tunggal”. Di sela-sela kegiatan pada hari itu juga ada performance dari grup band lokal yaitu Mate Meo dan Moan. Serta ditampilkan pula Oeck, seorang pemain gitar solo yang sangat mengibur.

Hari berikutnya yaitu tanggal 17 Mei diisi dengan “Open Air Concert” yang dimulai pada jam 8 sore. Acara itu diisi oleh beberapa musisi lokal seperti Grup band Tos, Graumeliert ist zeitlos, Lingua Loca, serta penampilan dari penyanyi solo dengan berbagai macam aliran seperti jazz, swing, soul dan rock yang tak kalah luar biasa menghangatkan suasana sore itu yang cukup dingin dan mendung. “The long path to freedom” begitulah tema yang dibawa dalam kegiatan pda tanggal 18 mei 2011. Kegiatan ini cukup menarik dan mempunyai nilai filosofis yang baik. Perjalanan yang cukup panjang harus ditempuh oleh peserta untuk mencapai kebebasan dan revolusi dengan melawan bentuk diskriminasi dan penindasan. Setiap peserta mendapatkan paspor yang berbeda dan akan melewati rintangan yang berbeda pula selama perjalanan. Paspor tersebut dibagi menjadi empat macam yaitu paspor kuning yang berarti orang yang berasal dari “honey yellow lowlands”, paspor biru yang berarti orang yang berasal dari “blueberry hills”, dan paspor merah yang berarti orang yang berasal dari “cupric woods”. Saya sendiri mendapatkan paspor merah ketika berpartisipasi di acara ini.

Krämerbrücke Thuringia Day atau kunjungan ke beberapa kota dan tempat di kawasan Thuringia yang bersejarah dan klasik, bahkan telah menjadi warisan budaya yang diakui oleh UNESCO. Ada empat pilihan dalam kegiatan ini yaitu Weimar, Eisnach, Erfurt dan hiking ke gunung tertinggi di Ilmenau yaitu kickelhahn (German for roster) atau ayam jago yang juga ditemukan di lambang Ilmenau. Saya sendiri kebagian “jatah” ke Erfurt karena saya datang terlambat sedangkan pendaftaran ke lokasi lain telah penuh sebelumnya. Setelah sebelumnya saya sempat transit di Erfurt dalam perjalanan dari Berlin ke Ilmenau, untuk kedua kalinya saya menginjakan kaki disana namun sekarang untuk jangka waktu yang cukup lama. Pemberangkatan dimulai pukul 10 Pagi menggunakan kereta dari Statiun Ilmenau dan ditempuh selama sekitar 1 jam. Dalam rombongan grup saya tergabung juga dengan beberapa teman asal Indonesia yang kebetulan perempuan semua yaitu Candini Candanila, Mia Amelia, Rizky Fauzia, Putri Olivia dan Agnes Ellita.

Severi Kirche

Daya tarik Erfurt terletak pada jalanan kecilnya demgan banyak pedestrian di sekitar kota dipadukan dengan keindahan bangunan klasik dan tua serta jembatan yang dibawahnya mengalir sungai yang rapid an bersih membuat Erfurt menyimpan keindahan eksotis tersendiri belum lagi lahan hijau menambah tatanan kota menjadi lebih segar. Perjalanan di Erfurt dilewati dengan kunjungan ke beberapa bangunan bersejarah yang dipandu oleh official tour guide kota tersebut, dengan antusias sang ibu menjelaskan secara detail histori dari tiap bangunan disana seperti Dom atau cathedral besar dan Severi Kirche. Tak kalah menarik adalah Krämerbrücke yaitu jembatan dengan pemukiman rumah di atas nya yang menjadi pusat perhatian di sana. Juga Augustinerkloster semacam biara tempat dimana Martin Luther tinggal serta Old Synagogue yaitu tempat ibadah Yahudi tertua di Eropa yan masih berdiri dan sekarang menjadi museum yang mempunyai koleksi perhiasan dan benda-benda bersejarah Yahudi. Namun sayang saya tidak sempat masuk ke dalam museum tersebut.

Doner yummmy!!!

Setelah tur selesai tak lupa kami melanjutkan dengan jalan-jalan santai serta menikmati makanan khas disana. Es krim sepertinya cemilan yang pas disana karena matahari disana begitu terik. Lumayan hanya dengan 0,5 euro sudah bisa dapat eskrim yang enak. Juga kami cicipi makanan Turki yang gurih dan pedas. Doner tetap menjadi pilihan utama disamping banyak pilihan lainnya. Selama berada di Jerman doner adalah makanan favorit tak hanya buat saya tapi hampir seluruh peserta asal Indonesia karena rasa nya yang enak dan cocok untuk lidah asia. Selain itu makanan ini juga halal dan tidak mengandung babi seperti kebanyakan makanan lain di Jerman. Paduan daging kalkun atau sapi dan sayuran segar dibungkus dengan roti empuk dengan bumbu yang pas membuat selera makan kami tidak berkurang walau tanpa nasi, karena sangat sekali menemukan nasi disana. Satu cerita menarik adalah ketika suatu malam saya dan teman – teman asal Indonesia pernah mengadakan masak bersama di salah satu flat host teman saya. Disana kami masak masakan Indonesia seperti nasi goring, bakwan, pisang goring dan lain-lain. Malam itu kerinduan saya untnuk mencicipi nasi dan makanan khas Indonesia lainnya terobati setelah beberapa minggu tak kunjung mendapatkannya. Hal itu mungkin terkihat aneh oleh orang-orang Jerman karena biasanya hanya ada pesta barbeque atau manggang daging dan minum bir disana, tidak ada yang namanya masak nasi goring atau bakwan hahaha. Dan yang tak kalah favorit tentu saja cokelat Jerman yang khas. Hampir semua teman memborong berbagai macam coklat untuk dibawa ke Indonesia sebagai oleh-oleh, sampai-sampai satu koper besar penuh terisi coklat!!

Medieval festival Kegiatan hari berikutnya adalah “medieval festival” pada tanggal 20 mei 2011 dimana peserta diajak untuk menyelami kehidupan pada masa zaman kegelapan dari kebebasan di Eropa). Pada acara tersebut, pengunjung yang datang seolah-olah dibawa ke masa dimana pada saat itu terjadi modernisasi di satu sisi, tetapi di sisi lain kebebasan yang sebenarnya masih menjadi mimpi yang tidak bisa terwujud bagi kebanyakan orang. Sesuai dengan realitas sejarah, pada festival ini saya melihat banyak sekali tukang-tukang yang mendemonstrasikan barang-barang kerajinan khas, seperti: pembiakan lebah (beekeeping), barang-barang tembikar, pandai besi, atau bahkan seni kaca (glass art). Tidak ketinggalan, musik abad pertengahan juga ikut menghibur pengunjung yang datang ke festival ini. Adapun band musik yang ikut meramaikan acara adalah Feuertanz dan PurPur. Lebih lanjut lagi, pertunjukkan bela diri dan “fire-eaters” juga membuat pengunjung merasa terhibur. From the Roster of Ilemenau to the Colosal of Berlin This is not the end, but it’s beginning!!
Erfurt at night Sepertinya kita sudah sampai pada hari terakhir petualangan di Ilmenau, pada tanggal 22 Mei semua pesert berkumpul di aula utama jam 8 sore untuk closing ceremony yang berlangsung sangat meriah dan mengharukan kaerna semua peserta akan berpisah dan kembali ke negara masing-masing. Diawali dengan kata penutup dari Rektor Universitas Teknik Ilmenau, acara kemudian disambung dengan penampilan dari tiap grup baik itu menyanyi, dansa, puisi dan lain sebagainya. Semua orang bersalaman, berpelukan, berfoto dan memanfaatkan momen terakhir untuk bertemu karena mungkin tak ada kesempatan kedua untuk bertemu mengingat mereka terpisah ribuan kilometer jauh nya. Saya pun meninggalkan Ilemanu pada pukul 11 malam dan bergegas menuju stasiun Ilmenau karena sudah memesan tiket perjalanan ke Berlin untuk mengunjungi salah satu teman dan menjelajahi Berlin sesuai yang sudah direncanakan sebelumnya dengan beberapa teman sebelumnya. Setelah berpamitan dengan Christoph, Enrico dan Tobias yang mengantarkan saya sampai statsion, saya akhirnya berangkat dengan teman saya yaitu Raffi, Faisal, Dipa dan Kusmawan.
Big Berlin Dom
Handsome guys!! Sekali lagi saya harus transit di Erfurt sekitar jam 3 pagi dan menunggu kereta selanjutnya dating. Saya pun menghabiskan waktu berjalan-jalan dan mengambil foto dari beberapa sudut Erfurt yang indah di malam hari bersama Raffi sang fotografer sedangkan yang lain menunggu dan bertiduran di stasiun. Inilah yang saya sebut serunya backpackeran di negeri orang, penuh tantangan dan mengesankan. Mungkin tidak semua orang bisa merasakan bagaimana tidur di stasiun kereta, berjalan-jalan sendiri di kota asing, mencari rute-rute perjalanan sendiri, numpang tidur di rumah orang, makan makanan aneh, bertemu orang-orang asing dan baru, kesasar jalan dan tantangan lain yang masih banyak lagi. Memang cukup melelahkan namun semua itu akan mempunai kesan mendalam dan tak akan bisa dilupakan seumur hidup. Dan tentunya hal itu akan membuat kita semakin mandiri dan dewasa dalam mengarungi kehidupan karena hal itu mengajarkan perjuangan dan kesederhanaan yang menuntut manusia untuk terus berfikir dan fokus walau dalam tekanan dan kesulitan sekalipun.

Reichstagh Baiklah, singkat kata setelah menempuh jarak yang cukup jauh dan sempat nyasar, saya dan rombongan sampai di flat nya salah satu teman nya rafi yang asli orang Berlin pada jam 2 Siang. Samuel namaya, saya disambut dengan baik, lagi-lagi dia sangat ramah bahkan menawarkan untuk menginap walaupun kami berjumlah cukup banyak. Di lantai flat tersebut terdapat 3 kamar, dua kamar lainnya diiisi oleh 2 teman lainnya. Sore harinya saya diajak Sam berkeliling kota Berlin dan mengunjungi tempat-tempat mengagumkan di Berlin. Saya sangat terkesan sekali dengan kemahsyuran kota Berlin yang mempunyai sejarah yang melegenda dengan Nazi-nya pada masa perang dunia ke II. Berlin kota yang ramai tapi tidak terlalu padat seperti Frankfurt atau Munich. Bangunan – bangunan di Berlin juga masih di dominasi bangunan klasik dan tua namun masih terlihat kokoh dan elegan dari setiap sisi.

Reichstag

Euro Sign
Bradenburg Tor Yang paling membuat saya tercengang adalah Berlin Dom yang berukuran “raksasa”, gereja terbesar di Berlin yang sempat menjadi pusat ibadah umat protestan di Berlin. Juga Bradenburg Tor yaitu gerbang yang menjadi simbol kemenangan kota Berlin, Reichstagh yaitu bangunan yang didirikan untuk rumah Reichstag, parlemen Kekaisaran Jerman. Dan tentu saja tembok Berlin, walaupun tembok itu sudah ditiadakan namun nilai-historikal bangunan tersebut masih bisa dirasakan sampai sekarang. Saya sempat berdiri di tengah-tengah perbatasan Jerman Barat dan Jerman Timur pada waktu itu dan merasakan kegetiran suasana perang pada masa lampau. Salah satu yang unk dan menarik adalah festival akhir pecan yang biasa diselenggarakan di Berlin yang bertempat di salah satu lapangan yang sangat luas dimana ratusan bahkan mungkin ribuan anak muda berkumpul menghabiskan akhir pecan dengan berkumpul menkmati indahnya pemandangan kota Berlin, minum, bernyanyi, dansa, bermain bola, bersepeda, berfoto atau hanya sekedar berbincang dengan alas tikar. Suasana pada sore hari itu sangat meriah dan ramai. Keesokan harinya tanggal 24 saya sudah harus menuju Frankfurt menuju Bandara international Frankfurt setelah sebelumnya menginap terlebih dahulu di rumah salah satu dosen Universitas Paramadina yang sedang melanjutkan studi S3 di Berlin. Beliau menjemeput saya dan Faisal di Stasiun Berlin . Sebelumya Dipa sudah lebih dulu berangkat karena akan melakukan perjalanan pulang pada hari itu ke Indonesia, sedangkan Raffi masih tinggal di Berlin bersama Samuel. Memang semua peserta punya tujuan yang berbeda setalah usainya kegiatan ISWI, beberapa dari mereka ada yang langsung menuju Indonesia namun banyak pula dari mereka yang melanjutkan perjalanan ke negara-negara tetangga lain seperti Prancis, Austria, Hungaria, Belanda dan Belgia karena negara-negara tersebut punya visa yang sama. Namun saying saya tidak sempat berkunjung ke negara lain karena keterbatasan waktu padahal saya sangat ngebget untuk melihat menar Eiffel secara langsung di Paris.

Di Frankfurt sendiri saya hanya tinggal satu hari di rumah Pak Suratno bersama Faisal, saya kenal beliau dari Faisal. Beliau sangat baik bahkan memepersilahkan untk datang kapan saja ke rumah nya yang sederhana di Berlin. Beliau tinggal bersama istri dan kedua anaknya. Beliau juga aktif sebagai pengurus NU di jerman yang kebetulan mempunai kesamaan visi dengan saya. Disana saya hanya sempat berjalan-jalan sebentar menikmati kemegahan kota Frankfurt yang lebih modern bi bandingkan Berlin. Banyak terdapat gedung modern yang menjulang tinggi dan menjadi kota tersibuk di Jerman bersama Munich dan Berlin. Salah satu yang menarik adalah Euro sign yaitu bangunan tinggi berberntuk mata uang euro yang melambangkan potensi keuangan Eropa yang cukup tinggi di Frankfurt dimana disana terdapat Bank sentral Eropa.

It's not the end!! but it's just beginning. Sepertinya saya harus meninggalkan Frankfurt dan Jerman keesokan harinya. Tanggal 25 Mei 2011 adalah jadwal kepulangan saya ke Indonesia, dan dengan pengalaman luar basa yang saya dapat selama 2 minggu di Jerman, saya rasa akan sulit untuk melupakan momen-momen itu. Namun saya yakin suatu saat saya akan kembali kesana suatu saat nanti! Good bye Jerman! Dan pesawat Etihad pun take off jam 11 siang dan transit di Abudhabi jam 2.30 pagi. Dari sana saya take off ke Jakarta bersama dengan rombongan TKI dan TKW yang bekerja disana. Bisa dibayangkan betapa ramai nya keadaan di dalam pesawat :D

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun