Mohon tunggu...
Fauzi Miftakh
Fauzi Miftakh Mohon Tunggu... -

Seorang aktivis dan pengajar muda, ambisius, bersemangat, never surrender.. always think globally act locally.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Setahun yang lalu di Jerman: Ilmenau, kota kecil sejuta kisah.

2 Juni 2012   08:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:29 2050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Time to show!!! Indonesiaaaaa
Gorengan dan bule Ternyata keseluruhan penampilan kami sangat memuaskan dan mendapat respon positif dari warga setempat dan peserta ISWI itu sendiri. Aksi panggung kami mendapat applause yang sangat meriah dari peserta bahkan hampir semua audiens yang hadir ikut berjoget di panggung diiringi irama poco-poco, mereka bahkan terkagum ketika perserta Indonesia membawakan tarian saman yang cukup unik serta tari merak oleh Zeva Sudana dan tari zafin oleh Raja Reza Pahlevi. Belum lagi pakaian traditional yang bervariasi dan makanan yang ditawarkan mampu menarik para “bule” untuk mengunjungi stand Indonesia. Saya sendiri mengenakan pakaian traditional khas Sunda Jawa Barat khusus untuk pernikahan. Satu cerita lucu ketika saya menjelaskan pada peserta kalau itu adalah pakaian untuk menikah tapi dengan tegas saya mengatakan kalau saya masih single! Kontan hal itu mengundang gelak tawa dari para peserta karena mungkin mengira saya sudah menikah hahaha. Saking serunya, kegiatan itu bahkan menjadi salah satu berita utama di TV lokal dan Nasional Jerman. Cukup membanggakan untuk kita bisa mempromosikan budaya Indonesia di pentas internasional.
Beda budaya dalam kebersamaan Indonesia dalam kesempatan itu diwakili oleh sekitar 30 mahasiswa dari berbagai universitas baik di Indonesia maupun mereka yang sedang kuliah di luar negeri seperti Australia, Malaysia dan Turki. Moment itu sangat berharga untuk saya dan teman-teman saya karena dari sekitar 1000 pendaftar lebih di dunia hanya sejumlah kecil saja yang bisa ikut serta dalam event 2 tahunan tersebut. Dan kegiatan pada hari itu dilanjutkan dengan jalan-jalan dan makan bersama di sebuah restoran Turki yang terdapat di pusat kota Ilmenau bersama dengan beberapa mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut ilmu disana. Tampaknya mereka sangat girang sekali dengan kedatangan kita karena momen yang sangat langka bisa bertemu dengan saudara se-tanah air di negeri orang. More and more about ISWI: Doner, Cokelat, sampai nasi goreng

Salah satu bagian dari kegiatan ISWI adalah workshop dan diskusi mengenai tema yang di usung dalam event tersebut yaitu “crossing border” dan saya sendiri tergabung dalam grup “freedom dan education” bersama dengan beberapa mahasiswa dari berbagai negara seperti Jerman, Rusia, Rumania, Ukraina, Polandia, Moldova, Mesir, India, Philipina, termasuk Indonesia yaitu Faisal Harahap. Setiap mahasiswa tentunya membawa pendapat dan cara pandang yang berbeda, yang dipengaruhi oleh keadaan negara masing-masing. Sepertinya saya cukup beruntung dengan tergabung dalam grup ini, karena dipimpin oleh empat orang group leader cantik asal Jerman yang juga menjadi pelajar di TU-Ilmenau yaitu: Daniela Lattner, Jana Kiesel, Sabrina Bohn, Claudia Murawski. Mereka sangat ramah dan bertugas cukup baik selama kegiatan berlangsung. Dalam workshop ini terdapat berbagai metode untuk membahas isu-isu yang berhubungan dengan freedom and education seperti debat cepat, games, atau penayangan video yang dilanjutkan dengan diskusi serta kunjungan ke sekolah untuk mengetahui penerapan konsep pendidikan di negara tersebut.

Group Workshop: Freedom and Education

Tepatnya pada hari Rabu, 18 Mei 2011 kami mengunjungi sebuah sekolah swasta di Ilmenau, yaitu sekolah “Franz von Assisi”. Dalam kunjungan tersebut saya melihat adanya kebebasan untuk memilih sejak umur lima tahun, kebebasan untuk mengatur jadwal sendiri bagi anak didik, kebebasan untuk berpartisipasi dan mengekspresikan diri lewat musik, olahraga, kegiatan masak-memasak, kerajinan tangan, dll. Sedangkan dari sepuluh hari mengikuti workshop dan diskusi dalam grup “freedom dan Education” saya bisa mengambil beberapa point penting yaitu: konsep pendidikan yang berbeda dari setiap negara khususnya Eropa dan Asia, kebebasan dalam memilih subjek yang diminati sejak dini tanpa paksaaan dari orangtua dimana di Eropa itu sudah diberikan sejak mereka masih berumur 5 tahun, serta perbedaan pendapat mengenai pembelajaran agama.

Murid-murid sekolah “Franz von Assisi”

Kebiasaaan di Eropa adalah memisahkan pelajaran agama dengan pelajaran umum karena dianggap cenderung untuk membentuk pemikiran subjektif bagi murid-murid, karena pelajaran agama yang mereka pelajari hanya sebatas terhadap agama mereka saja, tidak ada toleransi untuk mempelajari nilai-nilai yang baik dari agama lain. Sedangkan sistem pendidikan di Asia sudah memasukan pendidikan Agama ke dalam kurikulum dikombinasikan dengan nilai-nilai budaya dan sosial negara Asia yang berbeda dengan Eropa. Kegiatan workshop dan diskusi tersebut dilakukan setiap hari sampai jumat dari jam 9 pagi sampai jam 3 siang disertai dengan seminar di sela-sela waktu yang diikuti oleh seluruh peserta ISWI di astu aula terbesar di kampus tersebut yaitu Humboldtbau. Seminar tersebut juga menghadirkan pembicara-pembicara yang cukup berpengaruh baik dari Akademisi maupun unsur pemerintah di Jerman. Setelah itu ada bermacam-macam kegiatan yang bisa peserta ikuti.

Chess floor Pada tanggal 16 Mei adalah momen untuk “crossing bo(a)rders” yaitu festival kaum muda dan sub budaya yang digelar Eishalle Strasse. Selain bisa menikmati makanan dan minuman khas Jerman secara gratis, para peserta juga disuguhi dengan bermacam-macam games yang unik dan atraktif seperti bersepada, graffity, skating, memasak, sulap, sirkus, debat, seni bela diri, membuat sketsa dan komik, fotografi, kewayangan, floor chess (catur raksasa), dan permainan roda-roda manusia. Mereka yang hadir dalam acara ini terlihat sangat senang untuk mencoba satu demi satu aktivitas yang telah disediakan panitia khususnya yang terlihat tidak biasa dan menarik perhatian seperti “roda manusia” dan “sepeda ban tunggal”. Di sela-sela kegiatan pada hari itu juga ada performance dari grup band lokal yaitu Mate Meo dan Moan. Serta ditampilkan pula Oeck, seorang pemain gitar solo yang sangat mengibur.

Hari berikutnya yaitu tanggal 17 Mei diisi dengan “Open Air Concert” yang dimulai pada jam 8 sore. Acara itu diisi oleh beberapa musisi lokal seperti Grup band Tos, Graumeliert ist zeitlos, Lingua Loca, serta penampilan dari penyanyi solo dengan berbagai macam aliran seperti jazz, swing, soul dan rock yang tak kalah luar biasa menghangatkan suasana sore itu yang cukup dingin dan mendung. “The long path to freedom” begitulah tema yang dibawa dalam kegiatan pda tanggal 18 mei 2011. Kegiatan ini cukup menarik dan mempunyai nilai filosofis yang baik. Perjalanan yang cukup panjang harus ditempuh oleh peserta untuk mencapai kebebasan dan revolusi dengan melawan bentuk diskriminasi dan penindasan. Setiap peserta mendapatkan paspor yang berbeda dan akan melewati rintangan yang berbeda pula selama perjalanan. Paspor tersebut dibagi menjadi empat macam yaitu paspor kuning yang berarti orang yang berasal dari “honey yellow lowlands”, paspor biru yang berarti orang yang berasal dari “blueberry hills”, dan paspor merah yang berarti orang yang berasal dari “cupric woods”. Saya sendiri mendapatkan paspor merah ketika berpartisipasi di acara ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun