Hampir 20 tahun yang lalu tepatnya tahun 2001, saya termasuk yang mendukung lengsernya  Gus Dur dari kursi Presiden.
Saat itu saya beranggapan bahwa Gus Dur bukanlah sosok yang ideal memimpin bangsa ini. Masih banyak yang lebih baik daripada Gus Dur. Demikian pendapat saya kala itu, pendapat seorang pemuda belum lama berstatus mahasiswa.
Saat itu saya dan juga banyak orang, termasuk Faisal Basri, dibuat terpikat dengan sepak terjang Amien Rais, yang ketika itu berhasil mencitrakan dirinya sebagai salah satu aktor Reformasi 98.
Ketika itu saya menganggap bahwa Amien Rais, adalah sosok yang tepat untuk jadi Presiden. Alasannya selain karena ia merupakan salah satu aktor peristiwa 98, ia juga seorang intelektual dengan gelar akademik yang lengkap serta  berpredikat sebagai guru besar alias Profesor.
Selain itu ia juga pemimpin organisasi agama. Membuat ia terkesan agamais. Ditambah dengan rekam jejak yang kala itu dianggap bersih, serta didukung oleh kemahirannya memainkan isu-isu penting ditengah masyarakat, isu yang mampu mengambil hati masyarakat.
Seperti misalnya bagaimana ia melontarkan wacana negara federal (yang akhirnya  menjadi otonomi daerah) sesuatu yang kala itu di idamkan oleh mayoritas daerah daerah  di luar Jawa.
Kemunculan nya ketika itu memang mempesona, sehingga tokoh sekaliber Gunawan Mohammad, Faisal Basri dan Rizal Ramli pun termasuk pihak yang berada di barisan pendukungnya.
Partai yang didirikannya lalu ikut menjadi salah satu partai peserta pemilu 99. Namun pemilu ini ternyata dimenangkan oleh partai PDI P. Partai yang punya basis massa kuat di pulau Jawa. Hasil yang kurang menggembirakan bagi Amien Rais dan pendukungnya kala itu.
Namun pemilihan Presiden dan wakilnya ketika itu masih dilakukan oleh MPR. Hal itu dimanfaatkan betul oleh Amien Rais, sehingga seperti yang kita ketahui, manuver Amien Rais dengan "poros tengah" nya berhasil membawa Gus Dur naik menjadi Presiden RI. Menyingkirkan Megawati, yang partainya berhasil keluar sebagai pemenang Pemilu. Terkesan Amien Rais tak rela menerima kekalahan nya waktu itu.
Naiknya Gus Dur ke kursi RI 1, sedikit banyak menimbulkan tanda tanya bagi saya dan mungkin juga bagi banyak orang ketika itu. Minimnya Informasi saat itu, membuat saya tidak banyak tahu tentang kualitas dan kapabilitas seorang Gus Dur.
Yang saya tahu, dia merupakan pemimpin NU, organisasi yang didirikan oleh kakeknya. Sehingga kesan feodal terasa kental. Karena ada anggapan ia menjadi pemimpin tak lebih karena faktor keturunan. Anggapan yang dikemudian hari ternyata salah.
Selain itu, gaya bicaranya juga terkesan semau gue, dengan brand nya yang terkenal "Gitu aja kok repot". Brand yang tetap populer sampai sekarang . Ungkapan yang seolah olah mengesankan sikap anggap enteng dan tidak perduli.
Hal tersebut membuat Gus Dur dimata saya -mungkin juga banyak orang- bukanlah tokoh yang ideal. Ditambah lagi kesehatan matanya yang terganggu, semakin menambah nilai minusnya. Saya merasa kurang sreg dengan Presiden yang satu ini. "Masa negara sebesar ini Presiden nya seperti itu, Â sudah berbau feodal, kurang berilmu, buta pula lagi"... itulah anggapan saya dan mungkin juga anggapan umum, ketika itu.
Namun seiring berjalan nya waktu, semua anggapan saya tentang  Gus Dur  ternyata salah besar. Satu persatu kehebatan dan kualitas Gus Dur, muncul ke permukaan. Dan ternyata semakin lama semakin banyak. Serta semakin mengagumkan. Dari mulai pikirannya, sikapnya, toleransinya dan yang utama sikap ke negarawanannya
Sikap toleransinya mungkin sudah sering kita dengar. Kedewasaannya juga dapat kita lihat, misalnya dalam menghadapi masalah Papua, sikapnya mampu mendinginkan hati masyarakat yang panas.
Sikap kenegarawanan ditunjukkannya, ketika memilih menghindari pertumpahan darah, dengan melarang pendukungnya terutama dari Jawa Timur datang ke Jakarta, saat ia hendak akan dimakzulkan. Ia memilih mengalah, menghindari bentrok antar sesama anak bangsa.
Hal itu membuat saya harus jujur mengakui, bahwa sebenarnya sayalah yang buta dan sayalah  yang kurang berilmu menilai seorang Gus Dur ketika itu.
Selain itu ternyata ada beberapa hal mengenai Gus Dur yang jarang mengemuka misalnya bagaimana ternyata Gus Dur merupakan salah satu dari sedikit tokoh yang tidak mampu dijinakkan oleh Orde Baru. Hal ini membuktikan ia memang anti kemunafikan.
Selain itu awal Tahun 80 -an,  Gus Dur ternyata penulis produktif dan kolumnis tetap di majalah Tempo. Sampai sampai tulisannya di majalah Tempo tersebut dibuatkan menjadi sebuah buku. (Dalam hati saya, ooo..pantaslah aku gak tau, soalnya  masih "mimik cucu" aku ketika itu). Bukti bahwa sebenarnya Gus Dur juga seorang Intelektual.
Dan satu lagi bukti yang lebih menakjubkan yaitu ternyata hanya Gus Dur lah Presiden yang berniat membawa bangsa ini ke arah negeri yang adil dan makmur. Walaupun diawal pemerintahan nya masih kurang ideal, namun ia berusaha untuk memperbaiki nya.
Buktinya adalah pemilihan menterinya. Pemilihan yang tepat atas dua pembatu strategisnya yakni Jaksa Agung  Baharuddin Lopa dan Menko Ekonomi  Rizal Ramli. Dua bidang yang melambangkan keadilan dan kemakmuran.
Kedua pejabat tersebut diyakini bisa membawa negeri ini menjadi negeri yang adil dan makmur. Keduanya punya rekam jejak bersih, berprestasi, anti korupsi, berpihak pada rakyat.Â
Jaksa Agung Baharuddin Lopa yang ketika itu baru hitungan pekan menjabat, diyakini akan segera menyeret para Koruptor dan bandit bandit kakap negeri ini ke muka hukum. Rekam jejaknya yang terkenal bersih dan tanpa kompromi, membuat ketar ketir banyak pengkhianat di negeri ini.Â
Oleh karena itulah, seorang Ichsanuddin Noorsy yang "tau banyak" dan saat itu merupakan staf khusus nya, menduga Baharuddin Lopa meninggal secara tak wajar, sengaja dihabisi oleh kekuatan besar yang terusik dengan tindak tanduknya ketika itu.Â
Begitu juga dengan Rizal Ramli, ekonom yang dihormati dunia Internasional ini, punya sederet prestasi luar biasa, termasuk dalam mengelola perekonomian negeri ini. Dan hebatnya kebijakan nya tersebut sepenuhnya didasari atas kepentingan rakyat, dan kemajuan bangsa. Banyak bukti yang sudah ditorehkan nya dan prestasinya belum tertandingi sampai sekarang.
Sehingga jika kita berandai andai, maka besar harapan bahwa bangsa ini kemungkinan akan mengalami kemajuan yang luar biasa seandainya Gus Dur ditakdirkan memimpin lebih lama ketika itu.
Namun sayang, ternyata ada kelompok yang memiliki kekuatan besar, yang tak ingin bangsa ini menjadi negeri yang adil dan makmur.
Kelompok yang serakah akan harta dan kuasa, yang tak pernah peduli terhadap nasib rakyat dan bangsa ini. Dan mereka merasa terganggu dengan tindak tanduk Gus Dur ketika itu.
Lalu disusun lah skenario agar Gus Dur bisa di jatuhkan. Salah satu tokohnya merupakan Amien Rais sendiri. Dan mereka berhasil.Â
Akibat nya Reformasi 98, layaknya macan ompong, hingga sekarang seperti tak berdampak apa apa bagi kemajuan bangsa dan negara. Segudang masalah dan keburukan masih tetap kokoh dan tak teratasi.
Dan sampai sekarang negeri ini masih dikuasai oleh Kelompok yang sama. Kelompok yang berisi orang-orang serakah.
Yang mana orang orang serakah tersebut ternyataa adalah orang orang yang selama ini punya kedudukan terhormat di masyarakat.
Seandainya Gus Dur dulu tidak diturunkan, maka mungkin bangsa ini sudah berada di jalan yang benar. Atau paling tidak, pernah merasakan dipimpin oleh pemimpin yang benar.
Pemimpin yang akan dirindukan oleh generasi setelahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H