Ada kalanya anak merasa jenuh menghafal surat yang sama berhari-hari. Untuk menyegarkannya,yakni pemberian hadiah ketika ia berhasil menghafal. contohnya, siswa yang berhasil menghafal Alquran sesuai target waktu akan mendapatkan hadiah berupa jam bermain.
Menghafal ayat-ayat Alquran bukanlah hal yang berat. Secara psikologi, itu sama saja dengan mengajarkan anak menghafalkan lirik lagu. Anak yang mampu menghafal lagu-lagu yang didendangkan orang tua atau didengarnya dari radio akan mampu menghafal Alquran. Seiring usia, jumlah lagu yang dihafalnya akan semakin bertambah banyak. Begitu pula dengan ayat Alquran.
Tak heran jika kemudian banyak anak berusia empat tahun yang sudah hafiz, hafal 30 juz Alquran. Mereka bukanlah anak yang dikaruniai bakat spesial sejak lahir. "Hukum bakat tidak berlaku dalam psikologi Islam, hal ini harus diluruskan.
Bakat atau talenta merupakan deskripsi dari ajaran psikologi Barat sehingga tidak sesuai dalam Islam. Bayangkan saja apabila membaca dan menghafal Alquran diterjemahkan ke dalam bakat yang dibawa seseorang sejak lahir. Manusia akan berpikir Allah SWT tidak adil karena hanya memberikan bakat pada hafiz cilik yang dikehendaki-Nya saja. Dalam psikologi Islam, setiap orang bisa menghafal Alquran. Mereka bisa melakukannya sejak kecil. “Menghafal Alquran merupakan sebuah pembelajaran dan semua orang bisa belajar dan mampu menguasainya tanpa perlu bakat tertentu,” jelas Baiturokhim.
Orang tua yang bukan seorang hafiz tidak perlu menyerah untuk mendorong anaknya menjadi hafiz. Keluarga yang bukan turunan hafiz justru harus termotivasi untuk menjadikan keturunannya lebih baik. Idealnya, orang tua memang harus menjadi hafiz terlebih dahulu sehingga mudah membimbing anak. Namun, bagi mereka yang bukan hafiz bisa tetap menghafalkan Alquran secara sederhana. “Misalnya, dengan menghafal surah pendek dan surah pilihan atau terus mengaji setiap hari sehingga anak turut serta,” ujar Baiturokhim.
Segala sesuatu yang dilakukan orang tua akan diamati anak. Ketika orang tua mengaji, anak juga akan ikut mengaji. Saat orang tuanya menonton televisi atau lebih senang pergi ke mal, tentu saja anaknya akan mengikuti orang tuanya. Masalah akan muncul saat sang anak bertanya, “Ibu atau ayah saja bukan hafiz, kenapa saya harus jadi hafiz?”
Sungguh indahnya jika kita mampu melakukan kebaikan karena dalam Hadist Rasul “Sebaik-baik orang diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Semoga kita termasuk orang-orang di dalamnya. Aminn
Marhaban Ya Ramadhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H