Dengan adanya perubahan tersebut maka terbit dokumen KTP-el yang baru. Dengan hitungan berdasarkan tanggal terbit dokumen KTP-el karena mengalami perubahan elemen data dalam rentang waktu kurang dari enam bulan tentu bisa disimpulkan tidak bisa memenuhi syarat sebagai pemilih.Â
Perubahan elemen data ini juga paralel dengan perubahan elemen data pada kartu keluarga (KK). Walaupun penduduk dimaksud sudah berdomisili lebih dari enam sebelum DPS. Tetapi karena perubahan elemen data kependudukan - yang berpengaruh kepada terbitnya KTP-el dan KK baru - maka tidak memenuhi syarat sebagai pemilih.Â
Ketiga, surat keterangan penduduk. Begitu juga dengan penggunaan surat keterangan penduduk yang dimaksud dalam aturan diatas. Disdukcapil hanya mengeluarkan dokumen surat keterangan pengganti KTP-el jika blangko KTP-el tidak tersedia pada saat itu.Â
Bagi penduduk yang sudah melakukan perekaman KTP-el dan pada saat itu tidak ada blangko KTP-el maka Disdukcapil memberikan surat keterangan pengganti KTP-el. Dokumen ini digunakan sampai terbit dokumen KTP-el. Suket ini hanya diberikan kepada penduduk yang berusia 17 tahun ke atas dan sudah melakukan perekaman.Â
Untuk informasi penduduk yang digunakan untuk layanan terbatas di instansi, Disdukcapil Padang Pariaman mengeluarkan biodata WNI untuk diberikan sebagai syarat proses pengurusan nikah di KUA. Argumentasi untuk kebijakan ini adalah bahwa pada saat menikah akan terbit KTP-el dengan status kawin, jadi tidak perlu diterbitkan KTP-el hanya untuk proses pengurusan administrasi nikah di KUA.Â
Bagaimana dengan penduduk yang belum berusia 17 tahun pada saat penetapan DPS tetapi mencapai usia 17 tahun pada hari pemungutan suara? Tentu belum memiliki KTP-el dan tidak memegang surat keterangan pengganti KTP-el.Â
Berdasarkan diskusi penulis dengan beberapa pelaksana di lapangan baik pada saat hari H maupun setelah itu, mereka mengacu pada dokumen kartu keluarga (KK) untuk menentukan pemilih yang memenuhi syarat. Dengan menggunakan dokumen KK berarti keluar dari regulasi diatas terkait pendataan pemilih.Â
KTP-el
Mengacu pada syarat pemilih di atas, maka dokumen KTP-el memiliki fungsi yang urgen dalam pelaksanaan pilwana. KTP-el menjadi syarat awal untuk menjadi pemilih dan menjadi produk akhir dalam bentuk pemilih tetap (DPT). Dengan urgensi tersebut, maka pemilih yang tidak terdaftar di DPT pun sebenarnya bisa menggunakan hak pilihnya.Â
Yurisprudensi untuk hal ini bisa dilihat dalam pelaksanaan pemilihan umum - presiden maupun legislatif. Walaupun ini bisa menjadi polemik dengan menyatakan bahwa pilwana bukan ranahnya pemilu, tetapi ada kesamaan ruh, terkait hak warga negara dalam menggunakan hak pilihnya. Kalau dalam pemilu, dengan hanya menunjukkan KTP-el bisa menggunakan hak pilih, kenapa hal yang sama tidak bisa dilakukan dalam pilwana?
Oleh karena itu, KTP-el sudah saatnya menjadi kartu multi fungsi, di antaranya menjadi surat panggilan pilwana. Dengan demikian, penggunaan kertas untuk surat panggilan bisa ditiadakan.