Mohon tunggu...
Intan Fauziah
Intan Fauziah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mengupas Tuntas "Serendipity"

24 Februari 2018   07:40 Diperbarui: 24 Februari 2018   07:51 10111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata "Serendipity" mungkin terdengar asing bagi sebagian masyarakat. Mungkin beberapa orang yang membaca novel ini juga bertanya tanya sebenarnya apa sih arti dari kata "Serendipity" itu? Serendipity adalah sebuah kebetulan yang berujung menyenangkan. Mengapa Serendipity? Karena di novel ini penulis menceritakan semua permasalahan serta lika liku kehidupan Rani dan Arkan yang tidak diduga- duga ternyata semuanya saling berkaitan. Namun di balik semua kebetulan itu, ternyata ada akhir yang indah.

Novel Serendipity yang ditulis oleh Erisca Febriani ini mengangkat cerita tentang suka duka kehidupan seorang anak SMA. Di kisahkanlah perjuangan hidup seorang remaja yang bernama Rani diantara permasalahan keluarga, persahabatan, dan cinta. Diumurnya yang masih sangat belia ia harus menjadi lady escort yang sama sekali bukan dunianya. Ia terpaksa melakukan itu agar bisa melunasi hutang- hutang Almarhum ayahnya.

"Tapi dunia nggak pernah seadil itu, Gib. Mungkin bagi lo yang punya keluarga lengkap dan kehidupan yang cerah, masa depan adalah sesuatu yang indah. Karena lo punya orang tua yang selalu ngedukung keinginan- keinginan lo. Sekolah lo juga enak karena nggak pernah mikirin rasanya 'apa lo besok masih bisa sekolah?' atau 'apa besok lo masih bisa bayar sekolah?' lo nggak pernah mikirin hal- hal itu, kan?" (hlm 184)

"Ayah gue meninggal empat tahun lalu karena gagal ginjal kronis. Semuanya berubah semenjak itu. Karena biayain rumah sakit Ayah, Ayah punya utang dengan atasannya waktu kerja. Dan, yang nanggung semua itu adalah gue sama Ibu." Rani mengembuskan napas berat, sebelum melanjutkan, "Empat ratus juta, Gib, kami nggak punya uang sebanyak itu. Semua tabungan udah habis, kami sama- sama cari cara untuk bertahan hidup. Dua tahun setelah kematian Ayah, atasan ayah gue, yaitu Mas Andre memberikan pilihan ke gue untuk melunasi utang- utang Ayah ke dia."  (hlm 184)

Selain permasalahan yang tadi telah disebutkan, penulis juga mengangkat kasus perundungan pada novel ini. Perundungan yang terjadi di sekolah mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita, tetapi tetap saja perundungan merupakan tindakan yang sangat tercela yang dapat mengganggu ketenangan dan kesehatan seseorang, baik secara jasmani maupun rohani. Perundungan sendiri dapat berbentuk tindakan fisik secara langsung ataupun melalui perkataan.

"Itu sepatu yang lo pakai," Loli menunjuk sepatu Rani dengan tatapan meremehkan, "dikasih sama om-om yang semalam lo temenin, ya?" (hlm 151)

"..... Ada banyak kata- kata hinaan yang ditujukan untuknya tertulis di sana.

            Dasar pecun, lo nggak pantas di sekolah ini.

            Ngapain sekolah? Nggak ada guna.

            Bikin malu sekolah aja lo.

            Cewek murahan, senang digrepe- grepe!

Rani segera meremas kertas- kertas itu, tidak ingin membacanya lagi." (hlm 62)

Alur yang disuguhan pada novel ini yaitu alur maju mundur atau bolak balik. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana penulis menyampaikan cerita yang banyak mengenang masa lalu Rani dan kemudian membandingkannya dengan keadaan pada saat itu.

"Bagi Rani, hujan adalah mesin waktu terbaik yang dapat menarik dirinya kembali ke masa lalu, tentang dirinya yang gemar bermain hujan tanpa harus takut sakit.

Gadis itu memejam, menikmati suara hujan. Tanpa sadar, ingatannya terlempar ke suatu malam empat bulan lalu, di tempat yang sama." (hlm.48)

"Rani teringat, pada suatu malam di musim hujan, saat itu usianya delapan tahun. ..." (hlm 90)

Rani sebagai tokoh utama digambarkan sebagai seorang perempuan yang kuat, sabar, dan tabah dalam menghadapi semua permasalahan yang datang silih berganti. Namun, di balik itu semua ia juga sosok wanita yang pemberani yang akan memperjuangkan hak- hak nya. Rani paling tidak suka jika ada yang menghinanya.

"Lo pasti yang udah nyebarin foto itu!" Tanpa kalimat pembuka, dia menuding Arkan dengan suara keras sampai lelaki itu melepaskan cengkraman tangannya dari pergelangan tangan Loli dan memalingkan muka, menatapnya." (hlm 16)

"Refleks, Rani mendorong tubuh Loli sampai jatuh ke lantai. Kemudian dijambaknya rambut panjang Loli sampai gadis itu mengerang dan menjerit kesakitan." (hlm 152)

Rani juga diceritakan sebagai orang yang besar hati dan lapang dada. Ia tidak segan- segan untuk meminta maaf walaupun itu bukan kesalahannya. Seperti pada kutipan di bawah ini, Rani meminta maaf kepada Arkan atas apa yang telah diperbuat ibunya. Ia juga senantiasa memafkan kesalahan yang telah dilakukan sahabatnya, Jean, walaupun yang dilakukan Jean sudah sangat menyakiti perasaannya. Ia tetap ramah tanpa menyimpan dendam.

"Gue minta maaf. Maaf buat semuanya. Maaf karena nyokap gue bikin hancur keluarga lo," Diucapkannya kalimat itu dengan sungguh-sungguh, jujur, berasal dari lubuk hatinya yang paling dalam." (hlm 242)

 "Jean, kenapa, sih? Lo nangis? Ada masalah apa?" Dengan lembut Rani bertanya. Isak tangis Jean semakin keras, tergugu, dan menggebu. "Jean, please, jangan nangis begini! Gue nggak pernah marah sama lo. Gue ngerti banget posisi lo Jean. Mau gimanapun, lo tetap sahabat gue. Sahabat gue yang paling baik." (hlm 292)

Di tengah konflik yang dihadapi Rani, penulis menghadirkan tokoh baru yaitu Gibran. Laki- laki yang merupakan keturunan Arab- Indonesia itu merupakan siswa baru di sekolah Rani.

"Tak lama, seorang lelaki tinggi masuk. Perawakannya tegap, hidungnya mancung, alis tebal seperti arang membingkai matanya. Ada kumis tipis samar di atas bibirnya sebagai bentuk bahwa hormon testosteronnya sudah bekerja." (hlm 35)

Di novel ini diceritakan bahwa Gibran mencintai Rani. Gibran mulai tertarik dengan Rani semenjak ia duduk sebangku dengan Rani. Sejak saat itu ia berusaha untuk mencari tau segala hal tentang Rani. Gibran pun telah mengungkapkan perasaannya kepada Rani. Namun sayangnya Rani tidak bisa membalas perasaan Gibran melainkan hanya sebagai seorang sahabat.

"Usaha Gibran untuk mencari tahu tentang Rani ternyata tidak berhenti di situ saja. Semua tentang gadis itu seolah merangsang setiap sel Gibran untuk menyelidiki. Bahkan saat ini, sepulang sekolah, Gibran menuju ke ruang guru. Dia menemui Bu Ida, wali kelas mereka untuk meminta alamat rumah Rani, tetapi Bu Ida mengatakan agar Gibran memintanya ke ruang BK dan menemui Bu Eno." (hlm 63)

"Ran," panggil Gibran seraya menempelkan bibirnya ke telinga Rani, "gue suka sama lo," katanya pelan." (hlm 169)

Rasa sayang Gibran yang begitu besar kepada Rani menuntunnya untuk membantu Rani bagaimanapun caranya. Gibran berusaha agar Rani bisa keluar dari gemerlap dunia malam sebagai lady escort walaupun, gitar-gitar kesayangannya yang harus menjadi taruhannya. Ia harus menjual gitar-gitarnya itu untuk melunasi hutang hutang almarhum ayah Rani kepada Mas Andre.

"Gue mau ngebantuin lo untuk berhenti jadi lady escort," katanya tiba-tiba. (hlm 198)

"Gue nggak pernah ngerasa direpotin atau apa pun." Gibran berkelit, "gue bakal nyari cara supaya utang lo lunas dan dengan begitu lo nggak usah harus nemenin---" (hlm 198)

 Di balik permasalahan yang dihadapi Rani ternyata ada seorang lelaki yang menjadi pemicu hal tersebut terjadi. Lelaki itu adalah Arkan, yang sejatinya adalah mantan pacar Rani. Di sini tokoh Arkan diceritakan sebagai remaja pintar yang sangat dingin kepada semua orang. Namun, hal ini tidak berlaku bagi Rani. Arkan sangat menyayangi Rani, sikapnya sangat berbeda saat di dekat Rani. Ia menjadi lebih mudah senyum, terbuka, dan menghadirkan canda tawa di kehidupan Rani.

"... Di kelas, Arkan terkenal dingin, pintar, dan cuek. Kalau kata teman sekelasnya yang gue Tanya, Arkan itu tipe cowok yang bikin cewek- cewek penasaran. Misterius gitu, lho" (hlm 54)

"Gue mau ngajak makan bareng di kantin," jawab Arkan, masih dengan nada dingin yang samar, tapi anehnya berhasil membuat Rani salting sendiri...." (hlm 55)

"Lain kali, kalau mau tahu soal gue atau penasaran sama gue, tanya langsung aja," kata Arkan buka suara. Dia menoleh, menunduk menatap Rani yang tubuhnya tepat sedagu Arkan." (hlm 56)

Sampai suatu ketika sikapnya kepada Rani berubah drastis. Perasaan sayangnya kini telah berubah menjadi benci. Kata- katanya yang dulu begitu romantis kini berubah menjadi bentakan. Hal itu dikarenakan ia mengetahui bahwa ibu Rani adalah penyebab retaknya hubungan rumah tangga kedua orang tua nya. Semenjak saat itu Arkan menyimpan dendam yang begitu besar kepada Rani.

"Nggak ada yang perlu dijelasin!" bentak Arkan. (hlm 9)

"Ngapain lo teriak- teriak. Ini bukan pasar." Arkan akhirnya angkat suara. "atau nyokap lo emang nggak pernah ngajarin anaknya sopan santun, ya?"  (hlm 17)

"Arkan terkejut mendengar teriakan Rani, dia memajukan wajahnya di depan Rani. "Lo mungkin nggak mengusik kehidupan kami, tapi keberadaan lo...," desisnya, merendahkan tubuh agar setara dengan Rani, "itu benar benar parasit dan ganggu. Seharusnya, lo sadar dan tahu diri." (hlm 26)

Karena tokoh Arkan yang notabenenya memiliki sifat yang sangat dingin, tidak heran jika sekali ia mengeluarkan kata-kata pastilah itu sangat menusuk. Arkan juga anak yang sangat pintar di kelasnya, membaca buku adalah hobinya. Terkadang ia juga menyangkutpautkan segala sesuatu dengan ilmiah. Sekalipun sebenarnya kata-kata itu adalah untuk menghina. Seperti yang ia lakukan kepada Rani dalam kutipan berikut.

"Lo tahu teori efek kupu- kupu? Gue yakin orang sebego lo pasti nggak pernah dengar dan baca itu. Teori efek kupu- kupu bilang bahwa kepak sayap kupu- kupu di sebuah tempat dapat mengakibatkan badai di tempat lain yang berjauhan. Lo nggak tau, kan, apa yang sudah lo atau orang terdekat lo lakukan, dan mengakibatkan hal buruk terjadi buat orang lain. Lo nggak tahu, Ran." (hlm 126)

Dari perkataan Arkan tersebut dapat kita bayangkan bagaimana perasaan Rani yang dihina oleh orang yang dulu sangat memujanya.

Karena menceritakan tentang kehidupan seorang remaja SMA, tidak heran jika penulis lebih menonjolkan sekolah sebagai latar tempatnya. Hampir seluruh kejadian dan konflik yang terjadi pada Rani terjadi di sekolah. Sekolah memang merupakan tempat yang sangat erat hubungannya dengan remaja. Terkadang remaja lebih banyak menghabiskan waktu mereka di sekolah daripada di rumah. Di sekolahlah kebanyakan cerita suka dan duka remaja hadir.

"Rani datang ke sekolah lebih pagi karena hari ini jadwalnya untuk piket kelas.Kelas masih sepi saat gadis itu masuk ke sana. Dia berjalan menuju kursinya untuk meletakkan tas, lalu menemukan kempulan kertas di mejanya...." (hlm 61)

"Dia segera masuk ke gedung sekolah melewati koridor. Tepat di depan koridor kelas, beberapa teman sekelasnya yang sedang berkeliaran di koridor mengarahkan perhatian ke arahnya ...." (hlm 14)

"Arkan segera membuka pintu ruang guru, tidak memberi waktu bagi Rani untuk melampiaskan amarahnya. ..." (hlm 121)

"Atmosfer dalam toilet itu terasa canggung. Rani berdiri di bagian pojok sementara Arkan menyikat bak. Pintu kamar mandi terbuka lebar ...." (hlm 125)

"Saat ini Rani dan Gibran sedang duduk di salah satu kursi di kantin. ..." (hlm 140)

"Mau tidak mau, Rani mengikuti langkah Bu Ida keluar dari kelas menuju ruang kepala sekolah, ....."  (hlm 265)

Dari kutipan di atas dapat kita lihat bahwasanya penulis tidak hanya terpaku pada satu tempat saja di sekolah. Sekolah yang dimaksud di sini adalah penulis memaksimalkan semua lokasi yang ada di sekolah seperti ruang kelas, kantin, perpustakaan, toilet, koridor, ruang guru, dan ruang kepala sekolah sebagai setting latar tempatnya. Oleh Karena itu, penulis lebih banyak menggunakan setting waktu pada siang hari, yaitu ketika jam proses belajar mengajar berlangsung, seperti di SMA pada umumnya.

"Siang itu, Rani duduk di samping Arkan seraya mengetuk- ngetukkan penanya di meja perpustakaan.  ...." (hlm 21)

"Bel pulang sekolah berbunyi sejak setengah jam lalu. Sekali lagi, Rani melirik jam di pergelangan tangannya." (hlm 27)

Tidak hanya siang, setting waktu malam juga dihadirkan dalam novel ini. Hal ini dikarenakan tokoh Rani yang diceritakan menjadi lady escort dituntut untuk bekerja pada malam hari.

"Pandangan Rani sepenuhnya tertuju pada kerlip lampu- lampu yang menerangi jalanan Kota Bandung di malam hari. ..."  (hlm 186)

"Kalau malam ini saya menang lagi, saya akan belikan kamu apa saja." (hlm 187)

Latar sosial yang dihadirkan penulis pada novel ini dapat dilihat dari tradisi anak remaja zaman sekarang, dimana jika ada yang berulang tahun maka ia harus mentraktir teman sekelasnya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini

Saat ini Rani dan Gibran sedang duduk di salah satu kursi di kantin. Pernyataan itu meluncur begitu saja dari bibir Gibran saat mengamati Rani terus- terusan menoleh ke deretan meja kantin di bagiian tengah -- menatap Jean yang sedang mentraktir teman-teman sekelas mereka -- salah satu tradisi bahwa kalau ada yang berulang tahun, maka yang berulang tahun harus mentraktir makan di kantin. (hlm 140)

Selain itu, penulis juga menghadirkan latar sosial mengenai perjudian yang sebenarnya tabu tetapi cukup lumrah di sebagian daerah di Indonesia.

"Perjudian adalah sesuatu yang tabu, tapi sebenarnya lumrah di Indonesia. Salah satunya perjudian di Hotel Moon DeLouvre yang termasuk ke jaringan perjudian terbesar di Indonesia. Perjudian yang digawangi oleh The Godfather---sebuah jaringan mafia judi yang sudah terkenal sampai ke mancanegara---dan mereka juga mempunyai satuan pengamanan dengan mengikutsertakan preman- preman sampai para petinggi di pemerintahan. Mereka juga mempunyai partner; mulai dari pejabat tinggi TNI, Polri, wartawan sampai ke ormas pemuda yang nantinya akan mendapat pengaturan upeti sehingga perjudian itu bebas dari ancaman apparat keamanan dan pemerintah." (hlm 189) 

Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana penulis menceritakan kejadian demi kejadian dengan menyebutkan nama tokoh. Selain itu, penulis juga menceritakan secara rinci tentang pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas.

".... Gadis itu memindahkan jawaban- jawaban yang dilihatnya ke lembar kertasnya yang masih kosong. Tangannya bergerak, sementara kepalanya memikirkan sebuah pertanyaan, mengapa Arkan mau repot-repot memberinya jawaban?" (hlm 113)

 "Jantung Rani berdegup kencang dan tangannya terasa dingin seketika, bibirnya mengering, dan seluruh tubuhnya terasa kesemutan." (hlm 266)

Seperti yang tertera pada kutipan- kutipan di atas, pada novel ini pembaca bisa mengetahui segala hal tentang apa yang dialami, dilihat, didengar, dan dirasakan oleh setiap tokoh yang tidak diungkapkan si tokoh secara langsung.

Tentang Penulis

Erisca Febriani merupakan salah satu mahasiswa di Universitas Lampung. Penulis yang mengambil jurusan Agroteknologi itu sekarang berumur 20 tahun. Di umur yang masih terbilang muda Erisca sudah berhasil menulis 2 buku best seller yaitu Dear Nathan dan Serendipity. Umur 20 tahun adalah masa dimana kita baru beranjak dari dunia SMA. Jadi bisa di analogikan bahwa hal itu lah yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkat cerita mengenai kehidupan seorang anak SMA.

Di novel ini Erisca menggunakan bahasa tidak baku atau lebih tepatnya bahasa sehari hari yang digunakan oleh remaja pada umumnya. Hal ini dapat kita lihat dari penggunaan kata "lo- gue"di setiap dialongnya.

"Dari mana lo dapat nomor gue? ..." (hlm 84)

"Lo selesain ini, gue mau balik ke kelas. ...." (hlm 126)

Tidak hanya itu, kita juga dapat menemukan kata- kata "gaul"atau kata- kata yang jauh dari kata baku seperti, penyebutan "bokap- nyokap"untuk ayah dan ibu.

"Itu tadi nyokap? Tanya Gibran, mencoba mengabaikan Rani yang muram." (hlm 68)

"Kalau bokap lo?" (hlm 68)

Jika dilihat dari latar belakang penulis yang merupakan seorang mahasiswa, tidak heran jika ia menggunakan kata- kata tersebut. Di kalangan mahasiswa atau lebih tepatnya remaja mereka sudah mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari- hari. Apalagi jika ditinjau dari masa sekarang ini, panggilan aku- kamu sudah dianggap ketinggalan, terlalu baku, alay, ataupun "cupu".

Erisca Febriani adalah orang yang hobi makan. Di novel ini tokoh Rani juga diceritakan mempunyai hobi yang sama. Sepertinya penulis sengaja menjadikan Rani sebagai cerminan dari dirinya.

"Rani tersenyum lebar. "Udah dong, baca bukunya. Ngelihatin kamu tuh bikin aku lapar, tauk."

"Tadi kan udah makan." .... "Nggak kenyang." (hlm 21)

"Kepala Arkan berisi tentang kekagumannya kepada Newton.... Sementara pikiran Rani hanya dipenuhi dengan rencana main hari ini dan makan apa." (hlm 23)

Dulu, Erisca Febriani adalah sosok yang tidak percaya diri dengan tulisan- tulisannya. Setelah meminta pendapat orang- orang terdekat dan mendapat tanggapan yang baik barulah ia memberanikan diri mempublikasikan karyanya ke wattpad. Siapa sangka sekarang tulisan- tulisan dari wanita kelahiran Bandar Lampung itu telah menjadi buku- buku best seller dan telah difilmkan. Erisca patut berbangga dengan pencapaiannya saat ini karena ia berhasil membuktikan kepada dunia bahwa ia mampu menghasilkan sesuatu yang sangat disukai masyarakat. Hal ini kemudian ia tuangkan dalam rangkaian kata yang indah yang terdapat pada halaman 306.

"Hiduplah seperti bunga dandelion. Dandelion tidak secantik mawar, tidak seindah lili, tidak seabadi edelweis. Dandelion tidak memiliki mahkota yang membuatnya tampak menarik. Dandelion juga tidak sewangi melati. Tapi dandelion adalah bunga paling kuat. Dia tetap bisa tumbuh di antara rerumputan liar, di celah batu. Dandelion terlihat begitu rapuh, tapi begitu kuat, begitu indah, begitu berani. Berani menantang sang angin, terbang tinggi, begitu tinggi menjelajah angkasa sampai akhirnya tiba di suatu tempat untuk dapat tumbuh membentuk kehidupan baru."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun