Mohon tunggu...
Intan Fauziah
Intan Fauziah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kedua Kalinya

19 Maret 2017   19:46 Diperbarui: 19 Maret 2017   20:00 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

      “Sebelumnya saya mohon maaf, berat untuk saya mengatakannya bahwa sebenarnya ibu anda mengidap kanker otak stadium akhir.”  Tak kuasa aku menahan air mata mendengar kata-kata dokter. Bagai ditusuk banyak pisau dari segala arah. Aku tidak sanggup.

      “Lalu bagaimana dok? Apakah ibu saya masih bisa disembuhkan? Tolong dok, saya tidak mau kehilangan ibu saya, saya sangat menyayanginya.”

      “Saya akan berusaha untuk memberikan yang terbaik kepada ibu anda.”

      “Terima kasih dok.” Aku langsung keluar dari ruangan dokter dengan air mata yang masih bercucuran. Aku tidak sanggup dengan keadaan ini. Tuhan, berikanlah aku kekuatan untuk menghadapi semua ini.

      Sudah 2 hari ibu terbaring lemah di rumah sakit. Namun, keadaan ibu masih belum membaik. Aku semakin tidak tenang. Aku teringat akan kata-kata dokter waktu itu tentang penyakit ibu. Aku tidak mau kehilangan ibu. Kehilangan orang yang sangat aku sayangi untuk kedua kalinya. Aku dan Saka selalu berada disamping ibu, menggenggam erat tangannya. Kami tidak sanggup untuk jauh dari ibu. Malaikat tanpa sayap yang selalu ada untuk kami.

      “Ibu sayang kalian, kalian baik-baik ya ikhlaskan ibu dan ayah, agar kami tenang di alam sana.” tiba tiba kata-kata itu keluar dari mulut ibu.

      “Ibu tidak boleh berbicara seperti itu, Saka dan kakak sayang ibu” ujar Saka sambil terisak-isak.

      “Ibu pasti sembuh, kita akan terus bersama bu.” tambahku utuk menguatkan ibu.

      Tangan ibu pun langsung dingin sedingin-dinginnya, mata nya terpejam.

      “Ibu…” aku dan Saka langsung berteriak sekencang-kencangnya sambil menangis sejadi-jadinya. Kami tidak sanggup menghadapi kenyataan ini. Kenyataan bahwa ibu telah pergi menyusul ayah. Mengapa harus kami yang merasakan kepedihan ini? Kehilangan dua orang yang sangat kami sayangi. Luka lama belum sembuh, luka baru datang lagi. Aku langsung memeluk Saka dengan sangat erat. Sakalah satu-satunya keluargaku saat ini. Aku tidak tau lagi harus berbuat apa. Entah bagaimana aku akan menjalani hidupku selanjutnya, bersama Saka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun