Mohon tunggu...
Fauziah Ayu Lestari
Fauziah Ayu Lestari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu Rumah Tangga

Hanya Ibu rumah tangga biasa yang mencoba gemar membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pembalut dari Serat Pohon Pisang, Solusi Jitu Atasi Pencemaran Lingkungan

8 Juli 2023   01:53 Diperbarui: 8 Juli 2023   02:04 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanaman yang bernama latin Musa  paradisiaca ini tumbuh subur di negara tropis, seperti Indonesia. Pisang sendiri merupakan tanaman asli Asia Tenggara. Pisang kemudian menyebar ke berbagai wilayah dunia melalui jalur perdagangan dan penjelajahan. Dilansir dari wikipedia.id  tanaman pisang telah menyebar ke Pulau Madagaskar sejak 500 tahun sebelum masehi.

Tanaman pisang memiliki manfaat dari akar hingga daun. Buah pisang dapat diolah menjadi kudapan lezat atau dikonsumsi langsung. Jantung pisang juga dapat dikonsumsi menjadi hidangan yang sangat lezat, seperti sayur santan atau tumis jantung pisang. 

Manfaat daun pisang jangan ditanya lagi. Daun pisang sering dimanfaatkan untuk pembungkus makanan seperti nagasari, utri, atau kue -- kue tradisional lainnya. 

Selain itu makanan yang dibungkus dengan daun pisang akan menambah cita rasa tersendiri. Sementara bonggol pisang juga kaya akan manfaat. Selain dapat diolah menjadi makanan, bonggol pisang bisa menjadi obat alternatif berbagai penyakit pencernaan seperti typus, diare, wasir, dan disentri.

Tanaman pisang hanya berbuah sekali. Setelah dipanen batang pisang harus ditebang. Bagian yang paling jarang dimanfaatkan adalah batang pisang dan biasanya ini akan beralih menjadi limbah. Padahal jika dimanfaatkan dan diolah dengan baik, limbah batang pohon pisang ini dapat meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomisnya.

Di India, ada sebuah perusahaan yang memanfaatkan limbah pohon pisang. Mereka mengolah serat pohon pisang untuk bahan utama pembalut. Pembalut ini dinilai  ramah lingkungan karena dapat terurai sendiri setelah dikubur selama 6 bulan. Bahkan jika dikubur pembalut ini bisa digunakan untuk kompos. 

Tentunya ini sangat bagus untuk mengatasi sampah pembalut plastik, yang mana sampah pembalut tidak bisa terurai sendiri justru mencemari lingkungan. Menurut Kristin Kagestu selaku CEO perusahaan, bahan yang dipilih sudah melewati uji laboratorium dan tidak akan menyebabkan iritasi atau ruam kulit.  

Awalnya ide ini muncul karena kesulitan wanita India untuk mendapatkan pembalut. Hanya sekitar 18 persen wanita India yang bisa mendapatkan pembalut. Itupun bagi mereka yang tinggal di perkotaan. 

Di pedesaan, pada umumnya wanita hanya menggunakan kain  sebagai pelapis saat menstruasi. Minimnya pengetahuan dan penyuluhan kesehatan membuat mereka tabu menggunakan pembalut modern.

Untuk mendapatkan seratnya pohon pisang dibelah menjadi dua lalu dipisah lapisan per lapisan dengan bantuan mesin. Dengan mesin inilah lapisan batang pisang akan diproses menjadi serat. 

Kemudian serat - serat ini dikeringkan di bawah sinar matahari atau menggunakan mesin pengering. Setelah kering, serat ini akan dipotong dan diolah menjadi serat yang lebih halus. 

Serat halus ini yang nantinya akan menjadi bahan utama pembalut. Bahan perekat dan plastik pun terbuat dari bahan yang mudah teruai. Bahkan pembungkusnya pun tidak menggunakan plastik sama sekali.

Dari sisi harga, pembalut berbahan serat pohon pisang ini memang sedikit lebih mahal dari pembalut biasa. Satu pak pembalut berisi 8 pcs dibandrol dengan harga sekitar 50 ribu rupiah. Sedangkan untuk pad tipis dibandrol dengan harga sekitar 140 hingga 160 ribu rupiah.

Meski begitu, pendiri perusahaan berniat menyumbangkan pembalut ini sembari mengedukasi wanita- wanita India yang tinggal di pedalaman. Hingga saat ini mereka sudah menyumbangkan sekitar 1000 pembalut ke kawasan terpencil India. Mereka terus mengedukasi pentingnya menjaga kebersihan dan menggunakan pembalut.

Bagiamana, apakah anda tertarik  mencobanya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun