Mohon tunggu...
Fauziah Aljahro
Fauziah Aljahro Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Saya merupakan mahasiswa jurusan kimia murni, selain kuliah saya juga aktif di berbagai organisasi intra maupun ekstra kampus, saya juga pernah mengajar di salah satu Sekolah Dasar, tidak hanya itu saya juga senang membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bioteknologi untuk Lingkungan: Solusi Hijau di Tengah Perubahan Iklim

25 Desember 2024   12:27 Diperbarui: 25 Desember 2024   12:27 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Jamur Mikoriza

Perubahan iklim adalah salah satu masalah terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Kondisi ini terjadi karena peningkatan suhu bumi secara global, perubahan pola cuaca, serta bencana alam yang semakin sering terjadi seperti banjir, kekeringan, dan badai. Penyebab utamanya adalah aktivitas manusia, seperti penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan, deforestasi, dan praktik industri yang tidak ramah lingkungan. Aktivitas tersebut menyebabkan emisi gas rumah kaca meningkat, sehingga memicu efek pemanasan global yang berdampak luas pada kehidupan manusia dan lingkungan.

Dalam menghadapi permasalahan ini, bioteknologi menjadi salah satu solusi yang dapat membantu mengatasi dampak perubahan iklim. Bioteknologi adalah teknologi yang menggunakan organisme hidup, seperti mikroorganisme dan tanaman, untuk menghasilkan produk atau solusi yang bermanfaat. Urgensi bioteknologi dalam mitigasi perubahan iklim sangat penting, terutama dalam pengembangan bioenergi sebagai sumber energi alternatif, peningkatan hasil pertanian yang tahan terhadap perubahan iklim, serta pengurangan emisi gas rumah kaca melalui rekayasa organisme. Dengan pendekatan yang lebih berkelanjutan, bioteknologi dapat berperan penting dalam mengurangi dampak perubahan iklim serta menjaga keseimbangan lingkungan.

Oleh karena itu, pemanfaatan bioteknologi harus dipahami dan diterapkan secara lebih luas sebagai bagian dari solusi jangka panjang untuk mitigasi perubahan iklim. Dengan dukungan teknologi ini, diharapkan tercipta sistem yang lebih ramah lingkungan dan mampu menghadapi tantangan perubahan iklim global.

Teknologi Penyerap Karbon

Perubahan iklim akibat tingginya emisi karbon dioksida (CO) telah mendorong berbagai pihak untuk mengembangkan teknologi penyerap karbon. Salah satu pendekatan yang menjanjikan adalah memanfaatkan mikroorganisme dan tanaman untuk menyerap dan menyimpan karbon secara efektif. Teknologi ini tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga memanfaatkan proses alami untuk mitigasi dampak perubahan iklim.

1. Pemanfaatan Jamur Mikoriza untuk Restorasi Lahan Gambut

Jamur mikoriza adalah mikroorganisme yang membentuk simbiosis dengan akar tanaman, membantu meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap karbon dan nutrisi dari tanah. Selain itu, jamur ini dapat menyimpan karbon dalam bentuk organik di bawah permukaan tanah, mencegah pelepasan karbon ke atmosfer.

Penelitian yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menunjukkan bahwa penggunaan jamur mikoriza efektif untuk restorasi lahan gambut yang terdegradasi. Implementasi ini telah diterapkan di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah, menghasilkan peningkatan produktivitas lahan dan penyerapan karbon.

2. Mikroalga sebagai "Pohon Cair"

Gambar 2. Mikroalga
Gambar 2. Mikroalga

Mikroalga memiliki kemampuan fotosintesis yang tinggi, menjadikannya alat efektif untuk menyerap CO. Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan alat inovatif bernama Algaerium, yang memanfaatkan mikroalga untuk mengurangi konsentrasi karbon di dalam ruangan. Alat ini dapat menyerap CO, mengurangi polutan, dan memperbaiki kualitas udara, menjadikannya solusi tepat untuk lingkungan perkotaan.

3. Mikroba Laut sebagai Penyerap Karbon

Gambar 3. Mikroba Laut
Gambar 3. Mikroba Laut

Ilmuwan dari University of Technology Sydney menemukan spesies baru mikroba laut yang memiliki kemampuan unik untuk menyerap karbon. Mikroba ini tidak hanya melakukan fotosintesis, tetapi juga menghasilkan eksopolimer kaya karbon yang mampu menyerap dan menyimpan karbon di dasar laut. Teknologi ini berpotensi besar dalam meningkatkan kemampuan laut sebagai penyerap karbon alami.

4. Biochar untuk Meningkatkan Penyerapan Karbon dalam Tanah

Gambar 4. Biochar
Gambar 4. Biochar

Biochar adalah material yang dihasilkan dari pirolisis biomassa, seperti limbah tanaman, dalam kondisi minim oksigen. Biochar memiliki struktur berpori dan luas permukaan tinggi, sehingga mampu menyerap dan menyimpan karbon secara efektif di dalam tanah. Penelitian menunjukkan bahwa kombinasi biochar, kompos, dan mikroba konsorsia dapat meningkatkan kandungan karbon tanah sekaligus memperbaiki kualitas ekosistem tanah.

Dengan kemajuan teknologi dan dukungan penelitian yang terus berkembang, penggunaan mikroorganisme dan tanaman sebagai penyerap karbon dapat menjadi solusi andalan untuk menghadapi tantangan perubahan iklim. Implementasi teknologi ini di berbagai sektor, seperti pertanian, kehutanan, dan lingkungan perkotaan, akan memberikan kontribusi besar dalam mengurangi emisi karbon global.

Contoh kasusnya: Penggunaan Biochar di Lahan Pertanian Indonesia

Salah satu contoh implementasi teknologi penyerap karbon di Indonesia adalah penggunaan biochar pada lahan pertanian. Penelitian yang dilakukan di Universitas Diponegoro menunjukkan bahwa aplikasi biochar pada tanah pertanian dapat meningkatkan kandungan karbon tanah serta produktivitas tanaman. Penelitian ini diterapkan pada lahan pertanian di Jawa Tengah dengan hasil yang signifikan dalam mengurangi emisi karbon tanah sekaligus meningkatkan kesuburan tanah.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada di lahan kering di Yogyakarta, dengan memanfaatkan limbah biomassa lokal seperti sekam padi dan serbuk gergaji untuk menghasilkan biochar. Hasilnya menunjukkan bahwa biochar dapat menyerap karbon secara efektif, sekaligus meningkatkan kapasitas tanah dalam menyimpan air dan nutrisi.

Peran Penting Bioteknologi Dalam Mengatasi Polusi Udara dan Air

Bioteknologi berperan penting dalam mengatasi polusi udara dan air melalui berbagai metode yang memanfaatkan mikroorganisme dan tanaman untuk mendegradasi polutan menjadi senyawa yang lebih sederhana dan kurang berbahaya. Berikut beberapa metode yang dapat digunakan dalam mengatasi polusi udara:

  1. Bioremediasi

Bioremediasi adalah proses penggunaan mikroorganisme untuk membersihkan lingkungan dari kontaminan, seperti menumpahkan minyak di laut. Mikroorganisme ini memecah polutan kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga mengurangi dampak negatif terhadap ekosistem. Menurut Adi Permana (2020) dalam artikelnya menyebutkan bahwa penerapan bioteknologi lingkungan atau grey biotechnology dapat dimanfaatkan untuk menangani pencemaran lingkungan baik di tanah, udara, maupun sedimen. Oleh karena itu, Metode ini efektif dalam mengurangi dampak negatif polusi terhadap ekosistem. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, metode bioremediasi bersifat organik dan terbukti aman serta efektif untuk membersihkan tanah atau wilayah perairan yang terpapar oleh limbah pertambangan.

  1. Biofiltrasi

Biofiltrasi melibatkan penggunaan mikroorganisme yang ditanam pada media filter untuk menghilangkan kontaminan dari udara atau air. Metode ini efektif dalam mengurangi polusi udara dengan menguraikan senyawa organik volatil dan gas berbahaya lainnya. Metode ini dapat digunakan pada sistem pengolahan air limbah rumah tangga dan industri, serta untuk meningkatkan kualitas air sebelum dibuang ke lingkungan.

  1. Fitoremediasi

Fitoremediasi menggunakan tanaman untuk menyerap, menstabilkan, dan mendegradasi polutan dari tanah dan air. Beberapa tanaman memiliki kemampuan khusus untuk menyerap logam berat dan senyawa organik beracun, sehingga membantu membersihkan lingkungan. Menurut penelitian, fitoremediasi dapat digunakan untuk mengatasi pencemaran di tanah dan air yang terkontaminasi polutan industri, sehingga mengurangi dampak perubahan lingkungan. Pada studi di Environmental Science & Technology (2021) menunjukkan bahwa biofilter mampu mengurangi emisi VOC hingga 95% dalam aplikasi industri. Pada studi di Ecotoxicology and Environmental Safety (2021) menunjukkan bahwa tanaman eceng gondok dapat menyerap hingga 70% logam berat dalam air selama 2 minggu. Selain itu, menurut penelitian lain juga menyebutkan bahwa tanaman seperti epipremnum aureum (sirih gading) dapat mengurangi polusi udara dalam ruangan.

  1. Teknik Mikroalga

Mikroalga dapat dimanfaatkan untuk mengurangi polusi udara dengan menyerap karbon dioksida (CO) dan berbagai polutan. Inovasi seperti "pohon cair" yang menggabungkan bioteknologi alga dengan teknik dan seni telah dikembangkan untuk memperbaiki kualitas udara sekaligus memiliki nilai estetika.

  1. Teknologi Mikroba

Teknologi mikroba yaitu pemanfaatan mikroorganisme seperti bakteri, jamur atau mikroalga untuk mengatasi masalah lingkungan, termasuk polusi udara dan air. Mikroorganisme tersebut berperan dalam mengurangi polusi dalam air dan meningkatkan kualitas air. Teknologi mikroba dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) dengan mengatasi permasalahan lingkungan melalui pendekatan bioteknologi. Menurut penelitian pada tahun 2022, bakteri Pseudomonas aeruginosa mampu menurunkan kadar minyak dalam air limbah hingga 80% dalam 10 hari.

Kontribusi Bioteknologi untuk Keberlanjutan Lingkungan

Bioteknologi berperan penting dalam keberlanjutan lingkungan melalui inovasi yang mendukung efisiensi sumber daya dan pengelolaan ekosistem. Dalam sektor pertanian, teknologi ini memungkinkan pengembangan tanaman yang lebih tahan terhadap perubahan iklim, hama, dan penyakit, sehingga mendukung ketahanan pangan dan mengurangi penggunaan pestisida. Selain itu, limbah organik dapat diolah menjadi pupuk atau bioenergi, memberikan solusi ramah lingkungan sekaligus manfaat ekonomi.

Bioteknologi menghadirkan teknologi seperti produksi biofuel dari biomassa dan pengembangan tanaman serta mikroorganisme yang dapat menyerap karbon dioksida lebih efektif untuk mitigasi perubahan iklim. Inovasi ini membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan dampak lingkungan, memberikan alternatif energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Namun, penerapan bioteknologi untuk lingkungan tidak lepas dari tantangan. Biaya penelitian dan pengembangan yang tinggi seringkali menjadi hambatan, terutama bagi negara berkembang. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai manfaat bioteknologi juga menjadi penghalang dalam implementasinya. Selain itu, regulasi yang ketat terkait teknologi genetik dapat memperlambat pengembangan inovasi baru. Meski demikian, peluang yang ditawarkan sangat besar, terutama dengan meningkatnya kesadaran global akan pentingnya keberlanjutan lingkungan.

Dengan berbagai inovasi yang ditawarkan, bioteknologi dapat menjadi pilar utama dalam menghadapi perubahan iklim. Teknologi ini tidak hanya mampu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, tetapi juga menciptakan solusi yang lebih hijau dan berkelanjutan. Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan industri menjadi kunci utama untuk memastikan keberhasilan implementasi bioteknologi di berbagai sektor. Investasi dalam penelitian, edukasi masyarakat, serta regulasi yang mendukung sangat penting untuk mendorong implementasi solusi hijau berbasis bioteknologi. Dengan upaya bersama, masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan dapat terwujud, memberikan harapan bagi generasi mendatang.

Daftar Pustaka

  1. Aryani, D., & Putri, R. D. (2019). "Pemanfaatan Mikroorganisme untuk Penyerapan Karbon di Industri Pabrik Gula." Jurnal Bioteknologi dan Lingkungan Indonesia, 15(2), 67-75.
  2. Kusuma, H., & Prasetyo, B. (2018). "Bioremediasi Limbah Cair Industri Tekstil Menggunakan Konsorsium Mikroba Lokal." Jurnal Teknologi Lingkungan, 19(1), 33-42.
  1. Wijayanti, N. I., & Saputra, A. D. (2020). "Aplikasi Bioteknologi dalam Pengelolaan Limbah Perkotaan di Surabaya." Jurnal Pengelolaan Lingkungan Indonesia, 14(4), 78-89.
  2. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), "Teknologi Bioremidiasi untuk Pengolahan POPs," [Online]. Available:https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/articles/view?slug=teknologi-bioremidiasi-untuk-pengolahan-pops. Diakses pada 19 Desember 2024.
  3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, "Materi Bioteknologi Lingkungan," [Online]. Available: https://lmsspada.kemdikbud.go.id/mod/resource/view.php?id=147863. Diakses pada 19 Desember 2024.
  4. A. Budiman, E. A. Suyono, dan N. Dewayanto. 2024. "Perbaiki Kualitas Udara, Pakar UGM Ciptakan 'Pohon Cair' dengan Mikroalga," Universitas Gadjah Mada.
  5. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), "Peran Teknologi Mikrob untuk Pencapaian SDGs," [Online]. Available: https://brin.go.id/news/110965/peran-teknologi-mikrob-untuk-pencapaian-sdgs. Diakses pada 19 Desember 2024.
  6. Lestari, D., & Setiawan, A. (2021). Bioteknologi dan Perubahan Iklim: Solusi Ramah Lingkungan . Jakarta: Penerbit Ilmu Hijau. Pradipta, R., & Sukirman, H. (2019). Perubahan Iklim Global dan Strategi Mitigasi . Bandung: Pustaka Alam Lestari

Tim Penyusun:

Fauziah Al jahro, Rahmawati Nuraeni, Silvia Novitasari, Sylvia Nurhasanah Mustofa, Mahasiswa Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun