Indonesia dikenal memiliki banyak sekali budaya yang tersebar di seluruh wilayahnya. Hal ini dikarenakan oleh Indonesia yang merupakan negara kepulauan, memiliki lebih dari 10.000 pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Tak heran jika setiap wilayah memiliki budaya masing-masing karena dipengaruhi oleh perbedaan masyarakat dan kondisi geografisnya. Salah satu contohnya yaitu di Provinsi DIY yang juga memiliki cukup banyak wilayah di dalamnya dan dinaungi oleh kabupaten-kabupaten yang ada.
Yogyakarta merupakan suatu provinsi yang dikenal memiliki banyak sekali budaya, baik seni maupun histori. Budaya yang ada di Yogyakarta ini terbilang masih cukup dilestarikan oleh masyarakatnya karena wilayah Yogyakarta masih tergolong sedikit pendatang yang menetap, khususnya di wilayah pedesaan.Â
Contohnya yaitu daerah Gunungkidul, kabupaten yang masih terbilang sedikit pendatangnya. Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten yang cukup dikenal oleh warga Yogyakarta karena memiliki kekayaan alam maupun budaya di dalamnya. Gunungkidul juga merupakan tempat yang berisi sejarah dari para pendahulu yang menjadi latar belakang adanya suatu tempat dan budaya. Salah satu daerahnya yaitu di Kalurahan Giring yang ada di Kecamatan Paliyan.
Kalurahan Giring merupakan salah satu tempat yang dikenal sebagai wilayah yang memiliki tempat bersejarah. Salah satu ikon dari kalurahan ini yaitu patung Ki Ageng Giring yang ada di Desa Giring. Menurut warga, patung tersebut menjadi penanda sejarah dari tokoh Ki Ageng Giring yang pernah memberikan jejak historinya ke desa tersebut.Â
Patung tersebut merupakan wujud penghormatan sekaligus penanda bahwa desa tersebut menjadi salah satu sumber sejarah yang harus dilestarikan. Selain patung, desa ini juga memiliki sejarah yang lain. Sejarah lain yang ada di Desa Giring yaitu tradisi Babad Dalan.
Babad Dalan merupakan suatu upacara yang menjadi wujud rasa syukur pada Tuhan atas rezeki panen pertama di musim hujan. Babad Dalan juga merupakan wujud syukur atas syiar agama Islam yang juga dibawa oleh leluhur. Upacara ini dilaksanakan pada tanggal 3 Mei 2024 oleh beberapa dusun, seperti Bulu, Singkil, Pengos, Gunungdowo, Pulebener, Nasri, Giring, Candi, dan Kendal.Â
Babad Dalan memiliki arti membersihkan jalan, namun arti tersebut tidak mengarah ke makna upacara tersebut secara oriental. Babad Dalan dilaksanakan satu tahun sekali pada Jumat Kliwon. Upacara Babad Dalan dilakukan dengan napak tilas mencari makam atau petilasan Ki Ageng Giring III yang merupakan tokoh penting sejarah Kerajaan Mataram.
Upacara Babad Dalan dilakukan dengan membawa segunung hasil bumi. Selain gunungan, terdapat tiga pusaka yang juga dibawa dalam kirab dan dikawal oleh Bregada Lombok Abang. Pusaka yang dibawa bernama Tombak Udan Arum, Songsong Tunggul Naga, dan Songsong Sangga Buana.Â
Ketiganya merupakan pusaka yang paling sakral dan utama. Para pusaka tersebut dibawa dari Tapak Dalem yang diduga merupakan kediaman Ki Ageng Giring III. Kirab yang membawa gunungan dan pusaka tersebut dibawa hingga menuju depan Balai Kalurahan Giring. Upacara dilanjutkan dengan menyebar udhik-udhik atau sedekah raja kepada seluruh warga. Â
Proses upacara ini berlangsung selama enam hari dengan kirab sebagai puncak acaranya. Setiap prosesnya menggambarkan perjalanan Ki Ageng Giring dalam mencari wahyu Kerajaan Mataram. Menurut salah satu warga yang mengikuti kegiatan tersebut, Babad Dalan awalnya tidak berada di tempat semula.Â