Mohon tunggu...
Ahmad fauzi
Ahmad fauzi Mohon Tunggu... Konsultan - Kejujuran

Kejujuran, Kebenaran, Keadilan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aktivis Mahasiswa yang Menjemput Ajalnya

9 Februari 2022   19:27 Diperbarui: 9 Februari 2022   19:30 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dan mantan aktivis 98 yang didewakan oleh mahasiswa itu pun ikut berperan menjadi striker di arena terdepan. Sebagai mantan aktivis mahasiswa, mereka pernah garang di lapangan dan lapuk di lembah sistem kekuasaan kemudian.

Entahlah, wacana reformasi yang mereka boombastiskan seakan-akan menjadi trik jitu untuk bila target capaian berhasil, berbondong-bondong seperti eksodus untuk menguasai sistem, sehingga sering terdengar oleh kita, berjuang lewat sistem. Kenyataan membenarkan akan hal itu, di mana aktivis mahasiswa yang dulu garang di lapangan, kini berada di zona nyaman kekuasaan.

Di dunia aktivis, keberhasilan karier senior adalah suatu kebanggaan tersendiri bagi juniornya. Mereka dijadikan patokan akan patron keberhasilan dan kesuksesan, di samping buah bibir yang membuat telinga banyak orang menilai positif padanya. Dan lebih girangnya bagi junior adalah dikarenakan mereka sudah sukses di sistem ataupun di sektor lainnya, maka hidup-tidaknya (progres) organisasi akan juga ditentukan

Artinya, koneksi antara mantan aktivis mahasiswa dengan juniornya yang kepalan tangannya masih kuat dan keras makin memperkukuh pola hubungan yang sinergis dalam intraksi yang saling mengisi pada kepentingan organisasi maupun kepentingan seniornya.

Karena umumnya adalah mantan aktivis (senior) yang sudah berada di zona nyaman merupakan penyuplai kebutuhan material kepada aktivis-aktivis junior. Pada hubungan kekeluargaan ini, junior akan meminta biaya pendanaan pada kegiatan-kegiatan kaderisasi di organisasi dan tak kalah penting adalah juga untuk menyejahterahkan junior-juniornya atas jerih payahnya yang sudah takzim pada senioritas.

Meminjam teori fungsionalisme struktural Talcot Parson, kesatuan fungsional dalam suatu tingkat keselarasan dan harmoni antara mantan aktivis (senior) dan aktivis mahasiswa (junior) dalam wilayah doktrinasi sarat dengan pemenuhan kepentingan semata, bukan satu-satunya murni membopong idealisme.

Maka implikasinya, ketertiban sosial di masyarakat lekas teratur dikarenakan aktivis mahasiswa sudah terbaptis sebagai lidah penyambung status quo seniornya (kekuasaan) yang sesungguhnya medium problem sosial itu sendiri.  

Oleh karena itu, ada semacam doktrinasi yang tumpang tindih antara paradigma konflik yang dieskplorasi dari marjin kiri di satu sisi (marxisme) dengan sisi lainnya; doktrin untuk meredam kacamata Marx tersebut lewat beberapa kenyataan riil berupa material yang dimanjakan (fungsional struktural).

Sudah umum, pada biasanya manakala sejak mahasiswa baru mereka dicekoki doktrin perjuangan-perjuangan kelas buruh, petani yang tetindas, dan bagaimana melakukan gerakan demonstrasi di depan gedung pemerintahan.

Tetapi di saat mulai menginjak matang prosesnya, mereka diperalat dan dicekoki aneka macam pragmatisme-oportunistik. Dan akhirnya, dahulu yang sebelumnya menuhankan idealisme, tiba-tiba berubah dengan paradigma “pragmatis itu sewaktu-waktu menjadi keharusan”.

Padahal sejatinya mereka terjebak di ruang konformitas yang berpotensi besar meninakbobokkan kerja-kerja sosial yang lebih berarti. Karena budaya paternalistik itu secara tidak langsung akan menjadikan mental mahasiswa keropos atas kenyamanan yang dimanjakan oleh seniornya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun