Mohon tunggu...
Ahmad fauzi
Ahmad fauzi Mohon Tunggu... Konsultan - Kejujuran

Kejujuran, Kebenaran, Keadilan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aktivis Mahasiswa yang Menjemput Ajalnya

9 Februari 2022   19:27 Diperbarui: 9 Februari 2022   19:30 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menjadi mahasiswa memang cukup membanggakan. Seakan derajat dirinya naik beberapa persen daripada sebelumnya saat hanya sebagai siswa.

Apalagi kemudian, dia bergelut di dunia organisasi yang nantinya mendapat gelar “aktivis”oleh banyak mahasiswa. GAKTIFISelar aktivis adalah status seksi yang pada gilirannya mengangkat harkat dan martabat sebagai mahasiswa yang dielu-elukan dan berkesan angker.

Di samping juga peran dan fungsinya di tengah-tengah masyarakat bukan main, dia tidak saja lakon penuh ambisi revolusi, tetapi menyimpan pernak-pernik yang orang tak semua memilikinya. Di dalam dirinya, ada insting yang lekas-lekas peka ketika menyaksikan kondisi riil kehidupan, mulai kebohongan, penindasan, pemerkosaan, ketimpangan, dan kemiskinan, serta dimensi-diemensi marginal dalam sisi hidup manusia.

Sebut saja, aktivis dengan dimensi filantropi sosialnya mampu memupuk aspek sosialitas ke dalam praktik kesalehan sosial. Problem akut sosial di mata mereka adalah kacamata untuk menganalisis dan menyelesaikannya.

Aktivis mungkin dianggap juru selamat zaman. Hampir di setiap masa tak kunjung sumur aktivisme mengering dan lapuk di pusaran zaman. Mereka bermodalkan pengetahuan dan analisis mendalam, lalu cepat-cepatlah kepalan tangan dengan teriakannya menyentak protagonisme kekuasaan yang menindas.

Namun, gambaran di atas sekadar metafora heroisme seorang aktivis saja, tanpa secara total menyempitkan peranan mereka di mata sosial. Bergantinya zaman dengan segala dimensinya mengubah aspek-aspek orientasi masing-masing orang, tak terkecuali aktivis

Sejarah mencatat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sejak Orde Baru menjadi barometer kekuatan civil society yang dipandang angker di mata rezim Soeharto. Perlahan kelakuannya yang meminta minta membuat citranya buruk seketika. Dan yang membuat miris adalah tidak sedikit LSM menjadi tempat besutan aktivis mahasiswa bekerja.

Tak ketinggalan pun mahasiswa. Kondisi sosio-politik Indonesia sekarang ini yang membuka seluas-luasnya kepada mantan aktivis mahasiswa masuk dalam lingkaran kekuasaan, pada gilirannya menjadi corong yang tak lagi matian-matian mengagungkan idealisme.

Kekuasaan yang berkorporasi dengan konglomerasi makin menutup idealisme mantan aktivis mahasiswa ke dalam lingkaran setan kekuasaan. Mereka terjepit, atau memang berupaya ikut melanggengkan trah kekuasaan oligarki.

Tak usah jauh-jauh, Partai Rakyat Demokratik (PRD) besutan Budiman Sujatmiko beserta kolega aktivis mahasiswa lainnya, mereka satu-satunya partai radikal yang lantang berani vis a vis rezim Orde Baru. Sejenak berlalu memasuki orde reformasi sampai sekarang, kita bisa menyaksikan bagaimana mereka menjadi dedengkot partai-partai oligarkis yang tak berkutik.

Keberadaan mereka seolah tak mampu menyentak kekuasaan oligarki yang di dalamnya masih bercokol eks-eks jenderal purnawirawan eks orde baru. Bisa dilihat ketika pilpres 2019 lalu, masing-masing pasangan digawangi purnawirawan yang satu sama lain bersuara di balik ketiak calon presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun