Mohon tunggu...
Fauzi Albarra
Fauzi Albarra Mohon Tunggu... Penulis - Peminat Ilmu Psikologi

Trainer Author Mindset Motivator Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Perhatikan! Emosi Menentukan Nasib Hingga 88 Persen

4 Juni 2023   00:09 Diperbarui: 4 Juni 2023   00:53 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kangen kompasianers dan malam ini kembali menyapa setelah luwama sekali, tapatnya enam tahun lalu, tak menulis di sini. Jika sebelumnya menulis beberapa topik politik dan pariwisata, kali ini betul betul saya sedang menikmati belajar ilmu psikologi, utamanya kecerdasan emosi. Setelah mempelajari banyak hal untuk mencoba mengubah nasib lebih baik dalam menjalani hidup, baru dapat dipahami bahwa ternyata nasib kita lebih banyak ditentukan oleh emosi kita dan angka pengaruhnya bukan main main. Pengaruh emosi untuk nasib kita bisa mencapai 88 persen. Sangat luar biasa.

Banyak contoh bergulir di sekeliling kita, terutama di media sosial, nasib sejumlah tokoh runtuh gara gara tak mampu mengendalikan emosi.  Termasuk nasib jenderal bintang dua yang runtuh kariernya bahkan hingga dihukum berat gara gara emosi kemudian terjadi kasus penembakan yang mengakibatkan salah satu ajudannya tewas. Ini bukan soal benar atau salah, tatapi tentang bagaimana mengendalikan diri (baca: emosi), ketika berhadapan dengan masalah.

Ketika emosi negatif muncul, begitu cepat keputusan dan cepat juga melakukan tindakan. Seperti otomatis. Biasanya, tindakan yang diambil karena intervensi emosi tinggi berakhir pada hasil yang tidak diinginkan dan bermuara pada buruknya nasib. Tindakan pada saat emosi lebih banyak disesali setelah terjadi, karena dipastikan dilakukan di luar kesadaran. 

Pada sisi lain, emosi juga dapat menciptakan nasib baik bagi seseorang. Emosi yang terkendali oleh kesadaran membuat seseorang dapat menyaring dan lebih berkemampuan memilih keputusan-keputusan yang berakhir pada tindakan atau perilaku yang mendukung nasib baik.   

Stimulus dan Respons

Saya coba mengilustrasikan bagaimana cara emosi bekerja hingga menentukan nasib seseorang. Kita mulai dengan STIMULUS dan RESPONS. Stimulus yang dimaksud adalah suatu kondisi yang terjadi di eksternal atau di luar diri kita, sedangkan respons adalah suatu kondisi yang terjadi pada diri kita (internal) secara otomatis/reflek, bisa akibat suatu kondisi eksternal, bisa juga akibat bahasa verbal atau bahasa non verbal orang lain.  

Contohnya: Ada tiga orang ibu yang berjalan di trotoar jalan, kemudian dari belakang terdengar suara keras knalpot dari motor yang digas kencang. Tiga ibu itu sekilas melihat motor melaju kencang dikendarai anak remaja berseragam SMP. Tak jauh dari pandangan mereka, anak SMP itu terjatuh dan suara benturan motornya terdengar hebat. Secara otomatis ketiganya memberikan respons atas stimulus kecelakaan yang menimpa anak SMP tersebut.

Respons tiga ibu atas stimulus kecelakaan tersebut tentu saja bisa sama atau berbeda beda. Misalnya, respons ibu pertama reaktif karena kesal anak remaja sudah bawa motor ugal ugalan."Syukurin lu! Ngebut aja sih. Masih kecil bawa bawa motor ngebut. Kecelakaan kan lo!," ujar ibu pertama. Ibu kedua bisa jadi responsnya apatis. "Kenapa itu? kecelakaan, ooh!," katanya.  Kemudian respons ibu ketiga boleh jadi proaktif. Ia justru merasa iba dan mengkhawatirkankan jika itu terjadi pada anaknya, adiknya, keluarganya, atau tetangganya. "Siapa itu! Duh, kasihan ya. Coba lihat yuk. Jangan jangan keluarga kita," ujarnya.

Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa satu peristiwa bisa memunculkan respons emosi yang berbeda. Artinya apa, setiap kita dapat memilih respons terbaik dalam setiap peristiwa.

Alur Emosi

Bagaimana proses emosi muncul secara biologis hingga memengaruhi psikologis. Alurnya adalah, informasi eksternal baik berbentuk peristiwa alami, maupun dari verbal dan non verbal dari orang lain, diserap oleh panca indra melalui penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman, maupun pengecapan, kemudian dikirim ke dalam otak, pertama ke Talamus. Dari Talamus, informasi positif dikirim ke pikiran sadar (neocortex) dan yang negatif dikirim ke amygdala sehingga muncul kecemasan, ketakutan dan emosi negatif lainnya. Secara otomatis hipocampus kemudian bekerja memunculkan makna. Jika maknanya negatif, hipotalamus kemudian memunculkan hormon negatif antara lain kortisol dan secara cepat memunculkan keputusan dan tindakan. 

Bisa dibilang bahwa amygdala bisa tenang jika hipocampus memberikan makna yang menenangkan. Dengan demikian, patut dipertimbangkan ketika ada kata kata bijak "Ambil hikmahnya dari setiap kejadian". Maksudnya adalah berikan makna yang baik pada setiap kejadian. Artinya, berikan kesempatan nalar atau kesadaran untuk mempertimbangkan respons atau makna yang dikeluarkan. Misalnya, ada orang yang menghina. Dari peristiwa itu ada yang memaknainya betul betul penghinaan, sehingga respons yang diberikan balik menghina atau bahkan memukul hingga membunuh; Ada juga yang mengabaikan hinaan dengan dengan memaknai bahwa orang yang dihina (terdzalimi diijabah doanya) atau juga menganggap orang yang menghina tidak banyak mengetahui dirinya.

Mengatasi Emosi

Emosi memunculkan rasa sedih, marah, takut, cemas, nafsu, cinta, kasih, sayang dan lainnya. Emosi tersebut datang silih berganti bergantung informasi yang diterima pancaindra. Setiap orang perlu berlatih mengendalikan arah emosi agar terhindar dari keputusan dan tindakan spontanitas yang membahayakan. Gunakan kesadaran berpikir (nalar) untuk menilai informasi sehingga respons keputusan dan tindakan yang diberikan betul betul atas dasar penuh kesadaran. Sirkuit emosi berlangsung cepat, oleh karenanya butuh latihan.

1. Setiap ada informasi yang tidak mengenakan yang menimpa seseorang, berlatihlah untuk tidak memercayai respons awal. Jadi, tahan emosi, berikan kesempatan pikiran sadar menilai.

2. Jika diperiksa menggunakan alat Electroencephalogram (EEG), otak memiliki gelombang. Gelombang Beta (berkecepatan 12-30 Hz) yang terjadi saat fokus berpikir atau bekerja, Alpha  (8-12 Hz) saat relaksasi, meditasi, atau melamun. Kemudian gelombang Theta (3-8 Hz) terjadi saat tidur dengan mimpi, dan Delta (0,5-3 Hz) yang terjadi saat tidur lelap. Semakin rendah gelombang, respons terhadap emosi juga semakin lambat. Maka sering sering lah mengarahkan gelombang otak dalam kondisi Alpha, seperti berdzikir, mendengarkan musik relaksasi, memvisualisasikan ide dan aktivitas membangun ketenangan lainnya. 

Pengaruh emosi terhadap keputusan, tindakan hingga menentukan nasib seseorang sangat besar. Para ahli menyebutnya hingga mencapai 88 persen. Ketika informasi membangunkan amygdala, segeralah bernafas lembut kemudian hembuskan secara perlahan dan ulangi beberapa kali hingga relaks.  Ketahuilah bahwa nalar atau kesadaran secara otomatis terbajak, sehingga seseorang baru sadar melakukan kesalahan setelah melakukan tindakan. Maka teruslah latih diri untuk tetap dalam ketenangan jiwa agar mudah mengakses pikiran rasional.  Dalam hidup, ada tiga senjata pada otak kita yang bisa dipilih untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah. Pertama Reptilian Brain (otak ego), Mid Brain (otak emosi), dan ketiga Neokortek (otak rasional/dialog). 

Tulisan ini tentu jauh dari kesempurnaan, bagi kompasianers yang kiranya dapat menyempurnakan, silakan melalui kolom komentar. []canva.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun