Mohon tunggu...
Muhamad FauzanIbnu
Muhamad FauzanIbnu Mohon Tunggu... Programmer - Mahasiswa

Muhamad Fauzan Ibnu Syahlan 41520010219 Frontend Developer, memiliki experience 1 tahun di bindang yang telah di sebut dan sedang mencari freelance

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

41520010219 - Diskursus David Hume: Pemahaman Filosofis terhadap Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

15 Desember 2023   04:44 Diperbarui: 15 Desember 2023   14:59 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kejahatan korupsi, sebagai permasalahan sosial yang merajalela di banyak negara termasuk Indonesia, terus menjadi fokus utama dalam upaya pemberantasan kejahatan. Dalam menghadapi fenomena yang kompleks ini, pandangan filosofis dari tokoh seperti David Hume dapat memberikan wawasan yang mendalam terkait permasalahan moral dan kejahatan korupsi.


Memahami Korupsi Melalui Lensa Humean

David Hume, seorang filosof Skotlandia pada abad ke-18, dikenal karena kontribusinya dalam bidang etika dan filosofi moral. Salah satu aspek penting dari pemikiran Hume adalah pandangannya tentang sifat manusia dan asal mula nilai-nilai moral. 

Teori Hume tentang moralitas menyajikan pemahaman yang menarik terkait dengan perbuatan korupsi. Hume melihat bahwa manusia secara alami memiliki naluri empati dan simpati terhadap sesama. Namun, ia juga mengakui adanya nafsu dan kepentingan pribadi yang dapat mempengaruhi perilaku manusia.

Dalam konteks korupsi, pandangan ini dapat diaplikasikan dengan melihat bagaimana kepentingan pribadi, seperti keserakahan atau keinginan untuk memperoleh keuntungan pribadi, dapat merusak kebijaksanaan moral.

Menghubungkan pemikiran Hume dengan fenomena korupsi di Indonesia, kita dapat melihat adanya kesenjangan antara pengetahuan moral yang dimiliki individu dan tindakan korupsi yang dilakukannya. 

Banyak pelaku korupsi di Indonesia adalah orang-orang berpendidikan tinggi, memiliki pemahaman tentang nilai moral dan agama, namun terlibat dalam praktik korupsi yang merugikan masyarakat. Masalah utama terletak pada ketidakmampuan untuk mengintegrasikan pengetahuan moral dalam pengambilan keputusan. Hal ini sejalan dengan pandangan Hume tentang hubungan kompleks antara emosi dan akal budi dalam mengarahkan perilaku manusia.

Menghadapi permasalahan korupsi, solusi berbasis pada pemikiran Hume dapat menjadi landasan yang berharga. Beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan adalah:


Pendidikan dan Kesadaran Moral
*Pendidikan Moral yang Berkelanjutan: Merancang program pendidikan yang tidak hanya mengajarkan nilai-nilai moral, tetapi juga mendorong refleksi dan pemahaman mendalam tentang bagaimana nilai-nilai tersebut dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Penegakan Hukum yang Konsisten
*Penegakan Hukum yang Adil dan Tegas: Membuat hukuman yang tegas dan konsisten bagi pelaku korupsi tanpa memandang status sosial, politik, atau ekonomi.
Budaya Organisasi yang Menghargai Integritas
*Pembentukan Budaya yang Menjunjung Tinggi Integritas: Mendorong adopsi nilai-nilai integritas dalam organisasi melalui kebijakan, penghargaan, dan keteladanan dari para pemimpin.
Peran Aktif Masyarakat Sipil
*Peran Masyarakat dalam Pengawasan dan Pelaporan: Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi dan melaporkan praktik korupsi.
Sanksi Sosial dan Kesadaran Pribadi
*Pengenalan Sanksi Sosial: Memahami dan menekankan dampak sosial negatif dari korupsi, serta memperkuat kesadaran akan tanggung jawab moral individu.
Penguatan Institusi Anti-Korupsi
*Penguatan Lembaga-Lembaga Anti-Korupsi: Melalui peningkatan kapasitas dan dukungan penuh, lembaga-lembaga ini dapat memainkan peran yang lebih efektif dalam pemberantasan korupsi.

Penerapan konsep Hume dalam konteks korupsi di Indonesia memerlukan langkah-langkah yang terstruktur dan terkoordinasi dengan baik. Pengintegrasian nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam pendidikan maupun tindakan nyata, menjadi kunci untuk mengatasi kesenjangan antara pengetahuan dan tindakan.

Peran Pendidikan dan Kesadaran

Pendidikan moral yang berkelanjutan harus menjadi fokus utama dalam upaya memperbaiki situasi. Program pendidikan yang tidak hanya menekankan pada nilai-nilai moral secara teoritis, tetapi juga mengajarkan keterampilan moral praktis yang diperlukan dalam menghadapi situasi riil, akan menjadi landasan yang kuat untuk mengurangi kasus korupsi di masa depan.

Selain itu, penegakan hukum yang konsisten dan tanpa pandang bulu perlu ditegakkan. Dengan memberlakukan sanksi yang tegas dan adil terhadap pelaku korupsi, masyarakat akan merasa bahwa ada konsekuensi nyata atas perbuatan mereka.Di tingkat organisasi, pentingnya budaya yang menghargai integritas tidak bisa diabaikan. Kepemimpinan yang memberikan contoh dan kebijakan yang menguatkan nilai-nilai etika dapat membentuk lingkungan yang tidak membiarkan praktik korupsi berkembang.

Peran aktif masyarakat sipil dalam pengawasan dan pelaporan juga sangat penting. Melibatkan masyarakat dalam mengawasi dan melaporkan praktik korupsi akan menjadi alat yang efektif untuk meminimalisir kasus korupsi. Dan tak kalah pentingnya adalah penguatan lembaga-lembaga anti-korupsi. Dengan memberikan dukungan penuh dan memperkuat kapasitas lembaga-lembaga ini, upaya pemberantasan korupsi dapat menjadi lebih efektif.

Dalam menghadapi permasalahan korupsi yang kompleks di Indonesia, kita dapat mempertimbangkan lebih dalam pandangan filosofis David Hume yang menawarkan perspektif unik terkait asal-usul nilai moral dan perilaku manusia. Penyelidikan terhadap bagaimana pemikiran Hume dapat diterapkan dalam konteks korupsi di Indonesia akan memperkaya pemahaman kita terhadap fenomena ini serta mengilhami solusi yang lebih efektif.

Korupsi tidak hanya merusak struktur pemerintahan dan perekonomian, tetapi juga merupakan suatu masalah moral yang serius. Fenomena ini melibatkan pelanggaran terhadap nilai-nilai etika, kejujuran, dan keadilan. Melihatnya melalui prisma Humean, dimensi emosional dan nafsu manusia menjadi penting. Hume menekankan bahwa manusia cenderung dipengaruhi oleh emosi dan kepentingan pribadi dalam mengambil keputusan, bukan semata-mata dari aspek rasional. 

Saat melihat kasus-kasus korupsi di Indonesia, seringkali kita menemukan kesenjangan yang jelas antara pengetahuan moral yang dimiliki individu dan tindakan yang dilakukannya. Orang-orang yang seharusnya memahami dan mengamalkan nilai-nilai moral terlibat dalam praktik korupsi. Ini menandakan pentingnya memahami proses pengambilan keputusan dan bagaimana nilai-nilai tersebut diinternalisasi dan diterapkan dalam perilaku sehari-hari.

Menerapkan Pemikiran Hume dalam Penanganan Korupsi

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Pemikiran Hume dapat memberikan fondasi untuk merumuskan strategi penanganan korupsi yang lebih holistik. Salah satunya adalah memperkuat pendidikan moral yang tidak hanya mengajarkan nilai-nilai, tetapi juga melatih kemampuan mempertimbangkan situasi etis dan membuat keputusan yang bertanggung jawab. 

Program pendidikan harus menyertakan pembelajaran praktis yang mendorong refleksi, dialog, dan simulasi kasus nyata yang memungkinkan siswa untuk memahami dan menerapkan nilai-nilai moral dalam situasi kehidupan sehari-hari. Melalui pendidikan yang terintegrasi, kita dapat membentuk individu yang memiliki kesadaran moral yang kuat dan mampu menghadapi situasi dilematis dengan bijaksana. Selain pendidikan, penegakan hukum yang konsisten dan transparan juga sangat penting. Hukuman bagi pelaku korupsi haruslah adil dan proporsional. 

Dengan memberikan contoh nyata bahwa tindakan korupsi akan berujung pada konsekuensi yang serius, akan memberikan tekanan psikologis bagi mereka yang tergoda untuk terlibat dalam praktik korupsi. Di level institusi dan organisasi, perlunya membangun budaya yang menghargai integritas tak dapat diabaikan. Pemimpin di berbagai sektor harus menegakkan dan mencontohkan nilai-nilai etis, serta merancang kebijakan yang menguatkan integritas dan transparansi.

Peran Aktif Masyarakat Sipil

Peran aktif masyarakat sipil juga krusial dalam pencegahan korupsi. Dengan melibatkan masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan, akan lebih memperkuat transparansi dan akuntabilitas. Penguatan lembaga-lembaga anti-korupsi menjadi esensial. Melalui peningkatan kapasitas dan dukungan penuh, lembaga-lembaga ini dapat memainkan peran yang lebih efektif dalam pemberantasan korupsi. 

Pemikiran Hume tentang asal-usul moralitas dan faktor-faktor yang memengaruhi keputusan manusia dapat diterapkan dalam strategi pencegahan korupsi. Namun, strategi ini membutuhkan kolaborasi lintas sektor dan pendekatan yang komprehensif. Meningkatkan sistem pengawasan yang lebih efektif di berbagai lini pemerintahan dan sektor bisnis adalah langkah penting dalam mencegah terjadinya korupsi. 

Sistem ini haruslah transparan, terintegrasi, dan dilengkapi dengan sanksi yang tegas bagi pelanggar. Mendorong pengambilan keputusan yang didasarkan pada etika merupakan aspek kunci dalam memerangi korupsi. Mengembangkan program-program pelatihan yang fokus pada penguatan etika dalam pengambilan keputusan bisa membantu mengubah paradigma dan perilaku di berbagai lapisan masyarakat.

Keterlibatan Aktif Sektor Swasta dan Akademisi

Sektor swasta juga memiliki peran penting dalam memerangi korupsi. Keterlibatan aktif dari sektor ini dalam mendukung program-program anti-korupsi dapat menjadi faktor penentu dalam mengurangi praktik korupsi. Selain itu, kerja sama dengan akademisi dan pengembangan penelitian-penelitian terkait etika bisnis dan perilaku manusia dalam konteks keuangan dan pemerintahan juga akan memberikan wawasan yang lebih dalam dalam menghadapi korupsi. Pemanfaatan teknologi dan inovasi dalam sistem administrasi publik dan transaksi keuangan dapat memperkuat ketahanan terhadap praktik korupsi. Blockchain, misalnya, dapat digunakan untuk menciptakan transparansi dan rekam jejak yang tak terubah dalam transaksi keuangan. Integrasi Nilai-Nilai Moral dalam Kehidupan Sehari-hari


Pemikiran Hume menyoroti bahwa sumber moralitas manusia berasal dari perasaan empati dan simpati terhadap sesama. Dalam konteks penanganan korupsi, implementasi nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari menjadi krusial. Kehadiran nilai-nilai moral tidak hanya dalam struktur formal, tetapi juga dalam tindakan nyata, penting untuk mengubah perilaku dan memperkuat kesadaran moral. Pendidikan yang mengintegrasikan nilai-nilai moral, bukan hanya sebagai mata pelajaran, tetapi juga sebagai filosofi hidup, dapat memperkuat pemahaman dan kesadaran akan etika. Pembelajaran ini harus melibatkan refleksi kritis, diskusi, dan studi kasus yang memungkinkan individu untuk menginternalisasi nilai-nilai tersebut secara lebih mendalam. Peran pemimpin dalam mencontohkan dan menerapkan nilai-nilai etis juga tidak bisa diabaikan. Kepemimpinan yang mengedepankan integritas, kejujuran, dan moralitas dapat menjadi inspirasi bagi yang lain untuk mengadopsi perilaku yang sejalan dengan nilai-nilai ini. Kontribusi masyarakat dalam pemberantasan korupsi sangat penting. Mendorong partisipasi aktif dari berbagai lapisan masyarakat dalam mengawasi, melaporkan, dan menolak tindakan korupsi adalah langkah penting dalam memerangi praktik korupsi.

Pembentukan Kesadaran dan Keberanian

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Membangun kesadaran akan dampak negatif korupsi bagi masyarakat dan memberikan keberanian kepada individu untuk melaporkan tindakan korupsi merupakan bagian penting dari perubahan yang diinginkan. Ini dapat dilakukan melalui kampanye publik, pendidikan media sosial, dan penyuluhan di tingkat komunitas. Pemerintah haruslah memainkan peran yang kuat dalam memperkuat sistem pengawasan dan penegakan hukum yang adil. Dukungan terhadap lembaga-lembaga anti-korupsi dan kebijakan yang mendorong transparansi dan akuntabilitas menjadi hal yang krusial. Pemberantasan korupsi tidaklah dapat dicapai melalui satu langkah saja. 

Pendekatan yang holistik dan terintegrasi dari berbagai sektor masyarakat, pemerintah, dan swasta merupakan kunci keberhasilan. Pemikiran Hume tentang emosi dan nafsu manusia menjadi relevan dalam menganalisis kultur korupsi di Indonesia. Dalam mengubah perilaku dan menekan praktik korupsi, penting untuk membangun kultur organisasional dan sosial yang mengutamakan etika dan integritas. Ini membutuhkan komitmen yang kuat dari berbagai lapisan masyarakat, bukan hanya dari individu-individu tertentu. Mengembangkan kesadaran dan nilai-nilai anti-korupsi pada generasi muda merupakan investasi jangka panjang yang krusial. Pendidikan sekolah yang memperkuat kesadaran moral dan etika, bersama dengan penyuluhan yang tepat di lingkungan masyarakat, bisa membentuk mentalitas yang kritis dan tidak mentolerir korupsi di masa depan. Hume menekankan pentingnya informasi dalam pembentukan sikap dan keputusan. Dalam konteks korupsi, akses publik terhadap informasi dan transparansi di segala lini, mulai dari keuangan publik hingga proses pengambilan keputusan, menjadi kunci dalam menekan ruang gerak praktik korupsi. Menghadirkan lembaga-lembaga anti-korupsi yang independen, kuat, dan efisien adalah hal yang sangat penting. Tidak hanya penting dalam pemberantasan korupsi, tapi juga dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem. Sektor swasta juga memiliki peran yang signifikan dalam mengurangi korupsi. Praktek bisnis yang etis, kepatuhan terhadap aturan, dan transparansi dalam transaksi bisnis merupakan fondasi dalam membangun lingkungan bisnis yang bebas dari korupsi.

Penguatan Hukum dan Sistem Peradilan

Sistem hukum dan peradilan yang adil, cepat, dan efisien sangat penting dalam menegakkan aturan serta memberikan sanksi yang efektif bagi pelaku korupsi. Ini memerlukan reformasi sistemik dan investasi dalam peningkatan kapasitas lembaga-lembaga terkait.Pemberantasan korupsi tidak bisa dilakukan sendiri oleh satu pihak. Kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, lembaga masyarakat sipil, dan individu-individu merupakan fondasi utama dalam membangun perlawanan yang efektif terhadap korupsi.

Pemikiran Hume tentang alam dasar manusia menyoroti bahwa emosi, nafsu, dan rasionalitas saling berinteraksi dalam pembentukan perilaku manusia. Dalam konteks korupsi, keputusan untuk terlibat dalam praktik koruptif sering kali dipengaruhi oleh keserakahan, kekuasaan, dan faktor-faktor emosional lainnya. Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan yang holistik dalam menangani masalah ini, tidak hanya dari segi hukum, tetapi juga dari sudut pandang etika dan psikologis.

Perspektif Etika dan Tanggung Jawab

Pemikiran Hume menekankan pentingnya refleksi etis dalam pengambilan keputusan. Hal ini berarti individu harus memiliki kesadaran yang kuat akan nilai-nilai moral serta tanggung jawab terhadap tindakan mereka. Pendidikan dan pembinaan etika yang kuat dapat membantu mengembangkan kesadaran ini sejak dini. Korupsi sering kali terakar dalam struktur sosial dan budaya suatu negara. Mengubah persepsi masyarakat terhadap praktik koruptif memerlukan pendekatan yang beragam. Kampanye sosial yang terencana dengan baik, kolaborasi antara media, kelompok masyarakat, dan lembaga pendidikan, serta memperkuat kesadaran akan kerugian sosial dari korupsi dapat membentuk sikap kritis terhadap tindakan koruptif. Peran masyarakat sipil sangat penting dalam memonitor dan melaporkan kasus-kasus korupsi. Mereka tidak hanya berperan sebagai pengawas, tetapi juga sebagai agen perubahan yang dapat mempengaruhi perilaku dan kebijakan melalui tekanan sosial. Sistem hukum yang kuat dan efektif sangat penting dalam memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi. Hal ini memerlukan keberanian dalam melakukan reformasi hukum serta peningkatan kapasitas lembaga penegak hukum.

Mendorong Kepemimpinan Etis dan Integritas

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Peran pemimpin dalam membangun budaya organisasional yang mengutamakan etika dan integritas sangat penting. Pemimpin yang membawa diri dengan integritas tinggi dapat menjadi teladan bagi bawahan dan anggota organisasi. Pemanfaatan teknologi seperti platform pelaporan online, analisis data, dan blockchain dapat membantu memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan publik serta meminimalisir peluang praktik koruptif. Keterlibatan sektor swasta dalam mempraktikkan prinsip-prinsip bisnis yang etis, dan keterbukaan terhadap transaksi bisnisnya, dapat membantu memperkuat integritas bisnis secara keseluruhan. Korupsi tidak mengenal batas negara. Kerjasama internasional dalam pertukaran informasi, sumber daya, dan praktik terbaik merupakan faktor penting dalam memerangi korupsi di tingkat global. Hubungan antara politik dan korupsi seringkali erat. Dalam beberapa kasus, praktik korupsi terjadi dalam lingkungan politik yang tidak stabil atau lemah. Maka dari itu, perlunya transparansi dalam pendanaan politik dan penegakan integritas di dalam dunia politik menjadi sangat penting. Membangun mekanisme yang mendorong pertanggungjawaban dalam penggunaan dana politik dapat membantu mengurangi praktik korupsi. Sistem yang memberikan penghargaan kepada individu atau institusi yang menunjukkan integritas dan berkomitmen untuk tidak terlibat dalam praktik koruptif juga sangat penting. Sebaliknya, sanksi yang jelas dan tegas bagi pelaku korupsi adalah bagian integral dalam mencegah dan menghukum praktik tersebut. Pemuda merupakan kekuatan yang besar dalam mendorong perubahan sosial. Melibatkan pemuda dalam kampanye anti-korupsi, memberikan pendidikan tentang etika, serta memperkuat kesadaran mereka akan bahaya dan dampak negatif korupsi bisa menjadi investasi penting dalam menciptakan generasi yang lebih kuat dan sadar akan  integritas.

Partisipasi Aktif Pemuda

Pemuda merupakan kekuatan yang besar dalam mendorong perubahan sosial. Melibatkan pemuda dalam kampanye anti-korupsi, memberikan pendidikan tentang etika, serta memperkuat kesadaran mereka akan bahaya dan dampak negatif korupsi bisa menjadi investasi penting dalam menciptakan generasi yang lebih kuat dan sadar akan integritas.

Mengembangkan kesadaran dan nilai-nilai anti-korupsi pada generasi muda merupakan investasi jangka panjang yang krusial. Pendidikan sekolah yang memperkuat kesadaran moral dan etika, bersama dengan penyuluhan yang tepat di lingkungan masyarakat, bisa membentuk mentalitas yang kritis dan tidak mentolerir korupsi di masa depan.

Pendekatan Berbasis Teknologi

Pemanfaatan teknologi, terutama dalam pelaporan, analisis data, dan transparansi, bisa menjadi alat yang sangat kuat dalam pemberantasan korupsi. Penggunaan aplikasi dan platform yang memungkinkan pelaporan anonim, serta penggunaan teknologi untuk meningkatkan transparansi dalam administrasi publik, dapat membantu mengurangi praktik korupsi.  Penggunaan aplikasi dan platform yang memungkinkan pelaporan anonim, serta penggunaan teknologi untuk meningkatkan transparansi dalam administrasi publik, dapat membantu mengurangi praktik korupsi. 

Menggalakkan Budaya Whistleblowing

Membangun budaya di mana individu merasa aman untuk melaporkan kasus-kasus korupsi tanpa takut akan pembalasan atau ancaman merupakan faktor kunci. Ini dapat dilakukan melalui perlindungan hukum bagi para pengungkap informasi (whistleblower), dan pembangunan sistem yang efektif untuk menangani laporan-laporan yang masuk.

Pemberantasan korupsi memerlukan kerjasama antar-disiplin, seperti ekonomi, hukum, sosiologi, dan psikologi. Kolaborasi lintas disiplin dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang akar masalah korupsi dan solusi-solusi yang lebih efektif.

Pendekatan Interdisipliner

Pemberantasan korupsi memerlukan kerjasama antar-disiplin, seperti ekonomi, hukum, sosiologi, dan psikologi. Kolaborasi lintas disiplin dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang akar masalah korupsi dan solusi-solusi yang lebih efektif.

Kerjasama Internasional dalam Pemberantasan Korupsi

Korupsi tidak mengenal batas negara. Kerjasama internasional dalam pertukaran informasi, sumber daya, dan praktik terbaik merupakan faktor penting dalam memerangi korupsi di tingkat global.

Kesimpulan

Penerapan pemikiran David Hume dalam konteks korupsi di Indonesia memerlukan upaya bersama dari berbagai sektor dengan pendekatan holistik. Dengan menggali pemikiran Hume tentang asal-usul moralitas, emosi, dan nafsu manusia, dapat membantu merumuskan strategi pencegahan korupsi yang lebih efektif. Kolaborasi lintas sektor, penguatan sistem pengawasan, pemberdayaan etika dalam pengambilan keputusan, keterlibatan aktif sektor swasta dan akademisi, serta pemanfaatan teknologi menjadi bagian penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Pemikiran Hume memberikan pemahaman yang dalam tentang sifat manusia, keputusan moral, dan aspek emosional dalam perilaku. Menerapkan pemikiran ini dalam konteks korupsi di Indonesia memerlukan pendekatan yang holistik. Pendidikan moral yang kuat, penegakan hukum yang adil, budaya organisasi yang integritas, peran aktif masyarakat sipil, dan penguatan lembaga-lembaga anti-korupsi menjadi fondasi penting dalam mengurangi kasus korupsi di Indonesia. Dengan integrasi nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa membangun masyarakat yang lebih adil, integritas, dan berkeadilan.

Daftar Pustaka :
https://dupakdosen.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/1607/06006999.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Problematika Hukum di Indonesia (Yahya Ahmad Zein 2022)

KONTEKS SEMIOTIKA KESENIAN DALAM KAJIAN KEBUDAYAAN (T Bramantyo 2021 )

Diskursus David Hume : Pemahaman Filosofis terhadap Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia ( Y Arifin 2023 )

Filsafat Hukum : Dialektika Wacana Modernis ( SH Saepul 2020 ) 

Fikih Korupsi ( HH Al-Rasyid 2019 )

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun