Enggan tertinggal, belakangan, elite dan pemodal turut memainkan kekuatan bahasa untuk mencapai politik pengaruh. Langkah skenarionya: menguasai sektor media yang menjadi konsumsi publik dalam sehari-harinya. Langkah tersebut merupakan bentuk kontrol akan sarana artikulasi bahasa dalam usahanya menggerakan massa. Sebab penguasaan atas media adalah penguasaan terhadap pikiran. Seperti kata Jim Morrison.
Peradaban berkembang, pesta demokrasi memang sudah seharusnya digalakan. Tapi ia justru dijadikan tirani oleh kebebasan yang kebablasan. Penguasa dan para elitis menyingkirkan, dan bahkan membinasakan lawannya hari ini, dengan bersenjatakan strategi linguistik yang banal, semacam ujaran kebencian, labelling dengan vonis yang kejam, hoax, eh? Hoax membangun?
Di hari ini, tepat 68 tahun sudah usia kematian Orwell. Seketika, saya jadi membayangkan, diantara hiruk-pikuk persoalan yang semakin pelik, mungkin Orwell sedang berpesta, merayakan epiknya di dalam kubur. Sedangkan kita, menyesapi mimpi-mimpi buruk cerita distopianya -yang sayangnya kelewat nyata.
 21 Januari 2018
Referensi;
- [1]Â Ernst Ulrich Kratz, Sumber Terpilih Sejarah Sastera Indonesia Abad XX, (Kepustakaan Populer Gramedia), 2000.
- [2]Â Esai Eka Kurniawan, Animal Farm
- [3]Â Esai George Orwell, Why I Write
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H