Mohon tunggu...
Fauzan Sukma M
Fauzan Sukma M Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa Fisipol, Gadjah Mada. Memiliki ketertarikan pada bidang sastra, kebudayaan, politik, dan sejarah. Menghamba pada Tuhan, bukan zaman. http://kumpulanterbuang.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Orwell dan Sastra yang Politis

21 Januari 2018   13:40 Diperbarui: 21 Januari 2018   20:18 1999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
George Orwell (Sumber: bbc.com)

Dibanding novel pendahulunya, jelas kengerian dunia totaliter yang dibangun Orwell begitu pekat dalam setiap lembarnya. Seolah hari esok benar-benar tak menawarkan apa-apa. Hak Asasi Manusia, kebebasan, keadilan sosial, hak berdemokrasi, dan segala apapun yang semestinya melekat pada nilai kemanusiaan, mesti ditanggalkan, masuk liang lahat, dikubur dalam-dalam. Dan, yang tersisa, hanyalah seorang diktator yang berdiri di atas kubur. Tragis. Manusia membuahi hidup. Negara merenggut hidup.

***

Orwell memang piawai mendongeng. Tapi ia tidak tenggelam sepenuhnya dengan mendongeng, tentunya. Ada semacam pesan (dari sekian banyak pesan yang disisipkan), jika tidak ingin dikatakan peringatan, dalam kedua dunia imajinatif yang dibangunnya: kekuasaan berkaitan erat dengan bahasa. Bahwa sampai titik di mana panggung kekuasaan sudah mulai digelar, di situ bahasa bukan lagi menjadi alat komunikasi dan argumentasi semata. Melainkan, meminjam istilah a la Rocky Gerung, sebagai: alat rejimentasi. Ini mengacu pada medan politisasi penguasa untuk menciptakan kontrol, kepatuhan.

Dalam politik, bahasa menjadi instrumen untuk meneguhkan, mengoperasikan dan "membudayakan" kekuasaan melalui aparatus pengetahuan. Sebab dengan cara itu kekuasaan menjadi aktivitas sosial yang diterima sebagai kebutuhan umum. Sebagai sesuatu yang meluruhkan nalar. Meninabobokkan perlawanan.

Semisalnya. Sebagai tokoh penguasa, Bung Besar dalam 1984, mencoba memonopoli "kebenaran absolut" versinya. Dengan teknologi hegemoni yang sistematik, dikerahkannya pemerintah Oceania membuat kamus bahasa Inggris versi Newspeak. Ini merupakan usaha penguasa untuk merobek-robek pikiran massa, dan kemudian, mempertautkannya kembali menjadi bentuk baru sesuai pilihannya.

Dalam tataran yang lebih elementer, Bung Besar yang selalu mengawasi itu, mempermainkan bahasa dalam slogan yang tersebar di segala tempat secara ironis: "PERANG ADALAH DAMAI; KEBEBASAN ADALAH PERBUDAKAN; KEBODOHAN ADALAH KEKUATAN." Ini mengingatkan saya pada menjamurnya slogan "NKRI HARGA MATI." Betapa pun hanya slogan, tapi ia dapat mengubah warna moral sebuah tindakan.

Coba bayangkan, berbekal pledoi slogan tersebut, maka membunuh segala yang berbau anti-NKRI diharapkan dapat diterima secara lumrah. Kengerian ini adalah bom waktu, yang sewaktu-waktu dapat meledak secara monumental. Laiknya yang sudah-sudah: baik dirayakan dengan sukacita sembari keras-keras merapal doa; atau sambil menghisap sedikit ekstasi, melayang, goyang cha-cha, yang aduhai akan jauh lebih terasa hanyut oleh fantasi. Anwar Congo pasti mengerti betul.

Jangan kira hanya manusia saja yang mampu. Seekor Babi Napoleon yang culas pun sanggup memainkan bahasa sehalus mungkin di peternakan hewannya. "Semua Binatang adalah setara, namun beberapa binatang lebih setara dari yang lainnya". Hal semacam demikian diharapkan mendorong konsentrasi akses dan sumber penghidupan yang lebih kepada sang penguasa, Babi Napoleon, ketimbang binatang lainnya.

Seolah bercermin. Dengan dalih "pemimpin", "atas nama rakyat", "kepentingan nasional", kerapkali para wakil rakyat pun diloloskan menghisap banyak uang dari kantung tuannya sendiri: rakyat. Dan kita, rakyat yang baik hati, hanya mengerti untuk mengamini saja. Sambil sesekali mengumpat di balik keresahan hati.

Kredo praktik totaliterianisme Orwellian semakin mengemuka. Bahwa menaklukkan manusia adalah soal menaklukkan pikiran dan psikologisnya, maka permainan bahasa menjadi sedemikian pentingnya. Dengan mengeksploitasi pikiran dan psikologi massa, politik bahasa Orwellian menawarkan keefektifan dan daya -yang diupayakan sama kuatnya- di samping opresi militer dalam mengamankan politik rejimentasi.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun