Mohon tunggu...
Fauzan Ravif
Fauzan Ravif Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Mahasiswa Hukum

Fauzan Ravif, Mahasiswa Fakultas Hukum UMJ angkatan 2019

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Polemik Pasal Penghinaan Presiden dalam RKUHP terhadap Efektivitas Demokrasi

2 Juli 2022   03:26 Diperbarui: 2 Juli 2022   03:47 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

a. Pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden merupakan peninggalan kolonial Belanda, dimana kata Koning of der Koningin (raja atau ratu) diganti dengan Presiden atau Wakil Presiden

b. Pasal 310-321 KUHP sudah cukup sebagai sudah cukup sebagai aturan terkait penghinaan sebagai penjaga kehormatan seseorang, dan didalam Pasal 28 J telah dijelaskan pembatasan akan hak asasi manusia bisa dilakukan demi menjamin pengakuan seta penghormatan atas kebebasan orang lain

c. Indonesia merupakan negara yang dimana kedaulatan berada ditangan rakyat. Hal ini telah termaktub didalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar NKRI yang menyatakan bahwa "Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD". Sejatinya Presiden dan Wakil presiden dipilih oleh rakyat, maka Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diberikan hak istimewa (privilege) karna akan menyebabkan deskriminatif sebagaimana rakyat sebagai kekuasaan tertinggi. Otoritas Presiden dan Wakil Presiden hanya diberikan dalam konteks hak priorigatif, gaji tinggi, dan hak didahulukannya dari orang atau warga negara lain, karena pada hakikatnya Indonesia menerapkan prinsip semua orang memiliki kedudukan hukum yang sama (equalty before the law)

d. Akan sangat rentan terjadi kriminalisasi terhadap delik penghinaan, hal ini disebabkan karna tidak ada tolak ukur terkait delik penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden itu sendiri. Mengingat kebebasan mengemukakan pendapat baik secara lisan maupun tulisan serta ekspresi telah diatur dalam pasal 28, 28E ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar NKRI 1945. Delik penghinaan terhadap presiden ini dapat menyebabkan krisisnya kritikan dikarenakan akan menimbulkan ketakukan ketika akan mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah. Negara Indonesia adalah negara demokrasi, maka sudah sepatut dan sewajarnya negara Indonesia ini tidak boleh mati akan kritikan. Kebebasan berpendapat dan berekspresi pun telah diatur juga didalam Deklarasi Universal HAM (DUHAM) dan Internasional Convenant on Civil and Politic Right. Namun kebebasan mengemukakan pendapat dan berekspresi didalam Pasal 19 Internasional Convenant on Civil and Politic Right bersifat reskriptif, dimana dapat dilakukan berdasarkan undang-undang untuk menghormati hak, reputasi orang lain, dan untuk melindungi keamanan nasional.

e. Proses berdemokrasi dalam rangka menyampaikan pendapat dimuka umum merupakan penyampaian aspirasi yang sah-sah, hal ini pun digunakan sebagai chek and balances dalam mengontrol guna mengevaluasi agar kebijakan pemerintah dalam berlahan lebih optimal.

f. Sesuai dengan putusan MK dengan pidana selama 6 tahun akan berdampak pada terhambatnya proses demokrasi, hal ini dikarenakan akan muncul dogma-dogma negatif dari masyarakat itu sendiri sehingga masyarakat akan menganggap tidak perlu menjadi partisipan publik, sehingga sulitnya tercipta tatanan masyarakat yang membangun.

                       Pasal Penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden, dalam RKUHP termaktub pada Pasal 218, 219 dan 220 RKUHP 2019. Pasal 218 RKUHP 2019 yaitu : (1) Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau dipidana paling banyak kategori IV, (2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

                      Dalam penjelasan RKUHP 2019, frasa "menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri" berarti penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden berupa penyerangan nama baik ataupun harga diri di muka umum, termasuk juga menista, memfitnah, serta menghina dengan tujuan memfitnah". Sedangkan frasa "dilakukan untuk kepentingan umum" dalam RKUHP 2019, berarti melindungi kepentingan banyak yang diutarakan melalui kebebasan berekspresi maupun berdemokrasi. Konsepsi menyampaikan pendapat dan berdemorasi dalam Hak Asasi Manusia, merupakan cakupan Hak Asasi Manusia Kontemporer. Kebebasan menyampaikan pendapat dan berdemokrasi harus dapat dinikmati "tanpa batas", baik secara verbal maupun tertulis di berbagai medium. Namun, kebebasan menyampaikan pendapat dan berdemokrasi bukanlah tidak ada batasan, tetapi juga perlu memastikan agar tidak terjadi kerugian hak dan kebebasan orang lain. Jadi, menurut penulis UU tentang Penghinaan terhadap presiden ini sah, karena berusaha menjaga dan melindungi hak dan reputasi dari Presiden dan Wakil Presiden itu sendiri. 

             Pasal 219 RKUHP 2019 :

           "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV".

                Pasal 220 RKUHP 2019 :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun