Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Pembelajaran Bermuatan Kearifan Lokal, Sebuah Solusi?

2 April 2018   14:04 Diperbarui: 3 April 2018   14:32 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hati terhentak ketika mendengar berbagai fakta kurang menarik yang sering menghiasi media massa ditanah air. Masalah demi masalah menghantam berbagai sisi kehidupan masyarakat. Masalah lingkungan dengan maraknya penggundulan hutan, masalah akhlak dengan teganya seorang murid menganiaya guru hingga meninggal, masalah sosial  banyaknya kasus kekerasan dan berkembangnya nilai - nilai radikalisme dalam sendi masyarakat.

 Belum selesai permasalah yang terjadi, bangsa Indonesia mendapat tantangan dari derasnya arus globalisasi. Internet sebagai garda depannya menawarkan dengan cepat deseminasi nilai dan budaya global. Tidak mengherankan konten - konten negatif  yang berbau porno, sadisme, dan radikalisme diunduh dan ditonton sebagai konsumsi sehari-hari. Wajah masyarakat kita yang dulu khas dengan nilai humanis, religius lambat laun dapat berubah menjadi masyarakat garang, kurang humanis dan acuh terhadap budaya nasional.

Indonesia mempunyai modal sosial, budaya dan sumber daya alam yang melimpah . Kekayaan yang melimpah tersebut seharusnya bisa dioptimalkan dan dikelola dengan baik  yang tidak kalah penting membentengi dari perilaku negatif agar nikmat yang diberikan Tuhan tersebut tidak rusak atau hilang.

Timbul pertanyaan, siapakah yang  menjadi benteng terhadap berbagi masalah yang telah disebutkan diatas? ya tidak lain dan yang tidak bukan adalah pendidikan.  Pertanyaan selanjutnya adalah pendidikan yang seperti apa ? jawaban nya adalah pendidikan yang mampu mengembangkan manusia secara menyeluruh yang bertitik tolak dari nilai-nilai masyarakat  Indonesia. 

Mengurai Benang Kusut.

Berbagai permasalahan yang menghantam berbagai sisi kehidupan masyarakat kiranya sudah cukup sebagai bahan perenungan. Dunia pendidikan dituntut untuk merenungkan permasalahan yang terjadi dalam rangka merubah praktek pendidikan untuk mengimbangi berbagai efek  derasnya arus globalisasi malah menjadi sasaran kritik dari berbagai pihak. 

Praktek pendidikan dianggap oleh berbagai pihak terlalu memfokuskan pada kecakapan intelektual. Penekanan besar terhadap nilai ujian, pembelajaran yang terlalu verbalistik dan mengabaikan bentuk-bentuk kecerdasan yang lain, terpraktekkan dalam pendidikan dewasa ini.

Jika praktek pendidikan seperti ini terus diajarkan, lulusan sekolah hanya pintar  (ngerti) tetapi kurang halus dalam berakhlak dan bertindak (ngroso dan nglakoni).  Kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan kecerdasan kultural merupakan bagian integral yang harus dikembangkan dalam pembelajaran.

Berbagai bentuk kecerdasan tersebut sama pentingnya dengan kecerdasan intelektual. Untuk itu diperlukan pendidikan menyeluruh sebagai suatu kensicayaan. Pembelajaran harus mampu mengintegrasikan berbagai bentuk kecerdasan, sehingga peserta didik dapat ngerti (mengetahui) ngroso (merasakan) dan nglakoni (mempraktekkan) ilmu yang telah didapatkannya.

Sebuah Solusi Alternatif

Untuk mengembangkan pembelajaran yang bermutu dan bermartabat kiranya cukup bijak jika mengangkat kembali pemikiran tokoh pendidikan nasional. Teori Trikon dari Ki Hadjar Dewantara sangat relevan untuk menguatkan pendidikan nasional dan juga memajukan kebudayaan nasional sebagai solusi terhadap masalah yang terjadi maupun tantangan yang dihadapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun