Mohon tunggu...
Fauzan
Fauzan Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Jurusan Hubungan Internasional UPN Yogyakarta

Peminat Limology (Studi Perbatasan) dan Studi Keamanan. Sekedar ingin berbagi cerita tentang perbatasan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refleksi 14 Tahun BNPP: Tantangan dan Harapan di Tengah Transisi Pemerintahan

3 Oktober 2024   10:00 Diperbarui: 3 Oktober 2024   11:44 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Koleksi pribadi

"Good Fences Make Good Neighbors" (Robert Frost, 1914)

Pada 17 September 2024 lalu, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) merayakan ulang tahunnya yang ke-14. Selama perjalanannya, BNPP telah memainkan peran penting dalam pembangunan dan pengelolaan perbatasan Indonesia. Namun, peringatan kali ini terasa berbeda karena terjadi di tengah transisi pemerintahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Presiden terpilih Prabowo Subianto, yang akan memulai masa jabatannya pada akhir Oktober 2024. Pada satu sisi, pemerintahan Joko Widodo telah meletakkan fondasi yang cukup kuat melalui program Nawacita (9 program prioritas pembangunan nasional). 

Program Nawacita telah menempatkan pengelolaan perbatasan sebagai prioritas, khususnya melalui poin ketiga Nawacita yakni membangun dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa. Membangun dari pinggiran tidak saja terkait dengan geografis daerah (kewilayahan) yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, tetapi juga terkait dengan komunitas/masyarakat yang terpinggirkan dan minimnya akses pendukung ekonomi. 

Namun di sisi lain, kepemimpinan baru di bawah Prabowo dengan visi Astacita (8 prioritas program) belum terlihat memberikan penekanan khusus terhadap isu perbatasan. Ini membuka ruang refleksi dan harapan mengenai arah kebijakan pengelolaan perbatasan Indonesia dalam lima tahun ke depan.

Nawacita: Membangun dari Pinggiran

Pada periode pertama pemerintahan Jokowi, program Nawacita, terutama poin ketiga yang berfokus pada "Membangun dari Pinggiran," menjadi fondasi untuk pengembangan kawasan perbatasan. Sebagai negara kepulauan dengan 17.504 pulau, Indonesia memiliki garis perbatasan yang luas, baik di darat maupun di laut. 

Oleh karena itu, perbatasan Indonesia memerlukan kebijakan yang komprehensif untuk mengelola perbatasan, tidak saja terkait dengan batas-batas negara, namun juga terkait dengan keamanan, pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di perbatasan. Jokowi menyadari pentingnya memperkuat kawasan perbatasan sebagai beranda depan negara Indonesia, terutama di mata negara-negara tetangga yang berbatasan. 

Pembangunan infrastruktur di perbatasan dan pos lintas batas negara (PLBN) menjadi bagian penting dari agenda ini. Pada tahap pertama (melalui Inpres No. 6/2015), telah selesai dan dioperasikan 7 PLBN yakni PLBN Aruk, Entikong, Badau (di Kalimantan Barat), Motaain, Motamasin, Wini (di NTT), dan Skouw (di Papua). Dengan pembangunan beberapa PLBN ini, diharapkan tidak hanya sebagai pintu gerbang negara (exit-entry point), namun juga sebagai pusat pertumbuhan ekonomi (episentrum) bagi pengembangan ekonomi kawasan.

Kemudian pada tahap kedua (melalui Inpres No. 1/2019), telah diresmikan dan dioperasikan PLBN Sota (Merauke) bersamaan dengan penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2021. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya pada Rabu (2/10) presiden Joko Widodo meresmikan 7 PLBN yang dilaksanakan secara simbolik di PLBN Napan, Timor Tengah Utara, NTT. Enam PLBN  lain yang turut diresmikan, adalah PLBN Serasan (Natuna, Kepulauan Riau), PLBN Jagoi Babang (Bengkayang, Kalimantan Barat), PLBN Sei Nyamuk (Nunukan, Kalimantan Utara), PLBN Long Nawang (Malinau, Kalimantan Utara), PLBN Labang (Nunukan, Kalimantan Utara), dan PLBN Yetetkun (Boven Digoel, Papua Selatan).

Namun demikian, masih ada 3 PLBN warisan Jokowi yang belum tuntas hingga akhir masa jabantannya dan menjadi salah satu pekerjaan rumah bagi pemerintahan berikutnya, yaitu  PLBN Long Midang (Nunukan, Kalimantan Utara), PLBN Sei Kelik (Sintang, Kalimantan Barat) dan Oepoli (Kupang, NTT). Pekerjaan rumah ini akan menjadi salah satu tantangan bagi pemerintahan Prabowo untuk memastikan keberlanjutan dan penyelesaian pembangunan yang telah dimulai.

Masa Transisi: Astacita dan Tantangan Kelembagaan BNPP

Dalam konteks kepemimpinan Prabowo Subianto yang akan segera dimulai, kebijakan terkait perbatasan belum terlihat secara jelas menjadi prioritas utama. Program Astacita, yang menjadi visi Prabowo, lebih berfokus pada penguatan ketahanan nasional, kemandirian ekonomi, dan keadilan sosial, tanpa menyebutkan secara spesifik isu pengelolaan perbatasan. Hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran, terutama bagi masyarakat di kawasan perbatasan yang mengharapkan keberlanjutan pembangunan dan perhatian khusus terhadap tantangan yang mereka hadapi.

Di tengah masa transisi ini, BNPP dihadapkan pada tantangan untuk memastikan agar momentum pembangunan dan pengelolan kawasan perbatasan yang telah dimulai oleh pemerintahan Jokowi tidak terhenti. Pengelolaan perbatasan yang kompleks memerlukan pendekatan lintas sektoral dan sinergi antara berbagai kementerian dan lembaga. Selain itu, perlu ada keberlanjutan dalam program-program yang telah berjalan, seperti PLBN dan pengembangan infrastruktur di kawasan perbatasan, agar masyarakat di perbatasan tidak merasa terpinggirkan.

Selain persoalan keberlanjutan pembangunan PLBN dan kawasan perbatasan, salah satu isu mendasar yang belum banyak disentuh dalam masa pemerintahan Jokowi adalah penguatan kelembagaan BNPP itu sendiri. Sebagai badan yang bertanggung jawab atas pengelolaan perbatasan negara, BNPP memerlukan otoritas yang kuat dan dukungan sumber daya yang memadai. Sayangnya, hingga saat ini, BNPP masih sering kali berada di bawah bayang-bayang kementerian lain, seperti Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pertahanan, yang membuat peran dan otoritasnya kurang optimal.

Penguatan kelembagaan BNPP perlu menjadi salah satu prioritas di masa depan, terutama mengingat peran strategis perbatasan dalam menjaga kedaulatan negara. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah memperjelas kewenangan BNPP dalam hal pengelolaan perbatasan, termasuk pengawasan keamanan, pengembangan ekonomi, serta koordinasi antar-lembaga. Dengan kelembagaan yang lebih kuat, BNPP diharapkan dapat lebih efektif dalam menjalankan fungsinya, terutama dalam menghadapi tantangan perbatasan yang semakin kompleks.

Masalah kelembagaan yang dihadapi saat ini adalah di dalam struktur BNPP terdiri dari 4 Menko sebagai pengarah, 27 Kementerian/Lembaga dan 18 Gubernur sebagai anggota BNPP, serta Mendagri sebagai ex-officio kepala BNPP. Struktur ini sudah seperti "kabinet". Sebagai Lembaga yang lebih bersifat koordinasi seperti ini akan membatasi fleksibilitas BNPP dalam menangani isu-isu perbatasan yang kompleks. Mengingat pentingnya perbatasan dalam menjaga kedaulatan negara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat perbatasan, restrukturisasi dan penguatan lembaga BNPP perlu dipertimbangkan.

Sumber: Koleksi pribadi
Sumber: Koleksi pribadi

Kompleksitas Masalah Perbatasan

Tantangan perbatasan di Indonesia tidak hanya terkait dengan infrastruktur dan penyelesaian batas negara semata, tetapi juga mencakup masalah tata kelola, keamanan, pertahanan, ekonomi, sosal-budaya, lingkungan, serta teknologi informasi dan komunikasi di perbatasan. Kawasan perbatasan sering kali menjadi kawasan rawan konflik, baik konflik antar-komunitas lokal maupun konflik lintas negara. 

Selain itu, kawasan perbatasan sering menjadi jalur utama penyelundupan barang ilegal, perdagangan manusia, dan kejahatan lintas negara lainnya. Ini memerlukan penguatan pengawasan di perbatasan, termasuk peningkatan patroli dan penggunaan teknologi canggih seperti drone dan pemantauan satelit.

Pada aspek ekonomi, kawasan perbatasan memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai pusat perdagangan lintas negara. PLBN yang ada, seperti di Aruk, Entikong, Motaain dan Skouw, memiliki peluang untuk menjadi hub ekonomi yang menguntungkan bagi Indonesia. Namun, potensi ini belum sepenuhnya terealisasi karena keterbatasan infrastruktur dan kebijakan yang mendukung. Ke depan, BNPP perlu berperan lebih aktif dalam mengembangkan kawasan perbatasan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dengan melibatkan masyarakat lokal, dunia usaha, dan meningkatkan kerja sama dengan negara tetangga.

Isu lingkungan juga menjadi tantangan besar di kawasan perbatasan, terutama terkait dengan eksploitasi sumber daya alam. Banyak kawasan perbatasan yang kaya akan sumber daya alam sering kali menjadi target eksploitasi ilegal, baik oleh individu maupun perusahaan asing. BNPP harus memperkuat pengawasan terhadap aktivitas ilegal ini dan bekerja sama dengan lembaga penegak hukum untuk menjaga kelestarian lingkungan di kawasan perbatasan.

Pemindahan ibu kota negara ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur merupakan salah satu proyek besar pemerintahan Jokowi yang akan terus berlanjut di bawah kepemimpinan Prabowo. Pemindahan ibu kota ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih merata di luar Pulau Jawa, termasuk kawasan perbatasan di Kalimantan. 

Namun, pemindahan IKN juga menimbulkan tantangan baru bagi pengelolaan perbatasan, terutama di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia. Aktivitas ekonomi yang meningkat di Kalimantan Timur akibat pemindahan ibu kota dapat memicu peningkatan arus barang dan manusia di perbatasan, yang memerlukan pengawasan lebih ketat. Selain itu, potensi degradasi lingkungan akibat pembangunan infrastruktur besar-besaran di sekitar IKN juga perlu diantisipasi, terutama karena banyak kawasan perbatasan yang memiliki ekosistem yang sensitif.

Harapan ke Depan: Kesimbangan Keamanan dan Kesejahteraan

Memasuki ulang tahun BNPP yang ke-14 ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan capaian-capaian yang telah diraih serta tantangan-tantangan yang masih harus dihadapi. Di bawah kepemimpinan yang baru, BNPP diharapkan mampu terus melanjutkan pembangunan di kawasan perbatasan dengan pendekatan yang lebih holistik, yang tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik, tetapi juga aspek keamanan, kesejahteraan masyarakat, dan pelestarian lingkungan.

Penguatan kelembagaan BNPP juga harus menjadi salah satu prioritas, agar badan ini dapat lebih efektif dalam mengelola perbatasan Indonesia yang semakin kompleks. Selain itu, keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan perbatasan juga perlu diperkuat, karena merekalah yang paling memahami dinamika sosial-budaya dan tantangan yang dihadapi di kawasan tersebut. Sebagai negara dengan garis perbatasan yang luas, Indonesia memerlukan kebijakan perbatasan yang berkelanjutan dan terintegrasi. 

BNPP, sebagai garda terdepan pengelolaan perbatasan, memiliki peran strategis dalam memastikan bahwa perbatasan Indonesia tetap menjadi wilayah yang aman, sejahtera, dan berdaya saing. Selamat ulang tahun BNPP yang ke-14, semoga terus maju dan berkembang dalam membangun perbatasan untuk Indonesia emas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun